Hadits Ke-5:
"Dari Ummul Mu'minin; Ummu Abdillah; Aisyah
radhiyallahu 'anha, dia berkata: "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Barangsiapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini yang
bukan (berasal) darinya, maka dia tertolak."
(HR. Bukhari dan Muslim).
Penjelasan:
Dalam riwayat Muslim: "Barangsiapa yang melakukan suatu
amalan yang tidak didasari oleh perintah kami, maka dia tertolak."
Hadits ini merupakan neraca bagi amal lahiriyah. Bahwasanya
sebuah amal tidak dianggap melainkan sejalan dengan syari'at. Sebagaimana
hadits (Innamal a'malu binniyyati) merupakan pokok bagi amal bathin. Bahwasanya
semua amal yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah harus dilakukan
dengan ikhlas kepada Allah dan pelakunya harus menghayati niatnya.
Jika ibadah-ibadah seperti wudhu', mandi junub, shalat dan
lainnya dilakukan dengan tata cara yang menyelisihi syari'at maka semuanya
tidak diterima dari pelakunya dan tidak dianggap (sah). Sesungguhnya sesuatu
yang diambil dengan akad yang rusak harus dikembalikan kepada pemiliknya dan
tidak bisa dimiliki (oleh pihak kedua). Hal ini ditunjukkan oleh kisah seorang
pekerja di mana Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepada ayahnya:
"Adapun budak wanita dan kambing-kambing itu dikembalikan
kepadamu."
(HR. Bukhari [2695] dan Muslim [1697]).
Hadits ini menunjukkan bahwa barangsiapa yang membuat sebuah
bid'ah yang tidak memiliki asal dalam syari'at maka hal tersebut tertolak, dan
pelakunya mendapatkan ancaman. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
tentang kota Madinah:
"Barangsiapa yang membuat perkara baru di dalamnya atau melindungi
orang yang membuat perkara baru, maka dia mendapatkan laknat dari Allah dan
para malaikat serta manusia semuanya."
(HR. Bukhari [1870] dan Muslim [1366].
Riwayat kedua yang dikeluarkan oleh Muslim lebih umum dari
pada riwayat pertama yang sama-sama dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim. Sebab
riwayat pertama tersebut mencakup orang yang melakukan bid'ah, baik dia sendiri
yang mengada-adakannya atau ada orang lain sebelumnya yang mengada-adakannya
dan dia mengikutinya.
Makna (radd) dalam hadits ini adalah (mardud
'alaih). Ini salah satu bentuk penggunaan mashdar untuk makna isim
maf'ul [Radd adalah mashdar (kata dasar) yang artinya penolakan.
Sedangkan Mardud 'alaih adalah isim maf'ul (obyek) yang artinya
ditolak].
Tidak tercakup oleh hadits ini apa-apa yang menjadi maslahat
untuk menjaga agama, atau menjadi media untuk memahami dan mengenal agama.
Seperti mengumpulkan Al-Qur'an dalam mushaf, menyusun ilmu bahasa dan nahwu,
dan lainnya.
Hadits ini secara mutlak menunjukkan bahwa semua amal yang
menyelisihi syari'at adalah tertolak, meskipun tujuan pelakunya baik. Ini
diisyaratkan oleh kisah seorang shahabat yang menyembelih hewan kurbannya
sebelum shalat Ied. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam berkata padanya:
"(Daging) kambingmu adalah daging biasa."
(HR. Bukhari [955] dan Muslim [1961]).
Konteks hadits ini menunjukkan bahwa semua amal yang tidak
didasari oleh syari'at adalah tertolak. Kemudian makna tersirat hadits ini
menunjukkan bahwa setiap amal yang berdasarkan perintah syari'at tidaklah
tertolak. Artinya barangsiapa yang amalnya berjalan dibawah hukum-hukum
syari'at dan selaras dengannya maka amal tersebut diterima. Sebaliknya
barangsiapa yang keluar dari itu maka amalnya tertolak.
Diantara kandungan
hadits ini adalah:
1. Diharamkannya membuat bid'ah dalam agama.
2. Amal yang terbangun diatas bid'ah tidak diterima dari
pelakunya.
3. Konsekuensi sebuah larangan adalah rusaknya perkara yang
dilarang tersebut.
4. Sebuah amal shalih jika dilakukan tidak sesuai dengan
yang disyari'atkan, seperti shalat sunnah pada waktu yang dilarang tanpa ada
sebab, puasa pada hari raya dan lainnya, maka amal tersebut bathil dan tidak
dianggap.
5. Keputusan seorang hakim tidak bisa merubah apa hakikat
yang ada dalam sebuah perkara, berdasarkan sabda beliau Shallallahu 'alaihi
wasallam : "Tidak didasari oleh perkara kami."
Sumber:
Kitab "Fathul
Qawiyyil Matin fi Syarhil Arba'in wa Tatimmatil Khamsin Lin Nawawi wa Ibni
Rajab Rahimahumallah."
Ditulis Oleh: Syaikh
'Abdul Muhsin bin Hamd al-'Abbad al-Badr.
Diterjemahkan oleh:
Abu Habiib Sofyan
Saladin.
Dalam Judul Versi Indonesia: "Syarah Hadits Arba'in an-Nawawi" (Plus 8 Hadits Ibnu Rajab).
Penerbit: "Darul
Ilmi", Cileungsi-Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar