AHLAN WA SAHLAN YA IKHWAH...
Sedikit kata untuk kita renungkan bersama...

Kamis, 07 Agustus 2014

SYARAH HADITS ARBA'IN AN NAWAWI, Hadits Ke-5

Hadits Ke-5:



"Dari Ummul Mu'minin; Ummu Abdillah; Aisyah radhiyallahu 'anha, dia berkata: "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (berasal) darinya, maka dia tertolak."
(HR. Bukhari dan Muslim).



Penjelasan:



Dalam riwayat Muslim: "Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak didasari oleh perintah kami, maka dia tertolak."



Hadits ini merupakan neraca bagi amal lahiriyah. Bahwasanya sebuah amal tidak dianggap melainkan sejalan dengan syari'at. Sebagaimana hadits (Innamal a'malu binniyyati) merupakan pokok bagi amal bathin. Bahwasanya semua amal yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah harus dilakukan dengan ikhlas kepada Allah dan pelakunya harus menghayati niatnya.



Jika ibadah-ibadah seperti wudhu', mandi junub, shalat dan lainnya dilakukan dengan tata cara yang menyelisihi syari'at maka semuanya tidak diterima dari pelakunya dan tidak dianggap (sah). Sesungguhnya sesuatu yang diambil dengan akad yang rusak harus dikembalikan kepada pemiliknya dan tidak bisa dimiliki (oleh pihak kedua). Hal ini ditunjukkan oleh kisah seorang pekerja di mana Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepada ayahnya:



"Adapun budak wanita dan kambing-kambing itu dikembalikan kepadamu."
(HR. Bukhari [2695] dan Muslim [1697]).



Hadits ini menunjukkan bahwa barangsiapa yang membuat sebuah bid'ah yang tidak memiliki asal dalam syari'at maka hal tersebut tertolak, dan pelakunya mendapatkan ancaman. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda tentang kota Madinah:



"Barangsiapa yang membuat perkara baru di dalamnya atau melindungi orang yang membuat perkara baru, maka dia mendapatkan laknat dari Allah dan para malaikat serta manusia semuanya."
(HR. Bukhari [1870] dan Muslim [1366].



Riwayat kedua yang dikeluarkan oleh Muslim lebih umum dari pada riwayat pertama yang sama-sama dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim. Sebab riwayat pertama tersebut mencakup orang yang melakukan bid'ah, baik dia sendiri yang mengada-adakannya atau ada orang lain sebelumnya yang mengada-adakannya dan dia mengikutinya.



Makna (radd) dalam hadits ini adalah (mardud 'alaih). Ini salah satu bentuk penggunaan mashdar untuk makna isim maf'ul [Radd adalah mashdar (kata dasar) yang artinya penolakan. Sedangkan Mardud 'alaih adalah isim maf'ul (obyek) yang artinya ditolak].



Tidak tercakup oleh hadits ini apa-apa yang menjadi maslahat untuk menjaga agama, atau menjadi media untuk memahami dan mengenal agama. Seperti mengumpulkan Al-Qur'an dalam mushaf, menyusun ilmu bahasa dan nahwu, dan lainnya.



Hadits ini secara mutlak menunjukkan bahwa semua amal yang menyelisihi syari'at adalah tertolak, meskipun tujuan pelakunya baik. Ini diisyaratkan oleh kisah seorang shahabat yang menyembelih hewan kurbannya sebelum shalat Ied. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam berkata padanya:



"(Daging) kambingmu adalah daging biasa."
(HR. Bukhari [955] dan Muslim [1961]).



Konteks hadits ini menunjukkan bahwa semua amal yang tidak didasari oleh syari'at adalah tertolak. Kemudian makna tersirat hadits ini menunjukkan bahwa setiap amal yang berdasarkan perintah syari'at tidaklah tertolak. Artinya barangsiapa yang amalnya berjalan dibawah hukum-hukum syari'at dan selaras dengannya maka amal tersebut diterima. Sebaliknya barangsiapa yang keluar dari itu maka amalnya tertolak.



Diantara kandungan hadits ini adalah:



1. Diharamkannya membuat bid'ah dalam agama.



2. Amal yang terbangun diatas bid'ah tidak diterima dari pelakunya.



3. Konsekuensi sebuah larangan adalah rusaknya perkara yang dilarang tersebut.



4. Sebuah amal shalih jika dilakukan tidak sesuai dengan yang disyari'atkan, seperti shalat sunnah pada waktu yang dilarang tanpa ada sebab, puasa pada hari raya dan lainnya, maka amal tersebut bathil dan tidak dianggap.



5. Keputusan seorang hakim tidak bisa merubah apa hakikat yang ada dalam sebuah perkara, berdasarkan sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam : "Tidak didasari oleh perkara kami."



6. Perjanjian yang rusak adalah bathil. Sesuatu yang diambil melalui akad tersebut harus dikembalikan. Sebagaimana dalam kisah lelaki pekerja di atas.




Sumber:

Kitab "Fathul Qawiyyil Matin fi Syarhil Arba'in wa Tatimmatil Khamsin Lin Nawawi wa Ibni Rajab Rahimahumallah."
Ditulis Oleh: Syaikh 'Abdul Muhsin bin Hamd al-'Abbad al-Badr.
Diterjemahkan oleh:
Abu Habiib Sofyan Saladin.
Dalam Judul Versi Indonesia: "Syarah Hadits Arba'in an-Nawawi" (Plus 8 Hadits Ibnu Rajab).
Penerbit: "Darul Ilmi", Cileungsi-Bogor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar