Bismillaahir Rahmaanir Rahiim...
Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah
kesabaranmu."
(QS. Ali Imran: 200)
Sabar ada tiga macam, yaitu sabar dalam melakukan ketaatan
kepada Allah, sabar dari meninggalkan keharaman-keharaman Allah, dan sabar
dalam menghadapi takdir Allah. Sungguh, Allah telah memerintahkan bersabar atas
semua hal tersebut.
Firman Allah Ta'ala:
'Wa shoo biruu' artinya kalahkanlah
orang-orang kafir dengan bersabar. Oleh karenanya, jangan sampai mereka lebih
sabar dari pada kalian semua, karena sesungguhnya mereka menderita kesakitan
sebagaimana mereka pun menderita kesakitan, sedang kamu masih dapat
mengharapkan dari Allah apa yang tidak dapat mereka harapkan.
Firman Allah Subhanahu
wa Ta'ala: 'Waroo bithuu' artinya
tegakkanlah jihad. Nabi Shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, "Berjuang sehari dijalan Allah lebih
baik dari pada dunia dan seisinya." Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda, "Maukah kalian aku tunjukkan
suatu amalan yang dengannya Allah akan menghapuskan segala macam kesalahan dan
mengangkat beberapa derajat?" Para shahabat menjawab, "Tentu
wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Menyempurnakan wudhu' dalam
kondisi yang tidak disukai, memperbanyak langkah kaki ke masjid, dan menanti
shalat setelah selesai melakukan shalat. Yang sedemikian itulah yang dinamakan
perjuangan."
(HR. Muslim)
Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman:
"Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar
gembira kepada orang-orang yang sabar."
(QS. Al-Baqarah: 155).
Bersabar atas cobaan dan bencana dengan menyebut-nyebut
kebaikan dan mendapat pahala yang agung.
"Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan tanpa
batas."
(QS. Az-Zumar: 10)
Tanpa takaran dan tanpa ukuran. Karenanya, tidak ada balasan
melebihi balasan sabar.
"Tetapi barangsiapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian
itu termasuk perbuatan yang mulia."
(QS. Asy-Asyura: 43)
Maksudnya disini, orang yang bersabar, lalu ia tidak mencari
menang sendiri dan memaafkan orang yang menzhaliminya, sesungguhnya hal itu
termasuk perbuatan yang terpuji.
"Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat.
Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar."
(QS. Al-Baqarah: 153)
Maksudnya, mohonlah pertolongan untuk mendapat akhirat
dengan menahan nafsu meninggalkan maksiat dan sabar melaksanakan kewajiban,
karena sesungguhnya shalat mencegah perbuatan keji dan munkar.
"Dan sungguh, Kami benar-benar akan menguji sehingga Kami
mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan bersabar diantara
kamu."
(QS. Muhammad: 31)
Ayat-ayat tentang perintah sabar dan keutamaannya sangat
banyak dan terkenal. Artinya, sungguh Kami akan menguji kalian semua dengan
beberapa beban, sehingga dapat terbedakan antara orang yang bersungguh-sungguh
dalam agamanya dan orang yang munafik.
Allah Subhaahu wa Ta'ala
berfirman:
"Dan diantara manusia ada yang menyembah Allah hanya di tepi, maka
jika dia memperoleh kebajikan, dia merasa puas, dan jika ia ditimpa suatu
cobaan, ia berbalik ke belakang. Dia rugi di dunia dan di akhirat. Itulah
kerugian yang nyata."
(QS. Al-Hajj: 11)
Dikatakan bahwa sesungguhnya sabar disebutkan dalam seratus tempat
di dalam Al-Qur'an.
1/25.
Dari Abu Malik Al-Harits bin Ashim Al-Asy'ari
radhiyallahu'anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, 'Bersuci adalah separuh keimanan, (ucapan)
Alhamdulillah itu memenuhi timbangan, (ucapan) Subhanallah dan Alhamdulillah
itu dapat memenuhi atau mengisi penuh antara langit dan bumi. Shalat adalah
cahaya, sedekah merupakan bukti, sabar merupakan cahaya pula, Al-Qur'an dapat
menjadi hujjah yang membelamu dan dapat pula sebagai hujjah yang memberatkanmu.
Setiap orang berpagi-pagi, maka ada yang menjual dirinya (kepada Allah) berarti
ia membebaskan dirinya sendiri atau merusakkan dirinya sendiri."
[Shahih: Muslim (223), At-Tirmidzi (3512), An-Nasa'i (1/87),
Ibnu Majjah (271)].
(HR. Muslim).
Kosakata asing:
'Ath thuhuuru syatrul iimaan' artinya 'separuhnya' karena
karakter iman ada dua macam, yaitu lahir dan bathin.
Bersuci termasuk karakter yang lahir, sedangkan tauhid
termasuk karakter bathin. Nabi Shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, "Tidak ada salah seorang diantara
kalian yang berwudhu', menyempurnakan wudhu' nya, kemudian membaca, 'Asyhadu an
la ilaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan abduhu warasuluh' (Saya
bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak untuk disembah selain Allah dan saya
bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya) melainkan dibukakan baginya
pintu-pintu syurga yang delapan. Ia dapat masuk melalui pintu mana saja yang ia
kehendaki."
'Walhamdulillaahi taml'ul miizaan' artinya 'Pahalanya memenuhi timbangan
amal orang yang memuji kepada Allah.'
Di dalam hadits lain disebutkan, "Tasbih merupakan separuh
timbangan, 'Alhamdulillaah' dapat memenuhi timbangan, 'La ilaha illallaah'
tidak ada penghalang selain Allah sehingga sampai kepada-Nya."
Penyebab keagungan keutamaan kalimat-kalimat ini adalah
penyucian dan pengesaan serta rasa butuh kepada Allah yang tercakup di
dalamnya.
'Was shalaatu Nuur' artinya 'Shalat menjadi cahaya bagi
pelakunya di dunia, di dalam kubur, dan pada hari kiamat.'
'Was shabru dhiyau' artinya 'cahaya yang di dalamnya terdapat
rasa panas', karena sabar tidak akan tercapai kecuali dengan memerangi
nafsu.
'Wal Qur'anu hujjatul laka au alaika' artinya 'jika
engkau mengamalkannya, maka Al-Qur'an akan menjadi pembelamu. Jika tidak, maka
Al-Qur'an akan menjadi hujjah yang akan memberatkanmu.'
'Kullun nasi yaghdu fabai'i nafsahu famu'tiquha au mubiqha'
artinya 'setiap manusia akan berusaha.'
Penjelasan hadits:
Diantara mereka ada orang yang menjual dirinya kepada Allah
dengan melakukan ketaatan kepada-Nya, sehingga ia memerdekakan dirinya dari
neraka. Sebagian lain menjual dirinya kepada syaitan dan hawa nafsu, sehingga
ia membinasakan dirinya.
Al-Hasan berkata, "Wahai anak Adam! Sesungguhnya engkau
pagi-pagi dan sore hari untuk mencari keuntungan. Hendaklah yang engkau
perhatikan ialah dirimu sendiri, karena sesungguhnya engkau tidak akan
beruntung seperti itu selamanya."
2/26.
Dari Abu Said, Sa'ad bin Malik bin Sinan Al-Khudri
radhiyallahu'anhuma meriwayatkan bahwa ada beberapa orang dari kaum Anshar
meminta-minta kepada Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam, lalu beliau memberikan sesuatu kepada mereka, kemudian
mereka meminta lagi dan beliau pun memberinya lagi sehingga harta di sisi
beliau telah habis. Selanjutnya setelah beliau mendermakan semua harta
ditangannya, beliau bersabda, "Apa saja harta yang ada di sisiku,
maka tidak sekali-kali akan kusimpan sehingga tidak kuberikan padamu semua.
Barang siapa yang menjaga diri (dari meminta-minta pada orang lain), maka ia
akan diberi rizqy kepuasan oleh Allah dan barang siapa yang merasa dirinya
cukup maka akan diberi kekayaan oleh Allah, dan barang siapa yang bersabar,
maka ia akan diberi kesabaran oleh Allah. Tiada seorangpun yang dikaruniai
suatu pemberian yang lebih baik serta lebih luas daripada kesabaran."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (1469, 6470); Muslim (1053)].
Penjelasan hadits:
Di dalam hadits ini terdapat motivasi untuk menjaga diri dan
sesungguhnya orang yang diberi kesabaran oleh Allah dalam menghadapi kesulitan
hidup dan musibah-musibah yang tidak disenangi di dunia, maka sungguh Allah
telah memberinya kebaikan yang banyak.
3/27.
Dari Abu Yahya, Shuhaib bin Sinan radhiyallahu'anhu,
berkata, "Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, 'Sangatlah menakjubkan keadaan seorang
Mukmin. Sesungguhnya semua keadaannya merupakan kebaikan baginya dan kebaikan
tersebut tidak dimiliki oleh seorang pun selain orang Mukmin, yaitu apabila ia
mendapatkan kelapangan hidup, lalu ia bersyukur, maka hal tersebut merupakan
kebaikan baginya. Apabila ia ditimpa kesulitan, lalu ia bersabar, maka hal ini
pun merupakan kebaikan baginya."
(HR. Muslim).
[Shahih: Muslim (2999)].
Penjelasan hadits:
Di dalam hadits ini terdapat keutamaan bersyukur atas
kelapangan dan keutamaan bersabar atas kesulitan. Barang siapa melakukan hal
tersebut, maka ia akan meraih kebaikan dunia akhirat, dan barang siapa tidak
mensyukuri kenikmatan dan tidak bersabar atas musibah, maka ia kehilangan
pahala dan mendapatkan dosa.
4/28.
Dari Anas radhiyallahu'anhu berkata, "Ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam sakitnya
semakin parah, maka beliau pun diliputi oleh kesusahan, kemudian Fatimah
radhiyallahu'anha berkata, 'Alangkah beratnya kesusahan yang dihadapi
ayahanda.' Beliau Shallallahu 'alaihi
wasallam lalu bersabda, 'Ayahmu tidak akan mengalami kesusahan lagi
sesudah hari ini.' Selanjutnya setelah beliau wafat, Fatimah berkata,
'Aduhai ayahanda, beliau telah memenuhi panggilan Rabbnya. Aduhai ayahanda,
syurga Firdaus adalah tempat kediamannya. Aduhai ayahanda, kepada Jibril kita
sampaikan berita wafatnya.' Kemudian setelah beliau dimakamkan, Fatimah
radhiyallahu'anha berkata pula, 'Mengapa hatimu semua merasa tenang dengan
menyebarkan tanah di atas makam Rasulullahh Shallallahu 'alaihi wasallam?"
(HR. Bukhari).
[Shahih: Al-Bukhari (4462)].
Penjelasan hadits:
Di dalam hadits ini terdapat pesan boleh merasa iba kepada
orang yang meninggal pada saat menghadapi kematian dan hal ini tidak termasuk
niyahah (meratap). Relevansi hadits ini dalam bab sabar ialah kesabaran Nabi
Shallallahu 'alaihi wasallam atas sakaratul maut dan beratnya kematian yang
beliau hadapi serta kerelaan beliau menerima hal tersebut dan menenangkan
Sayyidah Fatimah yang menyaksikan kondisi beliau dengan berkata, "Ayahmu
tidak akan merasakan kesusahan lagi sesudah hari ini."
5/29.
Dari Abu Zaid, Usamah bin Zaid bin Haritsah, hamba sahaya
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam
serta kekasihnya sekaligus putera kekasihnya pula radhiyallahu'anhuma berkata,
"Puteri Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mengirimkan berita kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bahwa
anakku sudah hampir meninggal dunia, oleh karena itu, mohonlah engkau hadir
ditempat kami." Lantas beliau mengirimkan kabar sambil menyampaikan salam,
beliau menyampaikan, "Sesungguhnya bagi Allah apa yang Dia
ambil dan bagi-Nya pula apa yang Dia berikan, dan segala sesuatu di sisi-Nya
berdasarkan ajal yang telah ditentukan, maka hendaklah bersabar dan berniat
mencari keridhaan Allah."
Puteri Nabi Shallallahu
'alaihi wasallam mengirimkan berita lagi seraya bersumpah agar beliau
benar-benar mendatanginya. Kemudian beliau Shallallahu
'alaihi wasallam bangkit disertai Sa'ad bin Ubadah, Mu'az bin Jabal, Ubai
bin Ka'ab dan Zaid bin Tsabit dan beberapa shahabat lain radhiyallahu'anhuma.
Si anak kecil tersebut dihadapkan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian
beliau meletakkannya diatas pangkuan beliau sedang nafas anak itu
terengah-engah. Maka air mata Nabi Shallallahu
'alaihi wasallam pun menetes. Lantas Sa'ad bertanya, "Wahai
Rasulullah, apakah air mata ini?" Beliau menjawab, "Air mata ini adalah kasih
sayang yang dijadikan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam hati para
hamba-Nya."
Dalam riwayat lain disebutkan, "Dalam hati para hamba-Nya
yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Allah merahmati para hamba-Nya yang mempunyai
kasih sayang."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (1284, 5655, 6602, 6655, 7377, 7448);
Muslim (923)].
Kosakata asing:
'Taqa'qa'u' ialah ‘bergerak dan bergoncang keras.’
Penjelasan hadits:
Di dalam hadits ini terdapat kebolehan menghadirkan orang
yang mempunyai keutamaan untuk mendatangi orang yang sedang menghadapi kematian
dalam rangka mengharap keberkahan dan do'a mereka, disunnahkan melaksanakan
sumpah dengan baik, dan memerintahkan orang yang terkena musibah untuk bersabar
sebelum datangnya kematian, agar ketika kematian telah terjadi, ia merasa rela
menghadapi kesusahan dengan sabar. Di dalam hadits ini terdapat kebolehan
menangis tanpa disertai dengan ratapan dan semisalnya.
6/30.
Dari Shuhaib radhiyallahu'anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda, "Dahulu kala, ada seorang raja dari kalangan umat sebelum kalian.
Ia mempunyai seorang tukang sihir. Ketika tukang sihir tersebut telah menginjak
usia senja, ia berkata kepada sang raja, 'Sesungguhnya saya sudah tua. Oleh
karena itu, datangkan padaku seorang anak yang akan aku ajari ilmu sihir.'
Kemudian raja itu mengutus padanya seorang anak agar diajari sihir. Di
perjalanan ketika anak tersebut sedang lewat terdapat seorang rahib. Anak itu
pun duduk disitu dan mendengarkan penuturan-penuturan si rahib. Ia merasa kagum
kepadanya. Setiap kali ia hendak datang ke tempat penyihir, ia pun melewati
tempat rahib tadi dan duduk disitu. Selanjutnya, ketika ia telah datang di tempat
penyihir, ia pun dipukul olehnya (karena terlambat). Lantas ia mengadukan hal
tersebut kepada rahib, lalu rahib berkata, 'Jika engkau takut pada penyihir
itu, katakanlah bahwa keluargamu yang membuatmu terlambat datang. Dan jika
engkau takut pada keluargamu, maka katakanlah bahwa engkau ditahan oleh
penyihir.'
Suatu ketika di saat ia dalam keadaan yang demikian itu, ia mendatangi
seekor binatang besar yang menghalang-halangi orang banyak. Anak tersebut
berkata, 'Pada hari ini saya akan membuktikan, apakah penyihir itu yang lebih
baik ataukah rahib itu yang lebih baik?' Ia pun mengambil sebuah batu kemudian
berkata, 'Ya Allah, apabila rahib itu lebih Engkau cintai dari pada si
penyihir, maka bunuhlah binatang ini, sehingga orang-orang dapat melewati jalan.'
lantas, ia melempar binatang itu dengan batu tadi, dan ternyata binatang
tersebut mati dan orang-orang pun dapat melewati jalan tersebut.
Lalu ia mendatangi rahib dan memberitahukan hal tersebut. Rahib itu pun
berkata, 'Hai anakku, engkau sekarang lebih mulia daripada diriku sendiri.
Keadaanmu sudah sampai disuatu tingkat yang saya sendiri dapat memakluminya.
Sesungguhnya engkau akan terkena cobaan, maka jika engkau terkena cobaan itu,
janganlah menunjuk keberadaanku.'
Kemudian anak tersebut dapat menyembuhkan orang buta dan orang yang
berpenyakit lepra serta dapat mengobati banyak orang dari segala macam penyakit
hingga teman dekat raja yang tuna netra mendengar kabar ini. Ia mendatangi anak
tersebut dengan membawa banyak hadiah, lalu ia berkata, 'Apa saja yang ada di
sini akan menjadi milikmu, jika engkau dapat menyembuhkanku.' Anak itu
menjawab, 'Sesungguhnya saya tidak dapat menyembuhkan siapapun. Hanya Allah
Ta'ala yang dapat menyembuhkan. Maka, jika anda mau beriman kepada Allah
Ta'ala, saya akan berdo'a kepada Allah Ta'ala, semoga Dia menyembuhkan anda.'
Setelah teman raja itu beriman kepada Allah Ta'ala, Allah pun memberinya
kesembuhan.
Kemudian ia (teman dekat raja) mendatangi raja dan duduk di dekatnya
sebagaimana biasanya ia duduk bersama raja. Lalu raja bertanya kepadanya,
'Siapakah yang mengembalikan penglihatanmu itu?' Ia menjawab, 'Rabbku.' Raja
bertanya, 'Apakah engkau mempunyai sesembahan lain selain dari diriku?' Ia
menjawab, 'Rabbku dan Rabbmu adalah Allah.' Lantas raja menangkapnya dan
menyiksanya terus menerus, hingga akhirnya ia menunjukkan kepada anak yang
menyembuhkannya.
Setelah anak itu didatangkan, Raja berkata padanya, 'Hai anakku!
Berarti sihirmu sudah sampai ke tingkat dapat menyembuhkan orang buta dan orang
yang berpenyakit lepra, dan engkau dapat melakukan ini dan itu?' Anak itu
menjawab, 'Sesungguhnya saya tidak dapat menyembuhkan seorangpun. Hanya Allah
Ta'ala yang menyembuhkan.' Kemudian raja menangkapnya dan menyiksanya terus
menerus, sehingga akhirnya ia menunjukkan keberadaan rahib. Rahib itupun
didatangkan, kemudian dikatakan kepadanya, 'Keluarlah dari agamamu!' Sang rahib
menolaknya. Maka raja memerintahkan agar diambilkan gergaji. Kemudian gergaji
itu diletakkanlah di bagian tengah kepalanya. Kepala itu dibelah dengan gergaji
tersebut, sehingga kedua belahan kepala tersebut jatuh ke tanah.
Selanjutnya teman dekat raja didatangkan, lalu dikatakan kepadanya,
'Keluarlah dari agamamu itu!' Tetapi ia menolaknya. Lantas raja memerintahkan
agar diambilkan gergaji. Kemudian gergaji itu diletakkanlah di bagian tengah
kepalanya. Kepala itu dibelah dengan gergaji tersebut, sehingga kedua belahan
kepala tersebut jatuh ke tanah.
Giliran anak tersebut dihadapkan kepada raja. Dikatakan kepadanya,
'Keluarlah dari agamamu.' Ia pun menolak ajakannya. Kemudian raja menyerahkan
anak itu kepada beberapa anak buahnya. Raja memerintahkan, 'Bawalah anak ini ke
gunung ini atau itu dan bawalah ia naik ke atas gunung tersebut. Ketika kalian
telah sampai di puncaknya, maka jika anak ini mau kembali dari agamanya, maka
lepaskanlah. Akan tetapi jika tidak mau, maka lemparkanlah ia dari atas gunung
itu.'
Para anak buah raja itu pun pergi membawanya, lalu mereka naik ke atas
gunung, kenudian anak itu berdo'a, 'Ya Allah! lepaskanlah saya dari mereka
dengan kehendak-Mu.' Kemudian gunung itu pun bergoncang keras dan mereka pun
jatuh semua. Anak itu lalu berjalan ke tempat raja. Raja berkata, 'Apa yang
dilakukan oleh anak buahku?' Ia menjawab, 'Allah Ta'ala telah melepaskanku dari
tindakan mereka.'
Lantas raja menyerahkan anak tersebut kepada anak buahnya yang lain
lagi dan berkata, 'Bawa anak ini pergi. Taruhlah ia dalam sebuah kapal dan
berlayarlah sampai ke tengah lautan. Jika ia mau kembali dari agamanya, maka
lepaskanlah ia. Akan tetapi jika ia menolak, maka lemparkanlah ia ke lautan.'
Mereka pun berangkat membawanya, lalu anak itu berdo'a, 'Ya Allah, lepaskanlah
hamba dari orang-orang ini dengan kehendak-Mu.' Tiba-tiba kapal itu terbalik,
maka tenggelamlah mereka semua terkecuali anak itu.
Anak itu sekali lagi berjalan ke tempat raja. Lantas raja berkata, 'Apa
yang dilakukan oleh para anak buahku?' Ia menjawab, 'Allah Ta'ala telah
melepaskanku dari tindakan mereka.' 'Anda tidak dapat membunuh saya, kecuali
jika anda mau melakukan apa yang saya sarankan.' Tambahnya. Raja bertanya,
'Apakah itu?' Ia menjawab, 'Silahkan anda kumpulkan semua orang di suatu
lapangan, lalu saliblah saya di batang pohon, kemudian ambillah sebatang anak
panah dari tempat panahku ini, lalu letakkanlah anak panah itu pada busurnya,
dan ucapkanlah, 'Dengan nama Allah, Rabb anak ini.' Lalu panahlah saya.
Sungguh, apabila anda mau mengerjakan semua itu, tentu anda dapat membunuhku.'
Maka raja mengumpulkan semua orang di tanah lapang. Anak itu di salib
pada sebatang pohon, kemudian raja mengambil sebuah anak panah dari tempat
panahnya, lalu ia meletakkan anak panah pada busurnya. Selanjutnya ia
mengucapkan, 'Dengan nama Allah, Rabb anak ini.' Anak panah dilesakkan dari
busurnya dan tepat mengenai pelipis anak tersebut. Lalu anak tersebut
meletakkan tangan pada pelipisnya, kemudian ia pun meninggal dunia.
Akhirnya, orang-orang berkata, 'Kita semua beriman kepada Rabb anak
ini.' Raja pun didatangi dan diberitahukan kepadanya, 'Adakah anda mengetahui
apa yang selama ini anda khawatirkan? Sungguh, demi Allah, apa yang anda
khawatirkan itu telah terjadi. Semua orang telah beriman.'
Raja memerintahkan agar orang-orang itu digiring pada kubangan-kubangan
di pintu lorong jalan. Kubangan-kubangan itu digali dan di dalamnya dinyalakan
api. Sang raja berkata, 'Barang siapa yang tidak kembali dari agamanya, maka
lemparkanlah ke dalam kubangan-kubangan tersebut.' atau dikatakan, 'Hendaklah
ia melemparkan dirinya sendiri ke dalamnya.' Orang-orang pun melakukan hal
tersebut, sehingga ada seorang perempuan yang datang dengan membawa bayinya.
Perempuan ini agaknya ketakutan hendak menceburkan diri kedalamnya. Bayinya
lalu berkata kepadanya, 'Hai bundaku! Bersabarlah, karena sesungguhnya ibu di
jalan yang benar'."
(HR. Muslim).
[Shahih: Muslim (3005); At-Tirmidzi (3340)].
Kosakata asing:
‘Dzirwatul jabali’ artinya ‘puncak gunung.’
‘Al-qurqur’ adalah sejenis perahu.
‘Ash-sh'id’ artinya ‘bumi yang menonjol (bukit).’
Al-Ukhdud artinya beberapa belahan di bumi seperti sungai
kecil.
‘Udhrima’ artinya ‘menyalakan.’
‘Inkafaat’ artinya ‘berubah.’
‘Taqa'asat’ artinya ‘terhenti atau merasa ketakutan.’
Penjelasan hadits:
Al-Qurthubi berkata, "Nama anak tersebut adalah Abdullah bin Tsamir." Disebutkan
dari Ibnu Abbas bahwa raja yang dimaksud ialah Raja Najran.
Intisari hadits:
1. Menetapkan adanya karomah para wali.
2. Pertolongan Allah kepada orang yang bertawakkal
kepada-Nya. Ia akan dibela dan dikeluarkan dari tipu daya.
3. Orang yang buta hati tidak dapat melihat kebenaran.
4. Terdapat penjelasan tentang kemuliaan sabar dan berpegang
teguh dalam beragama.
7/31.
Dari Anas radhiyallahu'anhu berkata, "Suatu ketika,
Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam
berjalan melewati seorang perempuan yang sedang menangis di samping sebuah
kubur. Beliau bersabda, 'Bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah!'
Perempuan tersebut berkata, 'Menjauhlah dariku, karena engkau tidak mengalami
musibah sebagaimana musibahku dan engkau tidak mengetahuinya.' Selanjutnya
dikatakan kepada perempuan tersebut bahwa yang bersabda tadi adalah Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam. Lantas ia
mendatangi rumah Nabi Shallallahu 'alaihi
wasallam, ternyata di depan pintu ia tidak menemukan para penjaga pintu.
Perempuan tersebut berkata, 'Saya memang tidak mengenali engkau.' Kemudian
beliau Shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda, 'Sesungguhnya bersabar itu pada saat permulaan datangnya
musibah'."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (1252, 1283); Muslim (926); Abu Dawud
(3124)].
Penjelasan hadits:
Dalam riwayat Muslim disebutkan, "Perempuan tersebut
menangisi anak kecil."
Di dalam hadits ini terdapat pesan bahwa pahala sabar
diperoleh pada saat datangnya musibah dan berbeda dengan setelahnya, karena
orang yang terkena musibah akan lalai sebagaimana terlepasnya binatang ternak.
8/32.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu meriwayatkan bahwa
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda, "Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, 'Tidak ada balasan bagi
seseorang hamba-Ku yang Mukmin di sisi-Ku ketika Aku mengambil kekasihnya dari
penduduk dunia, kemudian ia ikhlas menerima, melainkan adalah syurga
balasannya."
(HR. Bukhari).
[Shahih: Al-Bukhari (6424)].
Penjelasan hadits:
Hadits ini termasuk hadits qudsi. Di dalamnya terdapat pesan
bahwa orang yang bersabar atas musibah dan ikhlas menerima, maka pahalanya di
sisi Allah. Sungguh, pahalanya ialah syurga.
9/33.
Aisyah radhiyallahu'anha meriwayatkan bahwa ia pernah
bertanya kepada Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam perihal penyakit tha'un,
lalu beliau memberitahukannya bahwa sesungguhnya dahulu tha'un merupakan siksaan
yang dikirimkan oleh Allah Ta'ala kepada siapa saja yang Dia kehendaki, lalu
Allah menjadikannya sebagai rahmat kepada orang-orang Mukmin. Maka tidak ada
seorang hamba pun yang tertimpa tha'un, kemudian menetap di daerahnya seraya
bersabar dan mengharapkan keridhaan dari
Allah serta mengetahui bahwa tha'un itu tidak akan menimpanya kecuali telah
ditetapkan oleh Allah kepadanya, melainkan ia akan memperoleh semisal pahala orang
yang mati syahid.
Penjelasan hadits:
Di dalam hadits ini terdapat pesan tentang keutamaan sabar
menghadapi takdir dan senantiasa mengharapkan pahalanya.
Sebagian ulama berkata, "Sesungguhnya orang yang
bersabar menghadapi wabah penyakit tha'un
akan selamat dari fitnah-fitnah kubur, karena orang yang bersabar menghadapi tha'un sebanding dengan ribath (menjaga
perbatasan) di jalan Allah." Terdapat riwayat yang shahih mengenai orang
yang bertahan sebagaimana di dalam riwayat Muslim dan lainnya.
10/34.
Dari Anas radhiyallahu'anhu berkata, "Saya mendengar
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda, 'Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, 'Jikalau Aku memberi
cobaan kepada hamba-Ku dengan melenyapkan kedua benda yang disayanginya
kemudian ia bersabar, maka Aku akan memberikan ganti kepadanya syurga.'
"Yang dimaksud ialah kehilangan kedua matanya."
(HR. Al-Bukhari).
[Shahih: Al-Bukhari (5653); At-Tirmidzi (2402); Ahmad
(3/283)].
Penjelasan hadits:
Di dalam hadits qudsi ini terdapat pesan bahwa orang yang
bersabar kehilangan indera penglihatannya dan mengharapkan pahalanya kepada
Allah, maka Allah akan menggantinya dengan syurga.
11/35.
Dari 'Atha' bin Abu Rabah berkata' "Ibnu Abbas
radhiyallahu'anhuma berkata padaku, 'Apakah engkau mau saya tunjukkan seorang
perempuan yang termasuk ahli syurga?' Saya berkata, 'Baiklah.' Ia melanjutkan,
'Perempuan berkulit hitam itu pernah datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam lalu ia berkata, 'Sesungguhnya saya
ini terserang penyakit ayan dan karena (penyakit itu) aurat saya terbuka. Maka
berdo'alah kepada Allah untuk saya.' Beliau bersabda, 'Jika engkau mau, hendaklah
bersabar saja dan bagimu syurga, tetapi jika engkau berkehendak, maka saya akan
berdo'a kepada Allah agar menyembuhkan penyakitmu.' Lantas perempuan
tersebut berkata, 'Saya bersabar saja.' lalu berkata lagi, 'Sesungguhnya,
karena penyakit ini aurat saya terbuka, maka berdo'alah kepada Allah agar aurat
saya tidak sampai terbuka.' Kemudian Nabi Shallallahu
'alaihi wasallam pun mendo'akannya."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (5652); Muslim (2576)].
Penjelasan hadits:
Di dalam hadits ini terdapat keutamaan sabar menghadapi
cobaan dan besarnya pahala orang yang menyerahkan urusannya kepada Allah.
12/36.
Dari Abu Abdir Rahman, Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu'anhu
berkata, "Seakan-akan saya melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sedang menceritakan tentang seorang
nabi diantara para nabi -semoga shalawat
dan keselamatan dari Allah tercurahkan kepada para nabi- .Sang nabi
tersebut dipukuli oleh kaumnya sampai keluar darah dan nabi tersebut mengusap
darah dari wajahnya sambil mengucap, "Ya Allah, ampunilah kaum hamba ini,
sebab mereka tidak mengerti."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (3477, 6929); Muslim (1792)].
Penjelasan hadits:
Di dalam hadits ini terdapat keutamaan sabar menghadapi
gangguan buruk dan kebodohan dengan berbuat baik dan menahan marah."
Dan (sifat-sifat yang baik itu) tidak akan dianugerahkan
kecuali kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan kecuali kepada
orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.
(QS. Fusshilat: 35).
13/37.
Dari Abu Said dan Abu Hurairah radhiyallahu'anhuma
meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, "Tidak ada satu pun yang menimpa
seorang muslim, baik berupa cobaan, sakit, kesedihan, kesusahan, gangguan,
ataupun duka cita, bahkan sampai sebuah duri yang menusuk anggota tubuhnya,
melainkan Allah melebur kesalahan-kesalahannya lantaran hal-hal yang menimpanya
tersebut."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (5642); Muslim (2573)].
Kosakata asing dalam
hadits ini:
‘Al-Washab’ artinya ‘sakit.’
Penjelasan hadits:
Di dalam hadits ini terdapat pesan bahwa penyakit dan
gangguan lainnya dapat membersihkan orang Mukmin dari dosa-dosanya. Oleh karena
itu, seyogyanya ia bersabar menghadapi hal tersebut agar dapat meraih pahala.
14/38.
Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu'anhu berkata, "Saya
pernah mengunjungi Nabi Shallallahu
'alaihi wasallam dan beliau sedang terkena penyakit panas. Kemudian saya
berkata, 'Ya Rasulullah, sungguh, engkau terkena penyakit panas yang sangat
berat.' Beliau kemudian bersabda, 'Benar, sesungguhnya saya terkena panas
sebagaimana panas dua orang dari kalian (yang disatukan).' Saya berkata
lagi, 'Kalau demikian, engkau mendapatkan dua kali pahala.' Beliau bersabda, 'Benar,
memang demikian kenyataannya. Tiada seorang Muslim pun yang terkena suatu
penyakit, baik itu berupa duri atau pun sesuatu yang lebih dari itu, melainkan
Allah pasti melebur kesalahan-kesalahannya lantaran musibah yang menimpanya
tersebut dan dosa-dosanya pun dirontokkan sebagaimana sebuah pohon merontokkan
dedaunannya."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (5648); Muslim (2571)].
Kosakata asing dalam
hadits ini:
‘Alwa'ku’ artinya ‘sangat panas’, tetapi ada yang
mengatakan panas biasa.
‘Ajal’ adalah kata
untuk menjawab seperti ‘na'am’, hanya
saja 'ajal' lebih baik dari pada 'na'am' jika untuk tashdiq (pembenaran), sedangkan 'na'am'
lebih baik jika untuk istifham
(pertanyaan).
Penjelasan hadits:
Di dalam hadits ini terdapat keutamaan sabar dalam
menghadapi penyakit dan hal-hal yang baru datang dan sesungguhnya
penyakit-penyakit ini dapat melebur keburukan-keburukan dan menghapus
dosa-dosa.
15/39.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu berkata,
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wasallam pernah bersabda, ‘barang siapa dikehendaki kebaikan oleh
Allah, maka Allah akan memberikan musibah padanya’."
(HR. Al-Bukhari).
[Malik (2/941); Al-Bukhari (5645); Ahmad (2/237)].
Penjelasan hadits:
Di dalam hadits ini terdapat pesan bahwa seorang Mukmin
tidak akan lepas dari penyakit, kekurangan, dan kehinaan. Hal tersebut lebih
baik baginya, baik di dunia maupun di akhirat.
Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman:
"Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, dan sampaikanlah kabar
gembira kepada orang-orang yang sabar."
(QS. Al-Baqarah: 155).
16/40.
Dari Anas radhiyallahu'anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Janganlah
seseorang diantara kalian mengharapkan datangnya kematian lantaran suatu bahaya
yang menimpanya. Jika memang ia terpaksa harus berbuat demikian, maka hendaklah
ia mengatakan, 'Ya Allah, tetapkanlah aku hidup selama kehidupan itu masih baik
untukku, dan matikanlah aku apabila kematian itu yang memang baik untukku’."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (5671, 6351, 7233); Muslim (2680)].
Penjelasan hadits:
Di dalam hadits ini terdapat larangan mengharapkan kematian
lantaran mengeluh dari cobaan duniawi. Akan tetapi hendaknya bersabar atas takdir
Allah dan memohon keselamatan kepada-Nya serta menyerahkan urusannya kepada
Allah.
17/41.
Dari Abu Abdullah, Khabbab bin Al-Aratt radhiyallahu'anhu
berkata, "Kami mengadu kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, ketika itu beliau sedang berbantal
kain selimut di naungan Ka'bah. Selanjutnya kami berkata, 'Mengapa engkau tidak
memohonkan pertolongan untuk kita, sehingga kita bisa menang? Mengapa engkau
tidak berdo'a untuk kita? Lalu beliau bersabda, 'Pernah terjadi pada orang-orang
sebelum kamu seseorang yang ditangkap kemudian digalikan tanah untuknya dan ia
diletakkan di dalam kubangan tersebut, kemudian diambilkan sebuah gergaji dan
diletakkan diatas kepalanya, kemudian kepalanya dibelah menjadi dua. Selain
itu, ia pun disisir dengan sisir yang terbuat dari besi yang dikenakan dibawah
daging dan tulangnya. Semua siksaan ini tidak memalingkannya dari agamanya.
Demi Allah, pastilah Allah akan menyempurnakan hal ini, sehingga seseorang yang
berkendara berjalan dari Shan'a ke Hadhramaut tidak ada yang ditakuti melainkan
Allah atau karena takut pada serigala atas kambingnya. Akan tetapi, kalian
semua tergesa-gesa."
(HR. Bukhari).
[Shahih: Al-Bukhari (3612, 3852, 6943); Abu Dawud (2649);
An-Nasa'i (8/204)].
Penjelasan hadits:
Di dalam riwayat lain disebutkan, "Beliau sedang
berbantal kain selimut padahal kami mendapati kesulitan menghadapi orang-orang
musyrik."
Di dalam hadits ini terdapat pujian bersabar menghadapi
siksaan dalam mempertahankan agama dan dimakruhkan untuk tergesa-gesa.
Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman:
"Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga padahal belum
datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum
kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai
cobaan), sehingga rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata,
'Kapankah datang pertolongan Allah?' Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah
itu dekat."
(QS. Al-Baqarah: 214).
18/42.
Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu'anhu berkata, "Pada saat
perang Hunain, Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam lebih mengutamakan beberapa orang dalam pembagian harta
rampasan. Beliau memberikan kepada Al-Aqra bin Habis seratus ekor unta dan
memberikan kepada 'Uyainah bin Hisn sejumlah yang sama. Beliau memberikan
kepada orang-orang dari kalangan bangsawan Arab dan mengutamakan mereka dalam
pembagian. Kemudian ada seorang lelaki berkata, 'Demi Allah, ini pembagian yang
tidak ada keadilannya sama sekali dan tidak dikehendaki untuk mencari keridhaan
Allah.' Lalu saya berkata, 'Demi Allah, saya akan beritahukan hal ini kepada
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.'
Saya pun mendatangi beliau dan memberitahukan kepada beliau tentang apa yang
telah dikatakan oleh lelaki tersebut. Kontan raut muka beliau berubah, sehingga
bagaikan sumba merah, beliau bersabda, 'Siapakah yang dapat berlaku adil, jika
Allah dan Rasul-Nya dianggap tidak adil?" Selanjutnya beliau
bersabda, 'Semoga Allah merahmati Nabi Musa. Ia telah disakiti dengan cara yang
lebih berat dari ini, tetapi ia tetap sabar.' Saya sendiri berkata,
'Semestinya saya tidak mengadukan lagi kepada beliau sesuatu pembicaraan pun
setelah peristiwa itu'."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (3150, 3405, 4335); Muslim (1062); Ahmad
(1/380, 386, 411)].
Kosakata asing dalam
hadits ini:
‘Kashshirfi’ artinya ‘sumba merah’.
Penjelasan hadits:
Di dalam hadits ini terdapat anjuran untuk berpaling dari
orang bodoh, memaafkan gangguan, dan mengikuti orang-orang shaleh yang telah
lalu.
Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman:
"Adapun hamba-hamba Rabb Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang
yang berjalan dibumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa
mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, 'salam'."
(QS. Alfurqan: 63).
19/43.
Anas radhiyallahu'anhu berkata, Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, "Jika Allah menghendaki kebaikan pada seseorang
hamba-Nya, maka Dia mempercepatkan siksanya di dunia. Akan tetapi, jika Allah
menghendaki keburukan pada seseorang hamba-Nya, maka Dia membiarkannya dengan
melakukan dosanya, sehingga nanti akan dipenuhkan siksanya di hari
Kiamat."
Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Sesungguhnya besarnya pahala setimpal besarnya cobaan. Dan sesungguhnya
Allah itu apabila mencintai sesuatu kaum, maka Dia akan memberi cobaan kepada
mereka. Oleh karena itu, barang siapa yang rela menerimanya, ia akan memperoleh
keridhaan dari Allah dan barang siapa yang marah-marah, maka ia memperoleh
kemurkaan Allah."
(HR. Imam Tirmidzi dan ia mengatakan, "Hadits ini
Hadits hasan.").
[Shahih: At-Tirmidzi (2398); Al-Albani menshahihkannya dalam
Kitab Ash-Shahih)].
Penjelasan:
Di dalam hadits ini terdapat motivasi untuk bersikap sabar
menghadapi takdir yang terjadi pada dirinya dan bahwa takdir tersebut adalah
baik buat manusia di waktu itu dan waktu mendatang. Barang siapa bersabar, maka
ia beruntung dan barang siapa marah-marah, maka hilanglah pahalanya, tetaplah
dosanya, dan takdir pun tetap berlaku pada dirinya.
20/44.
Dari Anas radhiyallahu'anhu menceritakan, "Putera Abu
Thalhah radhiyallahu'anhu sedang jatuh sakit. Lalu Abu Thalhah keluar rumah,
kemudian sang anak meninggal dunia. Ketika Abu Thalhah kembali, ia bertanya,
'Bagaimanakah keadaan anakku?' Ummu Sulaim -ibu anak tersebut- menjawab, 'Ia
dalam keadaan tenang sekali.' Lantas ia menyiapkan makan malam untuk Abu
Thalhah. Abu Thalhah pun makan malam, selanjutnya ia menyetubuhi istrinya itu.
Setelah itu, Ummu Sulaim berkata, 'Makamkanlah anak itu.' Pada pagi harinya Abu
Thalhah menghadap Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam, lalu memberitahukan hal tersebut. Kemudian Nabi bersabda,
'Apakah
kalian berdua bersetubuh tadi malam?' Abu Thalhah menjawab, 'Benar, ya
Rasulullah.' Beliau mendo'akan, 'Ya Allah, berikanlah keberkahan pada
keduanya.'
Selanjutnya Ummu Sulaim melahirkan seorang anak laki-laki
lagi. Abu Thalhah berkata padaku (Anas, perawi hadits ini), 'Bawalah anak ini
kepada Nabi Shallallahu 'alaihi
wasallam!' Abu Thalhah mengutusnya dengan menyertainya beberapa butir
kurma. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda, 'Apakah anak ini dibawakan sesuatu?' Anas menjawab, 'Ya, ada
beberapa butir kurma.' Lalu Nabi Shallallahu
'alaihi wasallam mengambil kurma itu lalu beliau mengunyahnya kemudian
mengambil dari mulutnya. Selanjutnya kunyahan kurma tersebut dimasukkanlah ke
dalam mulut anak tersebut. Setelah itu digosokkan di langit-langit mulutnya dan
beliau memberinya nama Abdullah."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (1013, 5470); Muslim (2144)].
Dalam riwayat Bukhari disebutkan: Ibnu 'Uyainah berkata,
"Ada seorang dari golongan shahabat Anshar berkata, 'Lalu saya melihat
sembilan orang anak lelaki yang semuanya dapat menghafal Al-Qur'an dengan
baik.' Maksudnya, semuanya dari anak-anak Abdullah yang dilahirkan dari
peristiwa malam tersebut."
Dalam riwayat Muslim disebutkan, "Putera Abu Thalhah
dari Ummu Sulaim meninggal dunia, lalu istrinya berkata kepada seluruh
keluarganya, 'Jangan dulu kalian memberitahukan kematian anak ini kepada Abu
Thalhah, sehingga aku sendiri yang memberitahukannya nanti." Lantas Abu
Thalhah datang, kemudian istrinya menyiapkan makan malam untuknya dan ia pun
makan dan minum. Selanjutnya sang istri berhias diri dengan hiasan
sebaik-baiknya yang belum pernah ia lakukan seperti itu sebelumnya.
Selanjutnya, Abu Thalhah menyetubuhi istrinya. Sewaktu istrinya telah
mengetahui bahwa suaminya telah kenyang dan selesai menyetubuhinya, ia pun
berkata pada Abu Thalhah, 'Bagaimanakah pendapatmu, jika suatu kaum meminjamkan
sesuatu kepada salah satu keluarga, kemudian mereka meminta kembali apa yang
dipinjamkannya itu, apakah keluarganya berhak menolak untuk mengembalikannya?'
Abu Thalhah menjawab, 'Tidak boleh.' Kemudian istrinya menambahkan,
'Ikhlaskanlah puteramu.' Abu Thalhah pun marah-marah kemudian berkata, 'Engkau
biarkan aku tidak mengetahui hal ini, sehingga setelah aku berlumuran, baru
engkau beritahukan kematian anakku kepadaku.'
Ia pun berangkat menghadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam lalu ia menceritakan kejadian
tersebut, kemudian Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, 'Semoga Allah memberikan keberkahan kepada
kalian berdua dalam malam kalian.'
Anas radhiyallahu'anhu berkata, "Kemudian istrinya
hamil." Anas radhiyallahu'anhu melanjutkan, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sedang
dalam bepergian dan Ummu Sulaim itu menyertainya pula. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam apabila
datang di Madinah dari bepergian (di waktu malam), tidak pernah mendatangi
rumah keluarganya malam-malam. Ummu Sulaim tiba-tiba merasa sakit karena hendak
melahirkan, maka Abu Thalhah tertahan di tempat tersebut, Sedangkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam
berangkat."
Anas melanjutkan kisahnya, "Setelah itu Abu Thalhah
berkata, 'Ya Rabbi, Sesungguhnya Engkaulah Maha Mengetahui bahwa saya ini amat
tertarik sekali untuk bepergian bersama-sama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam di waktu beliau bepergian dan untuk
pulang bersama-sama dengan beliau di waktu beliau pulang. Sesungguhnya saya
telah tertahan saat ini sebagaimana Engkau ketahui."
Ummu Sulaim lalu berkata, 'Wahai Abu Thalhah, saya tidak
merasakan sakit lagi sebagaimana yang biasanya saya rasakan. Oleh karena itu,
berangkatlah!' Dan kami pun berangkat melanjutkan perjalanan. Kemudian Ummu
Sulaim merasakan sakit lagi ketika keduanya telah sampai, dan akhirnya ia
melahirkan seorang anak lelaki. Ibuku -Ibunda
Anas- berkata padaku, 'Hai Anas! Jangan sampai anak itu disusui oleh siapa
pun sebelum engkau pergi pagi-pagi membawa anak itu menghadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.' Di pagi
harinya, saya membawa anak tersebut menghadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Ia lalu meneruskan kisah hadits ini
sampai selesai.
Penjelasan hadits:
Intisari hadits:
1. Keutamaan sabar dan pasrah kepada Allah, dan sesungguhnya
orang yang melakukan hal ini diharapkan memperoleh ganti di dunia dan pahala di
akhirat sebagaimana tersebut di dalam do'a, "Ya Allah! Berilah aku
pahala dalam musibahku dan berilah ganti kepadaku yang lebih baik
darinya."
2. Diperbolehkan menghibur diri terhadap musibah, istri
berdandan untuk suaminya, kesungguhan istri untuk melakukan kemaslahatan
suaminya, disyari'atkan menggunakan bahasa sindiran yang memberikan pemahaman
lain ketika dalam kondisi darurat dan tidak dan tidak mengakibatkan membatalkan
suatu kebenaran.
3. Orang yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah
akan memberikan ganti kepadanya yang lebih baik.
21/45.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu meriwayatkan bahwa
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda, "Orang yang kuat itu bukanlah orang yang menang bergulat.
Sesungguhnya orang yang kuat ialah orang yang dapat mengusai dirinya ketika
sedang marah."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (6114); Muslim (2609)].
Kosakata asing:
‘Ash-Shurra-ah’ artinya ‘orang yang banyak membanting orang’.
Penjelasan hadits:
Di dalam hadits ini terdapat pujian terhadap orang yang
dapat menguasai dirinya ketika marah. Allah Subhanahu
wa Ta'ala berfirman:
"Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan)
orang lain, dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan."
(QS. Ali Imran: 134).
Yang dimaksud dengan 'ghadhab'/marah, ialah menghimpun
keburukan dan menolak seluruh kebaikan. Seorang lelaki berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam,
"Berilah saya nasihat!" Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Janganlah
engkau marah!" Lantas lelaki tersebut mengulangi berkali-kali
perkatannya. Nabi Shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda, "Janganlah engkau marah!"
Umar bin Abdul Aziz berkata, "Sungguh beruntung orang
yang terjaga dari hawa nafsu, marah, dan tamak."
22/46.
Dari Sulaiman bin Shurad radhiyallahu'anhu berkata,
"Suatu ketika saya duduk bersama Nabi Shallallahu
'alaihi wasallam dan di situ ada dua orang yang saling memaki. Salah
seorang dari keduanya wajahnya telah merah padam dan urat lehernya membesar,
kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda, 'Sesungguhnya saya mengetahui suatu kalimat
yang apa bila diucapkan, tentulah kemarahan yang ada pada diri orang tersebut
akan hilang. Jika ia mengucapkan:
'A 'udzu billaahi minasy syaithaa nirrojiim'
'Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk,' pastilah lenyap
kemarahan yang ada". Selanjutnya orang-orang berkata kepada orang
yang marah tadi, "Sesungguhnya Nabi Shallallahu
'alaihi wasallam pernah bersabda, 'Mohonlah perlindungan kepada Allah dari
syaitan yang terkutuk."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (3282); Muslim (2610)].
Penjelasan hadits:
Di dalam hadits ini terdapat pesan bahwa setan itulah yang
mengobarkan kemarahan dan menyulut api. Sesungguhnya cara memadamkannya ialah
isti'adzah (mengucapkan ta'awwudz).
Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman:
"Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada
Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui."
(QS. Al-A'raf: 200).
23/47.
Dari Mu'adz bin Anas radhiyallahu'anhu meriwayatkan bahwa
Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda, "Barang siapa yang menahan marah padahal ia mampu melampiaskannya,
maka Allah Subhanahu wa Ta'ala memangilnya di hadapan kepala-kepala para
makhluk pada hari Kiamat, sehingga Allah menyuruhnya memilih bidadari-bidadari
yang bermata indah yang ia kehendaki."
(HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dan At-Tirmidzi mengatakan,
"Hadits ini adalah hadits hasan.").
[Hasan: Abu Dawud (4777); At-Tirmidzi (2022, 2495); Ibnu
Majah (4186); Al-Albani menghasankannya dalam kitab Shahih al-jami' (6522)].
Penjelasan hadits:
Diriwayatkan bahwa Husain bin Ali radhiyallahu'anhu
mempunyai seorang budak yang bekerja melayani beliau menyiapkan air sesuci
beliau. Pada suatu hari si budak menyiapkan air sesuci beliau dalam suatu
wadah. Ketika Husain telah selesai bersuci, maka si budak mengangkat wadah
tersebut dihadapan Husain, tiba-tiba mulut wadah tersebut mengenai gigi seri
Husain sampai gigi Husain pecah, lalu beliau memandang kepada budaknya lalu
budaknya berkata, 'wal kaadzimiinal ghaidza', Husain berkata, 'Sungguh, aku
telah menahan emosiku.' Lantas budak tersebut melanjutkan, 'wal 'aafiina 'a
ninnaas', Husain berkata, 'Sungguh, aku telah memaafkanmu.' Kemudian si budak
melanjutkan 'wallaahu yuhibul muhsiniin.' Husain berkata, 'Pergilah! Engkau
telah merdeka karena Allah.'
24/48.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu meriwayatkan bahwa ada
seorang lelaki berkata kepada Nabi Shallallahu
'alaihi wasallam, "Berilah saya nasihat!", Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Janganlah
engkau marah!" lantas lelaki tersebut mengulangi berkali-kali
perkataannya, tetapi Nabi Shallallahu
'alaihi wasallam tetap bersabda, "Janganlah engkau marah."
(HR. Al-Bukhari).
[Shahih: Al-Bukhari (6116)].
Penjelasan hadits:
Hadits ini merupakan tausiyah yang singkat bermanfa'at,
karena sesungguhnya marah dapat mengumpulkan semua keburukan. Marah ini
merupakan suatu pintu dari tempat-tempat masuknya syaitan. Di dalam hadits ini
terdapat dalil tentang besarnya kerusakan akibat marah dan hal-hal yang timbul
akibat marah, karena sesungguhnya marah dapat mengeluarkan manusia dari pikiran
normal sehingga ia berbicara dengan keliru dan melakukan perbuatan tercela dan
buruk.
25/49.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu berkata,
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda, 'Tidak henti-hentinya bencana itu menimpa
seseorang Mukmin lelaki atau perempuan, baik menimpa dirinya sendiri, anaknya
atau pun hartanya, sehingga ia bertemu Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam keadaan
tidak ada lagi suatu kesalahan pun atas dirinya'."
(HR. At-Tirmidzi dan ia mengatakan, "Hadits ini hasan
shahih.").
[Shahih: At-Tirmidzi (2401). Al-Albani menshahihkannya dalam
kitab Shahih Al-Jami' (5815); dan dalam kitab Ash-shahihah (2280)].
Penjelasan hadits:
Di dalam hadits ini terdapat pesan bahwa musibah dan masalah
yang menimpa seorang Mukmin yang sabar, baik berupa sakit, kefakiran, kematian
orang yang disayangi, kerusakan harta, dan berkurangnya harta dapat melebur
semua dosa-dosa orang Mukmin tersebut.
26/50.
Ibnu Abbas radhiyallahu'anhuma berkata, 'Uyainah bin Hish
datang ke Madinah, kemudian ia singgah di tempat keponakannya, Al-Hurr bin
Qais. Al-Hurr adalah salah seorang yang mempunyai kedekatan dengan Umar
radhiyallahu'anhu. Karena memang para ahli baca Al-qur'an merupakan teman-teman
majelis Umar radhiyallahu'anhu dan orang-orang yang diajak bermusyawarah, baik
orang-orang tua maupun yang masih muda usianya.
'Uyainah berkata kepada keponakannya, "Hai keponakanku,
engkau mempunyai kedekatan dengan Amirul Mukminin. Tolong mohonkan izin untukku
kepada Amirul Mukminin."
Ia pun memintakan izin untuk 'Uyainah, dan Umar
radhiyallahu'anhu pun mengizinkannya. Setelah 'Uyainah masuk, lalu ia berkata,
"Hati-hatilah, hai putera Al-Khattab, demi Allah, engkau tidak memberikan
banyak pemberian pada kami dan tidak pula menetapkan hukum di antara kita
dengan adil.' Umar radhiyallahu'anhu marah sehingga hampir saja beliau
menjatuhkan hukuman padanya. Al-Hurr kemudian berkata, "Ya Amirul Mukminin,
sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman kepada Nabi-Nya Shallallahu
'alaihi wasallam:
"Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta
jangan pedulikan orang-orang yang bodoh."
(QS. Al-A'raf: 199)
Dan 'Uyainah ini termasuk golongan orang-orang yang bodoh.
Demi Allah, Umar tidak melewatinya ketika Al-Hurr membacakan
ayat tersebut. Umar adalah seorang yang amat mematuhi Kitabullah."
(HR. Al-Bukhari).
[Shahih: Al-Bukhari (4642, 7286)].
Penjelasan hadits:
Di dalam hadits ini terdapat pesan bahwa seyogyanya bagi
seorang penguasa senantiasa duduk bersama para ahli qira'ah dan para ahli fiqh
agar mereka dapat mengingatkannya ketika ia lupa, dan membantunya ketika ia
ingat. Di dalmnya terdapat pesan untuk menahan marah dan memaafkan orang-orang
bodoh.
Ja'far Ash-Shadiq berkata, "Di dalam Al-Qur'an tidak
ada ayat yang lebih mencakup terhadap akhlak mulia dari pada ayat ini
(Al-A'raf: 199)."
Diriwayatkan bahwa Jibril berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam,
"Sesungguhnya Rabbmu memerintahkanmu untuk menyambung orang yang telah
memutus persahabatan denganmu, memberi orang yang tidak mau memberimu, dan
mengampuni orang yang telah berbuat zhalim kepadamu." Obyek hadits ini
ialah Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam
dan termasuk di dalamnya umat beliau.
27/51.
Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu'anhu meriwayatkan bahwa
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda, "Sungguh, akan terjadi sesudahku nanti orang yang mementingkan
diri sendiri dan juga beberapa hal yang kalian semua akan mengingkarinya."
Para shahabat bertanya, 'Ya Rasulullah! Lantas apakah yang akan engkau
perintahkan pada kami? Beliau bersabda, "Hendaknya kalian semua menunaikan hak
yang menjadi kewajiban kalian dan mohonlah kepada Allah akan hak yang memang
menjadi milik kalian semua."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (13/4); Muslim (1843)].
Penjelasan hadits:
Di dalam hadits ini terdapat pesan untuk bersikap sabar atas
kezhaliman penguasa meskipun mereka memonopoli harta benda. Maka, sesungguhnya
Allah yang meminta pertanggung jawaban mereka atas apa yang mereka kuasai.
28/52.
Dari Abu Yahya, Usaid bin Hudhair radhiyallahu'anhu
meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki dari kaum Anshar berkata, "Ya
Rasulullah! mengapa engkau tidak mengangkat saya sebagai pegawai sebagaimana
engkau juga mengangkat si fulan itu?" Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya sesudahku
nanti kalian semua akan menemui orang yang mementingkan diri sendiri. Oleh
karena itu bersabarlah, sehingga kalian semua bertemu aku di telaga."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (3792, 7057); Muslim (1845)].
Penjelasan hadits:
Dikatakan bahwa relevansi antara jawaban dan pertanyaan
dalam hadits ini ialah bahwa di antara kebiasaan seorang pegawai ialah
mementingkan diri sendiri kecuali orang yang dilindungi oleh Allah Ta’ala. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam
mengkhawatirkan orang tersebut mengalami apa yang akan terjadi pada raja-raja
pada periode sesudahnya yang mementingkan orang-orang yang mempunyai hak. Ini
termasuk di antara mu'jizat-mu'jizat Nabi Shallallahu
'alaihi wasallam. Dan kenyataannya memang terjadi sebagaimana yang beliau
sabdakan.
29/53.
Dari Abu Ibrahim, Abdullah bin Abi Aufa radhiyallahu'anhu
meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam pada suatu hari di waktu beliau bertemu dengan musuh,
beliau menantikan sehingga matahari condong, lalu beliau berdiri didepan banyak
orang kemudian bersabda, "Hai sekalian manusia! Janganlah kalian
semua mengharapkan bertemu musuh dan mohonlah kepada Allah akan diberi
keselamatan. Akan tetapi, jika kalian semua telah bertemu musuh, maka
bersabarlah. Ketahuilah bahwa syurga itu berada dibawah naungan pedang."
Selanjutnya Nabi Shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, "Ya Allah yang menurunkan Kitab, yang
menjalankan awan, yang memporak-porandakan pasukan musuh. Porak-porandakanlah
mereka itu dan berilah kami semua kemenangan atas mereka."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (2965, 2966); Muslim (1742)].
Penjelasan hadits:
1. Terdapat anjuran berdo'a pada saat kesulitan, keluar dari
daya upaya dan kekuatan, larangan berharap bertemu dengan musuh, dan perintah
bersabar dan bertahan ketika bertemu musuh.
2. Terdapat motivasi untuk jihad.
3. Di dalamnya terhimpun antara melakukan sebab dan bertawakal
kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Sumber:
Kitab 'RIYADHUSH SHALIHIN' - Imam An-Nawawi.
Syarah: Syaikh Faishal Alu Mubarak.
Takrij: Syaikh Nasiruddin Al-Albani.
Alih bahasa: Tim
Penterjemah UMMUL QURA.
Penerbit: Ummul Qura - Jkt.