AHLAN WA SAHLAN YA IKHWAH...
Sedikit kata untuk kita renungkan bersama...

Sabtu, 04 Januari 2014

SEJENAK MERENUNGI TAFSIR SURAH AL MAA 'UUN


Bismillahirahmaanirrahiim.

Assalammu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh Ikhwan wa akhwat fillah.
Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala, shalawat dan salam semoga tetap
tercurahkan kepada baginda Rasulullah Shallallahu 'alaihiwasallaam, dan aku bersaksi bahwa
tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang
Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah hamba dan utusan -Nya.. Amma Ba’du:

Sahabat fillah...mari sejenak kita renungi dan tadabur tentang Firman Allah Ta’ala dalam surah Al-Maa’uun, yg sering kita dengar saat imam membacakannya waktu shalat berjama’ah.

1.      Ara aitalladzii yukadz dzibubiddiin.
2.      Fadzaa likalladzii ya du’ ‘ulyatiim.
3.      Walaa yahuddu ‘alaa tho’aa milmiskiin.
4.      Fawailullil musholliin.
5.      Alladzii nahum ‘ansholaa tihim saa huun.
6.      Alladzii nahum yuraa uun.
7.       Wayam na ‘uunal maa ‘uun.
Yang artinya :

1.      Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
2.      Itulah orang yang menghardik anak yatim.
3.      Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
4.      Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat.
5.      (Yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.
6.      Orang-orang yang berbuat ria.
7.      Dan enggan (menolong dengan) barang berguna.
(QS. Al-Maa’uun: 1-7).

Firman Allah Ta’ala :
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?”

Maksudnya adalah tidakkah engkau menyaksikan wahai Muhammad orang yang mendustakan hari pembalasan, baik peristiwa-peristiwa yang ada di dalamnya berupa balasan dan siksaan? Dikatakan bahwa ayat ini umum bagi setiap orang yang menjadi sasaran perintah ini, mereka itulah orang-orang yang mengingkari hari pembalasan, seperti dalam Firman Allah Ta’ala  :

Dan mereka selalu mengatakan: “Apakah apabila kami mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami benar-benar akan dibangkitkan kembali?”
(QS. Al-Waaqi’ah: 47).

Dan di antara yang mendustakan hari pembalasan itu ada yang berkata:
"Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?
(QS. Yasin: 78)

Firman Allah Ta’ala :
“Itulah orang yang menghardik anak yatim”.

Maksudnya adalah mereka yang menghardik anak yatim, menzalimi hak-haknya, dan tidak memberinya makan, tidak berbuat baik kepada mereka. Yatim adalah orang yang bapakanya telah meninggal dan dia di bawah usia baligh baik lelaki atau wanita.

Firman Allah Ta’ala :
“Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.”

Maksudnya adalah tidak memerintahkan untuk memberi makan orang miskin karena kebakhilan atau karena mendustakan hari pembalasan.
Sebagaimana disebutkan di dalam firman Allah Subhanahu wa ta'ala :
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim, dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin.”
(QS. Al-Fajr: 17-18).

Firman Allah Ta’ala :

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.”
Kata “wail” bermakna: Siksa bagi mereka. Sebagian ahli tafsir berkata:
Mereka adalah orang yang mengakhirkan shalat dari waktunya, dan mereka tidak menunaikan shalat kecuali setelah keluar waktunya.
Diriwayatkan oleh Abu Ya’la di dalam musnadnya dari hadits riwayat Mus’ab bin Sa’d dari Sa’id bin Abi Waqqas berkata: Aku berkata kepada bapakku:
“Wahai bapakku, bagaimanakah pendapatmu tentang firman Allah Subhanahu wa ta'ala:
(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.”
Siapakah di antara kita yang tidak lupa dan tidak membisikkan sesuatu pada dirinya? Dia berkata: Bukanlah itu maksudnya, adalah menyia-nyiakan waktu shalat, dia lalai sehingga menyia-nyiakan waktu shalat yang sudah tiba waktunya.

Allah Ta’ala berfirman :

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.”
(QS. Maryam: 59).

Dan ulama yang lain berkata: Mereka meninggalkan shalat dan tidak pula menunaikannya. Penafsiran ini datang dari Ibnu Abbas. Dan ada yang berkata: Mereka adalah orang-orang munafiq yang meninggalkan shalat secara rahasia dan menjalankannya secara terang-terangan (memperlihatkan) saja.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: Maksudnya adalah mereka selalu atau biasanya meninggalkan shalat sampai akhir waktunya, atau mereka tidak mengerjakan shalat dengan sempurna baik dalam rukun-rukunnya, syarat-syaratnya, mereka tidak mengerjakannya sesuai dengan apa yang
diperintahkan, atau mereka tidak khusyu dalam menjalankan shalat dan tidak pula merenungi makna yang terkandung di dalamnya. Makna lafaz yang disebutkan oleh Al-Qur’an tersebut mencakup semua makna ini. Maka setiap orang yang memiliki sifat seperti ini berarti dia termasuk dalam bagian yang disebutkan di dalam ayat di atas, dan barangsiapa yang memiliki prilaku seperti semua prilaku yang disebutkan di dalam penafsiran ayat di atas maka sempurnalah bagiannya dalam keburukan tersebut. Yaitu kesempurnaan nifaq yang bersifat amali, sebagaimana disebutkan di dalam riwayat Muslim dari Anas bin Malik bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihiwasallaam bersabda:
“Itulah shalatnya orang munafiq, duduk menunggu bulan, sehingga apabila telah sampai pada dua tanduk setan maka diapun bangkit dan shalat dengan cepat empat rekaat, tidak menyebut Allah padanya kecuali sedikit”.
Mereka mengerjakan pada waktu yang dimakruhkan, kemudian dia mengerjakannya pada waktu tersebut, mereka mengerjakannya dengan cepat sama seperti burung gagak mematuk, tidak thum’aninah dan tidak pula khusyu’, oleh karena itulah Rasulullah Shallallahu 'alaihiwasallaam bersabda: “...tidak menyebut Allah padanya kecuali sedikit”. Dan semoga yang mendorong mereka melakukan hal itu adalah untuk berbuat riya’ di hadapan orang lain, bukan untuk mengharap keridhaan Allah Subhanahu wa ta'ala, hal itu sama saja dengan tidak shalat secara keseluruhan.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.”
(QS. An-Nisaa’: 142).

Dan di dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

“orang-orang yang berbuat riya’. dan enggan (menolong dengan) barang berguna”.
Artinya mereka tidak berbuat ihsan dalam beribadah kepada Tuhan mereka dengan mewujudkan keikhlaskan dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan tidak pula berbuat ihsan kepada makhluk -Nya walaupun dengan memberikan pinjaman barang yang bisa dimanfaatkan, dan bisa digunakan untuk keperluan tertentu padahal wujud barang tersebut tetap serta akan dikemblikan kepada mereka selaku pemilik, seperti meminjam bejana, ember dan parang. Maka orang yang bertype seperti ini akan lebih gampang dalam meninggalkan zakat dan ibadah lainnya.

Di antara pelajaran yang dapat dipetik dari ayat ini adalah:
Pertama: Ayat ini menjelaskan tentang anjuran memberi makan kepada orang miskin dan anak yatim. Diriwayatkan oleh AL-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Sahl bin Sa’d bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihiwasallaam bersabda: “Aku bersama orang yang menanggung anak yatim seperti ini”. Dan beliau menjadikan jari telunjuk berjejeran dengan jari tengah.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihiwasallaam bersabda: “Orang yang berusaha untuk kebutuhan wanita janda dan miskin seperti seorang mujahid di jalan Allah”, dan aku menyangka beliau bersabda: “Seperti orang yang bangun malam tanpa merasa putus asa dan orang yang puasa yang tidak pernah meninggalkannya”.

Kedua: Anjuran untuk menunaikan shalat tepat waktu.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
 “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.
(QS. An-Nisaa’: 103).

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari
Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu’anhu berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah : Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah?
Beliau Shallallahu 'alaihiwasallaam bersabda: “Shalat tepat pada waktunya”.

Ketiga: Anjuran untuk mengerjakan kebajikan, dan berbuat baik kepada orang lain dengan memberikan meminjam harta walaupun kecil, seperti meminjamkan bejana, timba, buku, parang dan yang lainnya, sebab Allah Ta’ala mencela orang yang tidak berbuat demikian.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Ibnu Amr, bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihiwasallaam bersabda: “Empatpuluh kebaikan, dan yang paling tinggi adalah menghadiahkan seekor kambing betina. Tidaklah seseorang mengerjakan salah satu dari bagian tersebut karena mengharap pahala dari Allah Subhanahu wa Ta'ala dan percaya akan dijanjikan kecuali Allah akan memasukkannya ke dalam surga”.
Hasan berkata: Maka kami kembali dan menghitung apa saja yang termasuk dalam pemberian yang nilainya di bawah kambing betina, seperti menjawab salam, mendo’akan orang yang bersin, menjauhkan gangguan dari jalan umum dan yang lainnya, dan kami tidak mampu menyebut lima
belas kebaikan.

Keempat: Anjuran untuk berbuat ikhlas dalam beramal dan waspada terhadap riya’ dan sum’ah, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala tentang sifat orang-orang yang beriman:
“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.”
(QS. Al-Insaan: 8-9).

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari hadits riwayat Jundub Radhiyallahu’anhu bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihiwasallaam bersabda: Barangsiapa yang memperdengarkan amal baiknya, maka Allah akan memperdengarkannya, dan barangsiapa yang memperlihatkan amal baiknya maka Allah akan memperlihatkan amal baiknya di hadapan orang lain”.
Maknanya adalah : barangsiapa yang senang memperdengarkan amal baiknya maka Allah akan menyingkapnya dan menjelaskan serta mambuka kedoknya di hadapan masyarakat bahwa orang tersebut tidak ikhlas dalam berbuat, namun dia ingin memperdengarkan kebaikannya agar manusia memujinya atas ibadah yang telah dikerjakannya, begitu pula dengan orang yang memperlihatkan amal baiknya maka Allah pun akan memperlihatkan amal tersebut di hadapan orang lain dan menyingkap kedoknya baik cepat atau lambat.
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa ta'ala Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihiwasallaam dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.

Wasallammu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.