Bismillahirahmaanirrahiim.
Assalammu’alaikum
wa rahmatullah wa barakatuh Ikhwan wa akhwat fillah.
Segala puji
hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala, shalawat dan salam semoga tetap
tercurahkan
kepada baginda Rasulullah Shallallahu 'alaihiwasallaam, dan aku bersaksi bahwa
tiada tuhan yang
berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang
Maha Esa dan
tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah hamba dan
utusan -Nya.. Amma Ba’du:
Sahabat
fillah...mari sejenak kita renungi dan tadabur tentang Firman Allah Ta’ala
dalam surah Al-Maa’uun, yg sering kita dengar saat imam membacakannya waktu
shalat berjama’ah.
1.
Ara aitalladzii yukadz dzibubiddiin.
2.
Fadzaa likalladzii ya du’ ‘ulyatiim.
3.
Walaa yahuddu ‘alaa tho’aa milmiskiin.
4.
Fawailullil musholliin.
5.
Alladzii nahum ‘ansholaa tihim saa huun.
6.
Alladzii nahum yuraa uun.
7. Wayam
na ‘uunal maa ‘uun.
Yang artinya :
1.
Tahukah
kamu (orang) yang mendustakan agama?
2.
Itulah
orang yang menghardik anak yatim.
3.
Dan
tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
4.
Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat.
5.
(Yaitu)
orang-orang yang lalai dari shalatnya.
6.
Orang-orang
yang berbuat ria.
7.
Dan
enggan (menolong dengan) barang berguna.
(QS.
Al-Maa’uun: 1-7).
Firman Allah
Ta’ala :
“Tahukah kamu (orang)
yang mendustakan agama?”
Maksudnya adalah
tidakkah engkau menyaksikan wahai Muhammad orang yang mendustakan hari
pembalasan, baik peristiwa-peristiwa yang ada di dalamnya berupa balasan dan siksaan?
Dikatakan bahwa ayat ini umum bagi setiap orang yang menjadi sasaran perintah
ini, mereka itulah orang-orang yang mengingkari hari pembalasan, seperti dalam
Firman Allah Ta’ala :
Dan mereka
selalu mengatakan: “Apakah apabila kami mati dan menjadi tanah dan tulang
belulang, apakah sesungguhnya kami benar-benar akan dibangkitkan kembali?”
(QS. Al-Waaqi’ah:
47).
Dan di antara
yang mendustakan hari pembalasan itu ada yang berkata:
"Siapakah
yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?
(QS. Yasin: 78)
Firman Allah
Ta’ala :
“Itulah orang
yang menghardik anak yatim”.
Maksudnya adalah
mereka yang menghardik anak yatim, menzalimi hak-haknya, dan tidak memberinya
makan, tidak berbuat baik kepada mereka. Yatim adalah orang yang bapakanya
telah meninggal dan dia di bawah usia baligh baik lelaki atau wanita.
Firman Allah Ta’ala :
“Dan tidak
menganjurkan memberi makan orang miskin.”
Maksudnya adalah
tidak memerintahkan untuk memberi makan orang miskin karena kebakhilan atau
karena mendustakan hari pembalasan.
Sebagaimana
disebutkan di dalam firman Allah Subhanahu wa ta'ala :
“Sekali-kali
tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim, dan kamu tidak
saling mengajak memberi makan orang miskin.”
(QS. Al-Fajr:
17-18).
Firman Allah Ta’ala :
“Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya.”
Kata “wail”
bermakna: Siksa bagi mereka. Sebagian ahli tafsir berkata:
Mereka adalah
orang yang mengakhirkan shalat dari waktunya, dan mereka tidak menunaikan
shalat kecuali setelah keluar waktunya.
Diriwayatkan
oleh Abu Ya’la di dalam musnadnya dari hadits riwayat Mus’ab bin Sa’d dari
Sa’id bin Abi Waqqas berkata: Aku berkata kepada bapakku:
“Wahai bapakku,
bagaimanakah pendapatmu tentang firman Allah Subhanahu wa ta'ala:
(yaitu)
orang-orang yang lalai dari shalatnya.”
Siapakah di
antara kita yang tidak lupa dan tidak membisikkan sesuatu pada dirinya? Dia
berkata: Bukanlah itu maksudnya, adalah menyia-nyiakan waktu shalat, dia lalai
sehingga menyia-nyiakan waktu shalat yang sudah tiba waktunya.
Allah Ta’ala berfirman :
“Maka datanglah
sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan
memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.”
(QS. Maryam:
59).
Dan ulama yang
lain berkata: Mereka meninggalkan shalat dan tidak pula menunaikannya.
Penafsiran ini datang dari Ibnu Abbas. Dan ada yang berkata: Mereka adalah
orang-orang munafiq yang meninggalkan shalat secara rahasia dan menjalankannya
secara terang-terangan (memperlihatkan) saja.
Ibnu Katsir
rahimahullah berkata: Maksudnya adalah mereka selalu atau biasanya meninggalkan
shalat sampai akhir waktunya, atau mereka tidak mengerjakan shalat dengan
sempurna baik dalam rukun-rukunnya, syarat-syaratnya, mereka tidak
mengerjakannya sesuai dengan apa yang
diperintahkan,
atau mereka tidak khusyu dalam menjalankan shalat dan tidak pula merenungi
makna yang terkandung di dalamnya. Makna lafaz yang disebutkan oleh Al-Qur’an
tersebut mencakup semua makna ini. Maka setiap orang yang memiliki sifat
seperti ini berarti dia termasuk dalam bagian yang disebutkan di dalam ayat di
atas, dan barangsiapa yang memiliki prilaku seperti semua prilaku yang
disebutkan di dalam penafsiran ayat di atas maka sempurnalah bagiannya dalam
keburukan tersebut. Yaitu kesempurnaan nifaq yang bersifat amali, sebagaimana
disebutkan di dalam riwayat Muslim dari Anas bin Malik bahwa Nabi Muhammad Shallallahu
'alaihiwasallaam bersabda:
“Itulah
shalatnya orang munafiq, duduk menunggu bulan, sehingga apabila telah sampai
pada dua tanduk setan maka diapun bangkit dan shalat dengan cepat empat rekaat,
tidak menyebut Allah padanya kecuali sedikit”.
Mereka
mengerjakan pada waktu yang dimakruhkan, kemudian dia mengerjakannya pada waktu
tersebut, mereka mengerjakannya dengan cepat sama seperti burung gagak mematuk,
tidak thum’aninah dan tidak pula khusyu’, oleh karena itulah Rasulullah Shallallahu
'alaihiwasallaam bersabda: “...tidak menyebut Allah padanya kecuali sedikit”.
Dan semoga yang mendorong mereka melakukan hal itu adalah untuk berbuat riya’
di hadapan orang lain, bukan untuk mengharap keridhaan Allah Subhanahu wa
ta'ala, hal itu sama saja dengan tidak shalat secara keseluruhan.
Allah Subhanahu
wa Ta'ala berfirman:
“Sesungguhnya
orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka.
Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka
bermaksud riya’ (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka
menyebut Allah kecuali sedikit sekali.”
(QS. An-Nisaa’:
142).
Dan di dalam
ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
“orang-orang
yang berbuat riya’. dan enggan (menolong dengan) barang berguna”.
Artinya mereka
tidak berbuat ihsan dalam beribadah kepada Tuhan mereka dengan mewujudkan
keikhlaskan dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan tidak pula
berbuat ihsan kepada makhluk -Nya walaupun dengan memberikan pinjaman barang
yang bisa dimanfaatkan, dan bisa digunakan untuk keperluan tertentu padahal
wujud barang tersebut tetap serta akan dikemblikan kepada mereka selaku
pemilik, seperti meminjam bejana, ember dan parang. Maka orang yang bertype
seperti ini akan lebih gampang dalam meninggalkan zakat dan ibadah lainnya.
Di antara
pelajaran yang dapat dipetik dari ayat ini adalah:
Pertama: Ayat
ini menjelaskan tentang anjuran memberi makan kepada orang miskin dan anak
yatim. Diriwayatkan oleh AL-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Sahl bin Sa’d
bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihiwasallaam bersabda: “Aku bersama orang
yang menanggung anak yatim seperti ini”. Dan beliau menjadikan jari telunjuk
berjejeran dengan jari tengah.
Diriwayatkan
oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu bahwa Nabi Muhammad Shallallahu
'alaihiwasallaam bersabda: “Orang yang berusaha untuk kebutuhan wanita janda dan
miskin seperti seorang mujahid di jalan Allah”, dan aku menyangka beliau
bersabda: “Seperti orang yang bangun malam tanpa merasa putus asa dan orang
yang puasa yang tidak pernah meninggalkannya”.
Kedua: Anjuran
untuk menunaikan shalat tepat waktu.
Allah Subhanahu
wa Ta'ala berfirman:
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat
(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.
Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu
(sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman”.
(QS. An-Nisaa’:
103).
Diriwayatkan
oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari
Abdullah bin
Mas’ud Radhiyallahu’anhu
berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah : Amal apakah yang paling dicintai oleh
Allah?
Beliau Shallallahu
'alaihiwasallaam bersabda: “Shalat tepat pada waktunya”.
Ketiga: Anjuran
untuk mengerjakan kebajikan, dan berbuat baik kepada orang lain dengan
memberikan meminjam harta walaupun kecil, seperti meminjamkan bejana, timba,
buku, parang dan yang lainnya, sebab Allah Ta’ala mencela orang yang tidak
berbuat demikian.
Diriwayatkan
oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Ibnu Amr, bahwa Nabi Muhammad Shallallahu
'alaihiwasallaam bersabda: “Empatpuluh kebaikan, dan yang paling tinggi adalah
menghadiahkan seekor kambing betina. Tidaklah seseorang mengerjakan salah satu
dari bagian tersebut karena mengharap pahala dari Allah Subhanahu wa Ta'ala dan
percaya akan dijanjikan kecuali Allah akan memasukkannya ke dalam surga”.
Hasan berkata:
Maka kami kembali dan menghitung apa saja yang termasuk dalam pemberian yang
nilainya di bawah kambing betina, seperti menjawab salam, mendo’akan orang yang
bersin, menjauhkan gangguan dari jalan umum dan yang lainnya, dan kami tidak
mampu menyebut lima
belas kebaikan.
Keempat: Anjuran
untuk berbuat ikhlas dalam beramal dan waspada terhadap riya’ dan sum’ah,
sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala tentang sifat orang-orang yang
beriman:
“Dan mereka memberikan
makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.
Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan
Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima
kasih.”
(QS. Al-Insaan:
8-9).
Diriwayatkan
oleh Al-Bukhari dan Muslim dari hadits riwayat Jundub Radhiyallahu’anhu bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihiwasallaam
bersabda: Barangsiapa yang memperdengarkan amal baiknya, maka Allah akan
memperdengarkannya, dan barangsiapa yang memperlihatkan amal baiknya maka Allah
akan memperlihatkan amal baiknya di hadapan orang lain”.
Maknanya adalah :
barangsiapa yang senang memperdengarkan amal baiknya maka Allah akan
menyingkapnya dan menjelaskan serta mambuka kedoknya di hadapan masyarakat
bahwa orang tersebut tidak ikhlas dalam berbuat, namun dia ingin
memperdengarkan kebaikannya agar manusia memujinya atas ibadah yang telah
dikerjakannya, begitu pula dengan orang yang memperlihatkan amal baiknya maka
Allah pun akan memperlihatkan amal tersebut di hadapan orang lain dan
menyingkap kedoknya baik cepat atau lambat.
Segala puji bagi
Allah Subhanahu wa ta'ala Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap
tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihiwasallaam dan kepada
keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.