AHLAN WA SAHLAN YA IKHWAH...
Sedikit kata untuk kita renungkan bersama...

Jumat, 29 April 2016

SYARAH HADITS ARBA'IN AN NAWAWI, Hadits Ke-28


Bismillaahir rahmaanir rahiim
Assalamu'alaykum wa rahmatullaah wa barakaatuh.


"Innal hamdalillaah nahmaduhu wanasta'iinuhu wanastaghfiruhu wana'uzdubillaahi minsyururi anfusinaa waminsayyi aati 'amaalinaa mayyahdihillaahu falaa mudhillalah wamayyudlil falaa hadiyalah."


"Asyhadu alaa ilaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu warasuuluh laa nabiy ya ba'da."


"Segala puji hanya milik Allah 'Aza wa Jalla, kita memuji-Nya, kita memohon pertolongan kepada-Nya, kita memohon ampun kepada-Nya, dan kita berlindung kepada-Nya dari kejelekan-kejelekan diri kita dan kejelekan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak ada seorangpun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak seorangpun yang dapat memberi hidayah kepadanya."


"Aku bersaksi bahwa tidak ada yang patut disembah dengan haq (benar) kecuali Allah 'Aza wa Jalla saja, dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya. Dan tidak ada Nabi setelahnya"


Qola Allaahu Ta'ala fii Kitabul Karim: "Yaa ayyuhal ladziina aamanu taqullaaha haqqo tuqootih walaa tamuutunna illaa wa antum muslimun."


Allah Ta'ala berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan beragama Islam."
(QS. Ali Imran: 102).


Wa qola Allaahu Ta'ala: "Yaa ayyuhan naasuttaquu robbakumul ladzii kholaqokum min nafsi wa hidah wa kholaqo minhaa dzaujaha wa batstsa minhuma rijaalan katsiiran wanisaa a wattaqullaah alladzii tasaa aluunabihi wal arhaama innallaaha kaana 'alaikum roqiibaa."


Dan AllahTa'ala berfirman: "Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Robb kalian yang telah menciptakan kalian dari diri yang satu, daripadanya Allah menciptakan istrinya dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan nama-Nya) kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian."
(QS. An Nisaa: 1).


Wa qola Allaahu Ta'ala: "Yaa ayyuhal ladziina aamanut taqullaah waquuluu qaulan sadiida yushlih lakum a'maalakum wa yaghfir lakum dzunuubakum wamayyuti 'illaah wa rasullahuu waqod faaza fauzan 'adzhiima."


Dan Allah Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dan katakanlah dengan perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki bagi kalian amal-amal kalian dan mengampuni bagi kalian dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar."
(QS. Al Ahzab: 70-71).


Amma ba'du, "Fa inna ashdaqol hadiitsi kitaabullaah wa khairal hadi hadi muhammadin shallallaahu 'alaihi wasallam wasyarril umuuri muhdatsaa tuhaa wakulla muhdatsa tin bid'ah wakulla bid'atin dholaalah wakulla dholaalatin fiinnar."


Amma ba'du: "Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan ada di neraka."


Ringkasan Syarah Hadits Arba’in Imam An Nawawi Rahimahullaahu Ta’ala,
Hadits Ke-28:


Dari Abu Najih Irbadh bin Sariah radhiyallahu 'anhu dia berkata: "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam memberikan kami nasihat yang membuat hati kami bergetar dan air mata kami bercucuran. Maka kami berkata: 'Ya Rasulullah, seakan-akan ini merupakan nasihat perpisahan, maka berilah kami wasiat.' Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Aku wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah Ta'ala, mendengar dan taat kepada pemimpin kalian meskipun yang memimpin kalian adalah seorang budak. Sesungguhnya barangsiapa di antara kalian yang masih hidup (sepeninggalku), akan menyaksikan banyaknya perselisihan. Maka hendaklah kalian berpegang teguh terhadap ajaranku dan ajaran Khulafa Rasyidin yang mendapatkan petunjuk, gigitlah dengan geraham. Hendaklah kalian menghindari perkara yang diada-adakan, karena semua perkara bid'ah adalah sesat'."
(HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dan dia berkata: "Hadits hasan shahih").


Ucapan Irbadh: "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam memberikan kami nasihat yang membuat hati kami bergetar dan air mata kami bercucuran." Mau'izhah adalah ucapan yang mengandung anjuran dan peringatan, mempengaruhi jiwa dan menyentuh hati, sehingga hati tergetar karena takut kepada Allah 'Aza wa Jalla. Irbadh radhiyallahu 'anhu mensifati Mau'izhah ini dengan ketiga sifat tersebut, yaitu Balaghah (bahasa yang tinggi), menyentuh hati dan membuat mata menangis. Ibnu Rajab berkata dalam Jami'ul Ulum Wal Hikam [II/111]: "Balaghah dalam Mau'izhah adalah sesuatu yang bagus. Sebab lebih dekat kepada hati dan lebih menariknya. Balaghah adalah berusaha memahamkan makna yang dimaksud dan menyambungkannya ke dalam hati para pendengar dengan bentuk paling baik dari lafazh-lafazh yang menunjukkan makna yang dimaksud, serta paling fasih, paling enak didengar dan paling mengena dalam hati." Allah 'Aza wa Jalla telah mensifati kaum mukminin bahwa hati mereka luluh dan mata mereka menangis ketika menyebut Allah 'Aza wa Jalla.


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal."
(QS. Al-Anfal: 2).


Dan Allah 'Aza wa Jalla juga berfirman:


"Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata."
(QS. Al-Ma'idah: 83).


Ucapannya: "Ya Rasulullah, seakan-akan ini merupakan nasihat perpisahan, maka berilah kami wasiat." Yaitu wasiat ini seperti wasiat perpisahan. Karenanya para shahabat yang mulia -orang-orang yang paling semangat terhadap setiap kebaikan-kebaikan- meminta wasiat universal dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam untuk mereka pegang dan amalkan. Sebab wasiat tatkala berpisah memiliki kekuatan tersendiri dalam jiwa. Kemungkinan Mau'izhah ini berisi sesuatu yang mengesankan perpisahan, sehingga mereka meminta wasiat ini.


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Aku wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah." Takwa kepada Allah 'Aza wa Jalla adalah seseorang membuat perlindungan antara dirinya dengan murka Allah. Dengan cara melakukan ketaatan dan menjauhi maksiat, serta membenarkan berita-berita (yang datang dari-Nya 'Aza wa Jalla). Takwa merupakan wasiat Allah 'Aza wa Jalla kepada generasi awal dan akhir. Sebagaimana firman Allah 'Aza wa Jalla:


"Dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah."
(QS. An-Nisa': 131).


Takwa merupakan sebab setiap kebaikan dan keberuntungan di dunia dan di akhirat. Terdapat banyak perintah untuk bertakwa kepada Allah 'Aza wa Jalla dalam ayat-ayat Al-Qur'an. Terutama ayat yang diawali dengan kalimat "Wahai orang-orang yang beriman" demikian pula dalam wasiat-wasiat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam kepada para shahabatnya.


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Mendengar dan taat kepada pemimpin kalian meskipun yang memimpin kalian adalah seorang budak." Ini merupakan wasiat untuk mendengar dan taat kepada pemerintah kecuali dalam hal kemaksiatan kepada Allah 'Aza wa Jalla, meskipun pemimpin tersebut seorang budak. Para ulama sepakat bahwa budak tidak berhak menjadi pemimpin. Adapun hadits ini dan hadits lainnya yang senada, bisa jadi sebagai bentuk penekanan agar senantiasa mendengar dan taat kepada seorang budak jika menjadi pemimpin, meski hal seperti ini tidak terjadi. Atau kemungkinan lainnya: seorang khalifah mengangkat seorang budak untuk memimpin di sebuah kampung atau jama'ah. Atau kemungkinan lainnya: ketika dia diangkat, dia sudah merdeka, namun disebut budak karena dulu dia seorang budak. Atau kemungkinan lainnya: seorang budak naik menjadi pemimpin dengan mengalahkan orang-orang merdeka, lalu keadaan tetap normal dan aman. Sebab jika menentangnya akan timbul hal yang lebih munkar dari kepemimpinannya.


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Sesungguhnya barangsiapa di antara kalian yang masih hidup (sepeninggalku) akan menyaksikan banyaknya perselisihan." Ini termasuk salah satu bukti kenabian beliau Shallallahu 'alaihi wasallam. Dimana beliau mengabarkan tentang apa yang akan terjadi, dan benar-benar terjadi seperti yang telah beliau beritakan. Sesungguhnya para shahabat Nabi yang panjang usianya mendapati banyak perselisihan dan ketidak sesuaian dengan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan para shahabatnya. Dengan bermunculannya kelompok-kelompok sesat, seperti Qadariyah, Khawarij dan lain-lainnya.


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Maka hendaklah kalian berpegang teguh terhadap ajaranku dan ajaran Khulafa Rasyidin yang mendapatkan petunjuk, gigitlah dengan geraham." Setelah beliau Shallallahu 'alaihi wasallam memberitakan tentang akan terjadinya banyak perpecahan, beliau memberikan tuntunan menuju jalan selamat, yaitu dengan berpegang teguh kepada sunnah beliau dan sunnah para Khulafa Rasyidin. Para Khulafa Rasyidin adalah Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali radhiyallahu 'anhuma. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam telah mensifati kekhalifahan mereka dengan Khilafah Nubuwah. Sebagaimana disebut dalam hadits Safinah:


"Khilafah Nubuwah (berlangsung) tiga puluh tahun. Kemudian Allah memberikan kekuasaan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya."
[HR. Abu Daud (4646) dan lainnya].


Hadits ini shahih disebutkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah [460]. Beliau menukil tashih hadits ini dari sembilan ulama. Ibnu Rajab [II/120] berkata: "Sunnah adalah jalan yang ditapaki. Sehingga sunnah mencakup apa-apa yang beliau Shallallahu 'alaihi wasallam jalani dan apa-apa yang dijalani oleh para Khulafa Rasyidin berupa akidah, perbuatan dan ucapan. Inilah dia sunnah secara sempurna. Karena itu para salaf tidak memutlakkan kata sunnah kecuali untuk apa yang mencakup semua itu. Makna ini diriwayatkan dari Al-Hasan, Al-Auza'i dan Fudhail bin Iyadh. Dan banyak dari kalangan ulama belakangan mengkhususkan istilah sunnah untuk hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan atau akidah, sebab akidah adalah pokok agama. Orang yang menyelisihinya berada dalam bahaya besar."


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam telah memotivasi untuk berpegang teguh kepada sunnahnya dan sunnah para Khulafa Rasyidin dengan sabda beliau: "Fa'alaykum" yang berbentuk kata perintah (Fi'il Amr). Kemudian beliau menuntun untuk berpegang dengan keras dalam sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Gigitlah ia dengan geraham." An-Nawajiz adalah geraham. Ini adalah ungkapan untuk berpegang dengan keras.


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Hendaklah kalian menghindari perkara yang diada-adakan, karena semua perkara bid'ah adalah sesat." Perkara baru adalah apa-apa yang diada-adakan dalam urusan agama dan tidak memiliki dasar dalam agama. Hal ini kembali kepada perselisihan dan perpecahan tercela yang Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam sebutkan dalam sabda beliau: "Sesungguhnya barangsiapa di antara kalian yang masih hidup (sepeninggalku) akan menyaksikan banyaknya perselisihan." Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mensifati semua bid'ah adalah sesat, sehingga tidak ada sedikitpun bid'ah yang baik, berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam: "Dan setiap bid'ah adalah sesat." Muhammad bin Nashr meriwayatkan dalam Kitabus Sunnah dengan sanad yang shahih dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma dia berkata: "Setiap bid'ah adalah sesat meskipun dipandang baik oleh manusia." Asy-Syathibi dalam Al-I'tisham menyebutkan dari Ibnu Majisyun, dia berkata: "Aku mendengar Malik berkata: 'Barangsiapa yang membuat satu bid'ah dalam Islam dan menganggapnya baik, maka dia telah mengklaim bahwa Muhammad telah mengkhianati kerasulan. Karena Allah berfirman: "Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian." Maka apa-apa yang tidak menjadi bagian agama pada hari itu tidak akan menjadi agama pula pada hari ini'." Abu Utsman an-Naisaburi berkata: "Barangsiapa yang menguasakan sunnah atas dirinya dengan ucapan dan perbuatan maka dia akan berbicara dengan sunnah. Dan barangsiapa yang menguasakan hawa nafsu atas dirinya dengan ucapan dan perbuatan, maka dia akan berbicara dengan bid'ah." Silahkan lihat Hilyatul Auliya [X/244]. Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya [1017]:


"Barangsiapa yang memulai dalam Islam sunnah yang baik maka dia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya."


Hadits ini diartikan dengan teladan yang baik dalam kebaikan. Sebagaimana hal itu jelas dalam sebab datangnya hadits tersebut. Yaitu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam memotivasi untuk bersedekah. Maka datanglah seorang lelaki Anshar membawa karung besar, lalu orang-orang mengikutinya untuk ikut bersedekah. Ketika itulah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menyabdakan hadits tersebut. Hadits tersebut juga diartikan dengan orang yang menampakkan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan menghidupkannya. Sebagaimana terjadi pada Umar radhiyallahu 'anhu ketika mengumpulkan manusia untuk shalat tarawih pada bulan Ramadhan. Sesungguhnya dia menghidupkan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, sebab beliau shalat tarawih mengimami manusia pada beberapa malam di bulan Ramadhan, lalu beliau meninggalkannya karena khawatir akan diwajibkan atas mereka. Sebagaimana dalam Shahih Bukhari [2012]. Dan setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam wafat, hilanglah kekhawatiran tersebut sebab tasyri' (wahyu) telah terputus mengikuti wafat beliau Shallallahu 'alaihi wasallam, sehingga hukumnya tetap mustahab. Lalu Umar radhiyallahu 'anhu menghidupkannya, dan ini termasuk pula kategori sunnah para Khulafa Rasyidin. Adapun ucapan beliau radhiyallahu 'anhu:


"Ini adalah sebagus-bagus bid'ah."


Sebagaimana dalam Shahih Bukhari [2010], maksudnya adalah menghidupkan shalat tarawih, dan maksudnya adalah bid'ah secara bahasa. Contoh lainnya adalah Utsman radhiyallahu 'anhu menambahkan adzan pada hari Jum'at. Para shahabat radhiyallahu 'anhuma yang lain menyetujuinya, sehingga ini merupakan sunnah Khulafa Rasyidin. Adapun apa yang datang dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma bahwa hal tersebut merupakan bid'ah, jika itu shahih maka maksudnya adalah bid'ah secara bahasa, bukanlah bid'ah secara syari'at.


Di antara kandungan hadits ini adalah:


1. Disukainya memberikan nasihat dan peringatan di sebagian kesempatan, sebab hal tersebut memiliki pengaruh atas hati.

2. Semangat para shahabat radhiyallahu 'anhuma atas kebenaran, sebab mereka meminta wasiat dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.

3. Hal terpenting untuk diwasiatkan adalah ketakwaan kepada Allah 'Aza wa Jalla, yang artinya menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

4. Di antara hal terpenting yang diwasiatkan adalah mendengar dan taat kepada pemerintah, sebab hal tersebut mengandung manfaat bagi kaum muslimin di dunia dan di akhirat.

5. Penekanan dalam motivasi untuk senantiasa mendengar dan taat, meskipun pemimpinnya seorang hamba sahaya.

6. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mengabarkan tentang banyaknya perselisihan di tengah umatnya, lalu hal tersebut terjadi sebagaimana yang beliau kabarkan. Ini merupakan salah satu bukti kenabian beliau Shallallahu 'alaihi wasallam.

7. Jalan selamat dari perselisihan dalam agama adalah melazimi sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan sunnah para Khulafa Rasyidin.

8. Penjelasan tentang keutamaan para Khulafa Rasyidin. Mereka adalah Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali radhiyallahu 'anhuma. Dan bahwasanya mereka mendapatkan petunjuk.

9. Peringatan terhadap segala hal yang diada-adakan dalam agama tanpa ada dasar darinya.

10. Semua bid'ah adalah sesat, tidak ada sedikitpun yang baik.

11. Penggabungan antara targhib (motivasi) dan tarhib (peringatan). Berdasarkan sabda beliau dalam memotivasi: "Peganglah oleh kalian" dan dalam memberi peringatan: "Hindari oleh kalian."

12. Penjelasan tentang pentingnya wasiat untuk bertakwa kepada Allah 'Aza wa Jalla, mendengar dan taat kepada pemimpin, mengikuti sunnah dan meninggalkan bid'ah. Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mewasiatkan semua itu kepada para shabatnya setelah ucapan mereka tentang nasihat beliau: "Seakan-akan ini adalah nasihat perpisahan."


Wa Allahu Ta'ala a'lam.
Wassalamu'alaykum wa rahmatullah wa barakatuh.


Sumber:


Kitab "Fathul Qawiyyil Matin fi Syarhil Arba'in wa Tatimmatil Khamsin Lin Nawawi wa Ibni Rajab Rahimahumallah."
Ditulis Oleh: Syaikh 'Abdul Muhsin bin Hamd al-'Abbad al-Badr.
Diterjemahkan oleh:
Abu Habiib Sofyan Saladin.
Dalam Judul Versi Indonesia: "Syarah Hadits Arba'in an-Nawawi" (Plus 8 Hadits Ibnu Rajab).
Penerbit: "Darul Ilmi", Cileungsi-Bogor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar