Kapan Munculnya Firqah Rafidhah?
Firqah ini tumbuh tatkala muncul seorang Yahudi mendakwakan dirinya sudah
masuk Islam, namanya Abdullah bin Saba. Mendakwakan kecintaan terhadap ahli
bait, dan terlalu memuja-muji Ali, dan mendakwakan, bahwa Ali punya wasiat
untuk mendapatkan khalifah, kemudian ia mengangkat Ali sampai ke tingkat
Ketuhanan, hal ini diakui oleh buku-buku syi'ah sendiri.
Al Qummi berkata dalam bukunya "Al Maqaalaat wal Firaq" :
“Ia mengakui keberadaannya, dan menganggapnya orang pertama yang berbicara
tentang wajibnya keimaman Ali, dan raj’iyah Ali, dan menampakkan celaan
terhadap Abi Bakr, Umar dan Utsman serta seluruh sahabat, seperti yang
dikatakan oleh An Nubakhti di bukunya "Firaqus Syi'ah".
Sebagaimana Al Kissyi mengatakan demikian juga di bukunya yang dikenal dengan
"Rijaalul Kissyi". Pengakuan adalah tuan argumen (argumen yang
akurat), dan mereka-mereka ini semuanya adalah syeikh-syeikh besar Rafidhah.”
Al Baghdadi berkata : “Kelompok Sabaiyah adalah pengikut Abdullah bin Saba
yang telah berlebih-lebihan (dalam memuji) Ali, dan mendakwakkan, bahwasanya
Ali adalah nabi, kemudian bersikap berlebih-lebiahn lagi, sehingga ia mendakwakan
bahwasanya Ali adalah tuhan.”
Al Baghdadi berkata juga : “Adalah ia (Abdullah bin Saba) anak orang
berkulit hitam, asal usulnya adalah orang Yahudi dari penduduk Hirah (Yaman),
lalu mengumumkan keislamannya, dan menginginkan agar ia mempunyai kerinduan dan
kedudukan di sisi penduduk negeri Kufah, dan ia juga menyebutkan kepada mereka,
bahwasanya ia membaca di Taurat, bahwa sesungguhnya bagi tiap-tiap nabi punya
orang yang diwasiatkan, dan sesungguhnya Ali adalah orang yang diwasiatkan
Muhammad Sholallahu ‘alaihi wassalam.”
Dan As Syahrastaani menyebutkan dari ibnu Saba, bahwasanya ia adalah orang
yang pertama kali menyebarkan perkataan keimaman Ali secara nas / telah
ditetapkan, dan ia menyebutkan juga dari kelompok sabaiyah, bahwa kelompok ini
adalah firqah (golongan) yang pertama sekali mengatakan masalah ghaibah
dan akidah raj’iyah, kemudian syiah mewarisinya setelah itu, meskipun
mereka itu berbeda, dan pecahan golongan mereka banyak. Perkataan tentang
keimaman dan kekhilafan Ali merupakan nas dan wasiat, itu merupakan dari
kesalahan-kesalahan Ibnu Saba. Yang akhirnya syi'ah sendiri berpecah menjadi
golongan-golongan dan perkataan-perkataan yang banyak sampai puluhan golongan
dan perkataan.
Begitulah syiah membuat bid'ah dalam perkataan tentang keyakinan wasiat, raj’iyah,
ghaibah, bahkan perkataan menjadikan imam-imam sebagai tuhan, karena
mengikuti Ibnu Saba orang yahudi itu.
******
Kenapa Syi'ah Dinamakan Dengan Rafidhah?
Penamaan ini disebutkan oleh syeikh mereka Al Majlisi dalam bukunya "Al
Bihaar" dan ia mencantumkan empat hadits dari hadits-hadits mereka.
Ada yang mengatakan : mereka dinamakan rafidhah, karena mereka datang ke
Zaid bin Ali bin Husein, lalu mereka berkata : "Berlepas dirilah kamu dari
Abu Bakr dan Umar sehingga kami bisa bersamamu!", lalu beliau menjawab : "Mereka
berdua (Abu Bakr dan Umar) adalah sahabat kakekku, bahkan aku setia kepada
mereka". Mereka berkata : "Kalau begitu, kami menolakmu (rafadhnaak)
maka dinamakanlah mereka Raafidhah (yang menolak), dan orang yang
membai'at dan sepakat dengan Zaid bin Ali bin Husein disebut Zaidiyah.
Ada yang mengatakan : mereka dinamakan dengan Raafidhah, karena
mereka menolak keimaman (kepemimpinan) Abu Bakr dan Umar. Dan dikatakan mereka
dinamakan dengan Rafidhah karena mereka menolak agama.
******
Rafidhah Terpecah Menjadi Berapa
Firqoh (Golongan)?
Ditemukan di dalam buku Daairatul Ma'arif bahwasanya : golongan
yang muncul dari cabang-cabang syi'ah jauh melebihi dari angka tujuhpuluh tiga
golongan yang terkenal itu.
Bahkan dikatakan oleh seorang rafidhah Mir Baqir Ad Damaad, sesungguhnya
seluruh firqoh-firqoh yang tersebut dalam hadits, yaitu hadits berpecahnya umat
ini menjadi tujuh puluh tiga golongan, maksudnya adalah firqoh-firqoh syi'ah.
Dan sesungguhnya golongan yang selamat itu dari mereka adalah golongan Imamiyah.
Al Maqrizi menyebutkan bahwa jumlah firqoh-firqoh mereka itu sampai 300
(tiga ratus) firqoh.
As Syahrastaani berkata : “Sesungguhnya Rafidhah terbagi menjadi lima
bagian : Al Kisaaniyah, Az Zaidiyah, Al Imamiyah, Al Ghaliyah dan
Al Ismailiyah.”
Al Baghdadi berkata : “Sesungguhnya Rafidhah setelah masa Ali ada empat
golongan : Zaidiyah, Imamiyah, Ghulaah dan Kisaaniyah.”
Perlu diperhatikan bahwa sesungguhnya Az Zaidiyah tidak termasuk
dari firqoh-forqoh Rafidhah, kecuali kelompok Al Jarudiyah.
******
Apakah yang dimaksud dengan akidah Al
Badaa’ yang diimani oleh Rafidhah?
Al Badaa’ yaitu
bermakna tampak (muncul) setelah sembunyi, atau bermakna timbulnya pandangan
baru. Al Badaa’ sesuai dengan kedua makna itu, haruslah didahului oleh
ketidaktahuan, serta baru diketahui. Keduanya ini merupakan suatu hal yang
mustahil atas diri Allah, akan tetapi orang Rafidhah (syiah) menisbatkan kepada
Allah sifat Al Badaa'.
Telah diriwayatkan dari Ar Rayaan bin Al Sholt, ia berkata : "Saya
telah mendengar Al Ridha berkata : "Tidaklah Allah mengutus seorang nabi
kecuali mengharamkan khamar, dan mengakui bahwa Allah itu memiliki sifat Al
Badaa'". Dan dari Abi Abdillah ia berkata : "Tidak pernah Allah
diibadati dengan sesuatu apapun seperti (mengibadatinya dengan) Al Badaa'. Maha Tinggi Allah dari hal itu dengan
ketinggian yang besar.
Lihatlah wahai saudaraku muslim, bagaimana mungkin mereka menisbatkan
kepada Allah subhanahu wa ta'ala sifat jahal (ketidaktahuan), sedangkan Dia
mengatakan tentang diri-Nya :
Artinya : "Katakanlah : Tidak ada seorang pun di
langit dan di bumi yang tahu ghaib kecuali Allah."
Dan di sisi lain Rafidhah (syi'ah) meyakini bahwa sesungguhnya para imam
mengetahui seluruh ilmu, dan tidak akan tersembunyi baginya sesuatu apapun.
Apakah ini keyakinan Islam (akidah Islam) yang dibawa oleh nabi Muhammad
-Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam- ?
******
Apa Akidah Rafidhah Dalam Masalah Sifat?
Adalah Rafidhah orang yang pertama kali mengatakan tajsiim (bersifat
seperti tubuh manusia). Sungguh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah menentukan
bahwa sesungguhnya orang yang melakukan kedustaan ini dari kalangan kaum
Rafidhah adalah Hisyam ibnul Hakam, dan Hisyam bin Salim Al Jawaliqi, Yunus bin
Abdurrahman Al Qummi, dan Abu Ja'far Al Ahwal.
Seluruh orang yang disebutkan tadi termasuk syeikh-syeikh besar golongan
Itsna Asyariyah (Rafidhah), kemudian mereka menjadi pemeluk paham Jahmiyah
mu'athilah, sebagaimana sekumpulan riwayat mereka menyifati Rabb semesta alam
dengan sifat-sifat negetif yang mereka masukkan sebagai sifat yang tetap bagi
Allah. Dan sungguh Ibnu Babawaih meriwayatkan lebih dari tujuh puluh riwayat
yang mengatakan bahwa Allah Ta'ala, tidak disifiti dengan jaman, tidak dengan
tempat, tidak dengan bagaimananya, tidak dengan gerak, tidak dengan berpindah,
tidak dengan sesuatupun dari sifat-sifat tubuh, Dia bukan yang bisa diraba,
bukan bertubuh dan berbentuk." Maka syeikh-syeikh mereka mengikuti jalan
(metode) yang sesat ini dengan menta'til (menghilangkan) sifat-sifat yang
tercantum dalam Al-Qur’an dan sunnah.
Sebagaimana mereka mengingkari turunnya Allah yang Maha Agung. Mereka
mengatakan Al-Qur’an makhluk, mereka mengingkari ru'yah (melihat kepada Allah)
pada hari akhirat. Tercantum dalam kitab "Biharul Anwar", bahwasanya
Abu Abdillah Ja'far As Shodiq ditanya tentang Allah ta'ala, apakah bisa dilihat
pada hari akhirat? Beliau berkata : "Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari
hal itu dengan ketinggian yang besar, sesungguhnya pandangan tidak akan bisa mencapai
kecuali hal-hal yang mempunyai warna dan bentuk, dan Allah yang menciptakan
warna-warni dan bentuk".
Bahkan mereka mengatakan : "Jika seandainya dinisbatkan kepada Allah
sebagian sifat seperti ru'yah, maka dihukum sebagai murtad, sebagaimana yang didapatkan
dari syeikh mereka Ja'far Al Najfi di kitab "Kasyful Ghitho'"
hal : 417. Perlu diketahui bahwasanya melihat kepada Allah pada hari akhirat
adalah benar adanya dan sudah konsisten dalam Kitab dan Sunnah tanpa meliputi
seluruhnya dan tanpa bagaimananya, sebagaimana firman Allah :
"Wajah-wajah pada saat itu berseri-seri, kepada Rabbnya melihat"
(Al Qiyamah : 22,23).
Dan dari sunnah apa yang tercantum dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari
hadits Jarir bin Abdillalh Al Bajali, berkata : "Adalah kami duduk-duduk
bersama Rasulullah, lalu beliau melihat kepada purnama, pada malam empat belas,
lalu bersabda : "Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian dengan mata
telanjang, sebagaimana kalian melihat ini (purnama), dimana kalian tidak
berdesakan melihatnya". Dan ayat-ayat serta hadits-hadits dalam masalah
itu banyak sekali, yang tidak memungkinkan kita untuk menyebutkannya.
******
Apa Keyakinan Rafidhah (Syiah) Terhadap
Al Quran-ul Karim Yang Ada Di Tengah-Tengah Kita Sekarang, Padahal Allah Telah Berjanji
Untuk Menjaganya?
Sesungguhnya Rafidhah yang dinamakan pada zaman kita sekarang ini dengan
syiah, mengatakan sesungguhnya Al-Qur’an yang ada pada kita, bukanlah Al-Qur’an
yang telah diturunkan kepada nabi Muhammad, akan tetapi telah dirubah, ditukar,
ditambah dan dikurangi. Jumhur ahli hadits dari kalangan syi'ah meyakini adanya
pelencengan (perubahan) dalam Al-Qur’an seperti yang disebutkan oleh An Nuuri
Al Tibrisi dalam kitabnya "Fashlul Khithab Fi Tahrifil Kitabi Rabbil
Arbab".
Dan Muhammad bin Ya'qub Al Kulaini berkata di "Ushulul Kafi"
di bawah Bab bahasan : "Sesungguhnya tidak ada yang bisa mengumpulkan Al-Qur’an
seluruhnya, kecuali para iman" dari Jabir ia berkata : saya telah
mendengar Abu Ja'far berkata : "Tidaklah seseorang dari manusia
mendakwakan bahwasanya dia telah mengumpulkan Al-Qur’an secara keseluruhannya
sebagaimana Allah telah menurunkannya, kecuali ia itu adalah orang pendusta.
Tidak ada yang mampu mengumpulkannya dan menghafalnya seperti yang telah
diturunkan Allah kecuali Ali bin Abi Talib dan para imam setelah mereka".
Dan Ahmad Al Tibrisi dalam kitab "Al Ihtijaaj" dan Al
Mulla Hasan dalam tafsirnya "As Shaafi" sesungguhnya Umar
telah berkata kepada Zaid bin Tsabit : Sesungguhnya Ali telah datang kepada
kita dengan membawa Al-Qur’an, yang di dalamnya tercantum aib-aib orang
muhajirin dan anshor.
Dan sungguh kami telah memandang untuk mengumpulkan Al-Qur’an dan
menghilangkan setiap apa-apa yang di dalamnya terdapat aib-aib muhajirin dan
anshor. Dan Zaid pun telah memenuhinya untuk itu, kemudian berkata : "Jika
saya telah selesai dari (mengumpulkan) Al-Qur’an sesuai yang anda minta, lalu
jelas atas saya akan Al-Qur’an yang dikumpulkannya (Ali), bukankah itu
menghancurkan setiap apa yang telah anda kerjakan?
Maka berkata Umar : "Jadi bagaimana jalan keluarnya? Berkata Zaid :
Anda lebih tahu dengan jalan keluarnya", berkata Umar : Tiada jalan keluar
kecuai kita harus membunuhnya agar kita lega darinya. Lalu ia pun merancang
pembunuhannya (Ali) lewat tangan Khalid bin Walid, akan tetapi dia tidak mampu
melakukannya.
Tatkala Umar menjadi khalifah, mereka (para sahabat) meminta Ali untuk
mendatangkan Al-Qur’an kepada mereka, agar mereka sama mereka merubahnya.
Lantas Umar berkata : Wahai Abul Hasan, alangkah baiknya kalau seandainya kamu
membawa Al-Qur’an yang pernah kamu bawa ke hadapan Abu Bakr, agar kita bersatu
atasnya. Lalu Ali berkata : Tidak mungkin, dan tidak mungkin ada jalan untuk
itu, sebenarnya saya membawanya ke hadapan Abu Bakr hanyalah untuk menegakkan
hujjah atasnya, agar kalian tidak mengatakan pada hari kiamat.
"Sesungguhnya
kami akan hal ini dalam keadaan lengah" (Al A'raf :172), atau
agar kalian tidak mengatakan; "Kamu tidak pernah mendatangkannya kepada
kami" (Al A’raf : 129). Sesungguhnya Al-Qur’an ini tidak ada yang
menyentuhnya kecuali orang-orang yang suci, dan orang-orang yang diwasiatkan
dari kalangan anakku. Lalu berkata Umar : "Apakah ada waktu untuk
menampakkannya diketahui ? Lantas Ali berkata : "Ya, jika telah bangkit
seseorang dari anakku, ia akan menampakkannya dan membawa manusia atasnya.
Walau bagaimanapun orang syiah menampakkan
sikap berlepas dirinya terhadap buku An Nuri al Tibrisi ini, demi mengamalkan
akidah Taqiyah, akan tetapi kitab itu terselubung dan tersimpan dalam
ratusan nas-nas (pernyataan-pernyataan) dari ulama mereka dalam kitab-kitab
yang diakui, menetapkan hal itu, dan bahwasanya mereka betul-betul yakin dengan
perubahan itu, dan beriman dengannya, akan tetapi mereka tidak ingin timbul
kehebohan sekitar akidah mereka ini terhadap Al-Qur’an.
Dan tinggal setelah itu, bahwa ada dua Al-Qur’an,
yang pertama yang diketahui, dan yang lain khusus, tersembunyi. Diantaranya
surat Wilayah, dan diantara yang didakwakan oleh syi'ah Rafidhah, bahwa ada
satu ayat telah dihapus dari Al-Qur’an yaitu :
"Dan kami telah menjadikan Ali sebagai
menantumu", Mereka mendakwakan ayat ini dihapus dari surat Alam Nasyrah,
sementara mereka tidak pernah malu dangan dakwaan mereka ini, karena mereka
mengetahui bahwa surat itu adalah makkiyah, dan Ali belum menjadi menantu Nabi
saat di Mekah.
******
Bagaimana Akidah Rafidhah Terhadap Para Sahabat Rasulullah?
Akidah Rafidhah berdiri atas caci maki,
mencela dan mengkafirkan para sahabat -semoga Allah meridhoi para sahabat-. Al
Kulaini menyebutkan di "Furu' Al Kafi" dari Ja'far 'alaihi
salam : "Manusia menjadi murtad setelah Nabi (meninggal) kecuali tiga
orang, lalu aku bertanya : siapa tiga orang itu ? beliau berkata : Al miqdaad
bin Aswad, Abu Dzar Al Ghifari dan Salman Al Farisi.
Al Majlisi dalam kitab "Haqqul
Yakin" menyebutkan : "Bahwasanya seorang budak Ali bin Husein
berkata kepadanya : saya mempunyai hak pelayanan yang wajib atas dirimu, maka
beritahu aku tentang Abu Bakr dan Umar, lalu ia menjawab : "Mereka berdua
adalah orang kafir, dan orang yang mencintai mereka maka ia orang kafir
juga."
Dalam tafsir Al Qummi pada firman Allah (An
Nahl : 90) :
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku
adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang
dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”
Mereka mengatakan : al fahsyaa'
(keji) adalah Abu Bakr, al-munkar adalah Umar dan baghyi (kezoliman)
adalah Utsman.
Mereka mengatakan dalam buku mereka "Miftahul
Jinaan" : Ya Allah anugerahkanlah shalawat atas Muhammad dan atas
keluarga Muhammad dan laknatlah dua berhala kaum Quraisy dan dua yang mereka
sembah selain Allah. dan dua thoghut serta anak perempuan mereka berdua....dan
seterusnya. Dan yang mereka maksudkan dengan itu adalah Abu Bakr, Umar, Aisyah
dan Hafshah.
Pada hari asyura (hari ke sepuluh bulan
Muharram), mereka membawa seekor anjing lalu mereka namakan dengan umar,
kemudian mereka menghujani dengan pukulan pakai tongkat, serta melontarnya dengan
batu sampai mati, kemudian mereka menghadirkan seekor anak kambing, mereka beri
nama dengan Aisyah, kemudian mereka mulai mencabut bulunya, dan menghujani
dengan pukulan pakai sandal, sampai mati.
Sebagaimana mereka merayakan hari
terbunuhnya Faruq Umar bin Khatab dan mereka memberi nama pembunuh umar yaitu
abu Lu’lu’ al Majusi dengan nama Baba Syujaa'uddin (bapak) pemberani
agama (pahlawan agama), semoga Allah meridhoi seluruh sahabat dan para ummul
mukminin.
Lihatlah wahai saudaraku muslim, alangkah
dengkinya dan alangkah kejinya golongan yang keluar dari agama ini, tentang apa
yang telah mereka katakan terhadap manusia pilihan setelah para nabi, yang mana
Allah dan rasul-Nya telah memuji mereka. Dan telah sepakat umat ini atas keadilan (kelurusan dan keterpercayaan) dan
keutamaan mereka. Sejarah dan kenyataan pun telah membuktikan dan menyaksikan
serta perkara-perkara ini sudah merupakan pengetahuan yang wajib diketahui
(oleh setiap umat) atas kebaikan, dan posisi mereka selalu di depan serta jihad
mereka dalam Islam.
******
Apa Segi Kesamaan Antara Yahudi dengan
Rafidhah?
Syeikh Islam Ibnu Taimiyah berkata : ”Bukti dari, sesungguhnya bencana
Rafidhah adalah bencana Yahudi, hal itu
terlihat pada :
v Sesungguhnya orang Yahudi mengatakan : Tidak boleh yang menjadi
raja kecuali dari keluarga nabi Daud, Rafidhah berkata : Tidak boleh menjadi
imam kecuali dari anak Ali.
v Yahudi mengatakan : Tidak ada jihad di
jalan Allah sampai keluar Masehid Dajjal dan diturunkan pedang. Orang Rafidhah
mengatakan : Tidak ada jihad di jalan Allah sampai keluar Al Mahdi, dan
datangnya penyeru-penyeru dari langit.
v Orang Yahudi mengakhirkan (mengundurkan)
shalat sampai bintang bertebaran, begitu juga orang Rafidhah mereka mengundurkan
shalat maghrib sampai bintang-bintang bertebaran, padahal hadits mengatakan :
"Senantiasa umatku di atas fitrah,
selama mereka tidak mengakhirkan shalat maghrib sampai bintang bertebaran.
v Orang Yahudi telah merubah taurat, begitu
juga orang Rafidhah, mereka telah merubah Al-Qur’an.
v Orang Yahudi tidak memandang bolehnya
mengusap khuf (sepatu kulit yang menutupi mata kaki), begitu juga orang
Rafidhah.
v Orang Yahudi membenci malaikat Jibril,
mereka mengatakan : Malaikat Jibril adalah musuh kita dari kalangan malaikat.
Begitu juga orang Rafidhah, mereka mengatakan : Malaikat Jibril telah salah
menyampaikan wahyu kepada Muhammad.
v Begitu juga orang Rafidhah meyerupai orang
kristen pada satu ajaran nasrani yaitu, wanita-wanita mereka tidak memiliki
hak mendapatkan mahar, akan tetapi hanya
bersenang-senang dengan mereka dengan kesenangan, begitu juga orang Rafidhah,
mereka menikah dengan cara mut'ah, dan mereka menghalalkan itu.
v Orang yahudi dan kristen lebih utama dari
orang Rafidhah dengan satu sifat (yaitu)
:
v Orang yahudi jika ditanya : siapakah orang
yang terbaik di kalangan pemeluk agamamu? Mereka menjawab : adalah
sahabat-sahabat Musa.
v Orang Kristen jika ditanya : siapakah
orang yang terbaik di kalangan pemeluk agamamu? Mereka menjawab : adalah Hawari
(sahabat-sahabat) Isa.
v Orang rafidhah jika ditanya : siapakah
orang yang terburuk di kalangan pemeluk agamamu? Mereka menjawab : adalah sahabat-sahabat
Muhammad.”
******
Apa Akidah Orang Rafidhah Terhadap
Para Imam Mereka?
Rafidhah mendakwakan kema'suman (terjaga dari dosa) bagi para imam, dan
bahwasanya mereka mengetahui hal ghaib. Dinukil oleh Al Kulaini dalam Usulul
Kafi : "Telah berkata Imam Ja'far as Shodiq : "Kami adalah
perbendaharaan ilmu Allah, kami adalah penterjemah perintah Allah, kami adalah
kaum yang maksum, telah diperintahkan untuk menta'ati kami, dan dilarang untuk
menentang kami, kami adalah hujjah Allah yang kuat terhadap siapa yang berada
di bawah langit dan di atas bumi".
Al Kulaini meriwayatkan di Al Kafi : Bab "Sesungguhnya para imam,
jika mereka berkehendak untuk mengetahui, maka mereka pasti
mengetahuinya". Dari Jafar ia berkata : "Sesungguhnya Imam jika ia
berkehendak mengetahui, maka ia pasti mengetahui, dan sesungguhnya para imam
mengetahui kapan mereka akan mati, dan sesungguhnya mereka tidak akan mati
kecuali dengan pilihan mereka sendiri."
Khumaini yang celaka menyebutkan - dalam salah satu tulisannya bahwa
para imam lebih afdhal (mulia) dari para nabi dan rasul, ia berkata - semoga Allah menghinakannya :
"Sesungguhnya imam-imam kita mempunyai suatu kedudukan yang tidak bisa
dicapai oleh malaikat yang didekatkan, dan tidak pula oleh nabi yang diutus".
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : "Orang Rafidhah mendakwakan
sesungguhnya agama ini diserahkan kepada pendeta-pendeta dan rahib-rahib, maka
yang halal itu adalah yang dihalalkan mereka, dan yang haram itu adalah yang
diharamkan mereka, serta agama itu adalah apa yang mereka syariatkan".
Jika pembaca ingin melihat kekufuran, kesyirikan dan ghuluw (sikap
berlebih-lebihan mereka) -semoga Allah melindungi kita- maka bacalah
syair-syair yang diungkapkan oleh syeikh mereka zaman sekarang ini yaitu
Ibrahim Al Amili, terhadap Ali bin Abi Thalib -semoga Allah meridhai Ali- :
Abu hasan, engkaulah hakikat Tuhan (yang
diibadati),
dan alamat kekuasaan-Nya yang tinggi.
Engkaulah yang menguasai ilmu ghaib,
maka mungkinkah tersembunyi bagimu akan
sesuatu yang hasul.
Engkaulah yang mengendalikan poros alam,
bagimu para ulamanya yang tinggi.
Bagimu amar (urusan) bila engkau menghendaki, kau
menghidupkan besok, bila engkau menghendaki kau cabut ubun-ubun.
Ali bin Sulaiman Al Mazidi mengutarakan syairnya dalam memuji Ali bin Abi
Thalib :
Abu Hasan engkaulah suami orang yang suci,
Dan (engkaulah) sisi tuhan yang diibadati
serta jiwa rasul.
Dan (engkaulah) purnama kesempuranaan dan matahari
akal,
(engkau) Hamba dari tuhan, dan engkaulah
yang Maha Raja.
Engkau dipanggil oleh nabi di hari kadir,
Dan telah menaskan atas dirimu sesuai
dengan kejadian Ghadir
Bahwasanya engkau bagi kaum mukminin adalah amir
(pemimpin),
dia telah mengkalungkan kepadamu buhul
kekuasaannya.
Kepadamulah kembalinya seluruh perkara,
dan engkaulah yang maha mengetahui dengan
kandungan dada.
Engkaulah yang akan membangkitkan apa yang ada
dalam kubur
Bagimulah pengadilan hari kiamat
berdasarkan kepada nas.
Engkaulah yang maha mendengar dan engkaulah yang
maha melihat
Engkau atas setiap sesuatu maha
mampu.
Kalaulah tidak karena engkau, pasti bintang tidak
berjalan
Kalaulah tidak karena engkau, pasti planet
tidak berputar.
Engkaulah, dengan setiap makhluk mengetahui,
Engkaulah yang berbicara dengan ahli
kitab.
Kalaulah tidak karena engkau, tidak mungkin musa
akan diajak berbicara, Maha suci Dzat yang
telah menciptakanmu
Engkau akan melihat rahasia namamu di jagat raya,
Kecintaan terhadap dirimu seperti matahari
di atas kening.
Kebencian terhadap dirimu di
wajah orang yang mem benci,
Bagaikan peniup api, maka tidak akan
beruntung yang membencimu.
Siapa itu yang telah ada, dan siapa itu yang ada,
Tidak
para nabi dan tidak (pula) para rasul,
Tidak (pula) qalam lauh dan tidak (pula) alam semesta,
(kecuali) Seluruhnya adalah hamba-hamba
bagimu.
Wahai Abu Hasan wahai yang mengatur wujud,
(wahai) goa orang yang terusir, dan tempat
berlindung pendatang.
yang memberi minum pengagungmu pada hari
berkumpul(hari kiamat).
orang yang mengingkari hari berbangkit,
adalah orangyang mengingkarimu.
Wahai Abu Hasan wahai Ali yang gagah.
Kesetiaan padamu bagiku di dalam kuburku
sebagai tanda penunjuk,
Namamu bagiku dalam keadaan sempit merupakan
lambang
Dan kecintaan kepadamu adalah yang
memasukkanku kedalam surgamu
Dengan lantaran dirimu kemulian yang ada pada
diriku.
Bila datang perintah Tuhan yang Maha Mulia
Menyeru penyeru, berangkat-berangkat (kematian-kematian).
Dan tidaklah mungkin engkau akan
meninggalkan orang yang berlindung denganmu.
Apakah sya'ir seperti ini diucapkan oleh seorang muslim yang memeluk agama
Islam?, Demi Allah, bahkan sesungguhnya orang-orang jahiliyah (Kafir) sekalipun
belum pernah jatuh dalam kesyirikan dan kekufuran, terlalu muja-muji/ ghuluw
seperti yang diperbuat oleh orang rafidhah celaka ini.
******
Apa Akidah Raj’ah Yang Diimani
Oleh Orang Rafidhah?
Orang Rafidhah telah membuat bidah Raj’ah, berkata Al Mufid :
"Telah sepakat mazhab Imamiyah atas wajibnya terjadi Raj’ah
di kebanyakan dari para orang yang telah mati". Yaitu (yang mereka
maksudkan dengan Raj’ah ini) bangkitnya penutup imam-imam mereka, yang
bernama Al Qaaim pada akhir zaman, ia keluar dari bangunan di bawah tanah, lalu
menyembelih seluruh musuh-musuh politiknya, dan mengembalikan kepada syiah
hak-hak mereka yang dirampas oleh kelompok-kelompok lain sepanjang masa (yang
telah berlalu).
Berkata sayid Al Murtadho di dalam kitabnya "Al Masail An
Nashiriyah" : "Sesungguhnya Abu Bakr dan Umar disalib pada saat itu
di atas suatu pohon di zaman Al Mahdi -yakni imam mereka yang kedua belas- yang
mereka beri nama Qaaim Ali Muhammad (penegak keluarga Muhammad), dan pohon itu
pertamanya basah sebelum penyaliban, lalu menjadi kering setelahnya.
Berkata Al Majlisi di dalam Kitab "Haqul Yakin" dari Muhammad Al
Baqir (berkata) : "Jika Al Mahdi telah keluar, maka sesungguhnya ia akan
menghidupkan 'Aisyah Ummul Mukminin dan ia melaksanakan (menjatuhkan) hukum had
(hudud) atas diri Aisyah".
Kemudian bagi mereka pemahaman Raj’ah ini berkembang, dan mengatakan
(berlakunya) Raj’ah (kembali hidup) seluruh orang syiah dan imam-imam
mereka dan seluruh musuh mereka bersama imam-imam mereka. Akidah khurafat ini
mengungkapkan rasa dengki yang tersembunyi di dalam diri mereka, yang mereka
mengungkapkan rasa dengki itu dengan cerita dongeng seperti ini. Dan adalah
keyakinan ini merupakan sarana (jembatan) yang diambil oleh orang-orang
Sabaiyah untuk mengingkari hari akhirat.
******
Apa Akidah Taqiyah Menurut Orang
Rafidhah?
Taqiyah didefinisikan
oleh salah seorang ulama mereka zaman sekarang dengan ucapannya : "Taqiyah
yaitu kamu mengatakan atau melakukan (sesuatu), berlainan dengan apa yang kamu
yakini; untuk menolak bahaya dari dirimu atau hartamu atau untuk menjaga
kehormatanmu".
Bahkan mereka mendakwakan bahwa sesungguhnya Rasulullah telah melakukannya
(Taqiyah) tatkala Abdullah bin Ubai bin Salul kepala orang-orang munafik
meninggal, dimana beliau datang untuk men-sholatkannya, lalu Umar berkata
kepadanya : Tidakkah Allah telah melarangmu dari hal itu? -yakni berdiri di
atas kuburan munafik ini-, lalu Rasulullah menjawabnya : "Celaka kamu,
kamu tidak tahu apa yang saya ucapkan : sesungguhnya saya mengucapkan : Ya
Allah isilah perutnya dengan api, dan penuhilah kuburannya dengan api dan
selalulah api membakar dirinya ".
Lihatlah wahai saudaraku muslim, bagaimana mereka telah menyandarkan kepada
diri Rasulullah kedustaan. Apakah masuk akal, bahwa para sahabat Rasulullah
mendoakan rahmat untuknya (Abdullah bin Ubai), sedangkan Nabi melaknatnya?
Al Kulaini menukilkan di usul Kafi : " Berkata Abu Abdillah:
"wahai Abu Umar sesungguhnya sembilan per sepuluh (sembilan puluh persen)
agama ini terletak pada (akidah) Taqiyah, dan tidak ada agama bagi orang
yang tidak melakukan Taqiyah, Taqiyah ada pada setiap sesuatu
kecuali di nabidz (korma yang direndam dalam air untuk membuat arak) dan di
dalam menyapu atas khuuf (kaus atau kulit kulit)." Dan dinukilnya juga
dari Abi Abdillah ia berkata : "Jagalah agama kalian dan tutuplah agama
itu dengan Taqiyah, karena tidak ada iman bagi orang yang tidak
mempunyai Taqiyah."
Maka orang Rafidhah memandang Taqiyah itu adalah fardu (wajib),
tidak akan berdiri mazhab ini kecuali dengan Taqiyah, dan mereka
menerima pokok-pokok mazhab secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan.
Mereka selalu melaksanakannya Taqiyah itu terlebih-lebih, bila konsisi
yang sulit telah mengepung mereka, maka hati-hatilah dari orang Rafidhah wahai
kaum muslimin.
******
Apa Keyakinan At-thiinah (Tanah) Yang
Diimani Oleh Orang Rafidhah?
Yang dimaksud dengan at thiinah (tanah) menurut orang Rafidhah adalah tanah
perkuburan Husain –radhiallahu ‘anhu-. Salah seorang dari orang-orang mereka
yang bernama Muhammad An Nu’man Al Haritsi yang bergelar dengan “Syeikh Al
Mufid”, menukilkan di kitabnya “Al Mazaar” dari Abi Abdillah ia berkata : “Di
tanah perkuburan Husain terdapat obat untuk segala penyakit dan ia merupakan
obat yang paling besar (ampuh)”.
Berkata Abdullah : “Oleskanlah di mulut bayi kalian tanah (perkuburan)
Husain”
Ia berkata : Telah dikirim kepada Abi Hasan Al Ridha dari negeri Khurasan
sebuah bungkusan kain di antaranya terdapat segumpal tanah, maka dikatakan
kepada utusan itu : Apa ini? Ia berkata : Tanah perkuburan Husain, tidaklah ia
mengirim sedikitpun dari bungkusan kain atau lainnya, kecuali ia meletakkan di
dalamnya tanah itu, dan berkata tanah itu pengaman insya Allah. Dikatakan
kepadanya : Sesungguhnya seorang laki-laki bertanya kepada Shadiq tentang
pengambilannya akan tanah perkuburan Husain, maka Shodiq menjawab : “Apa bila
kamu mengambilnya maka ucapkanlah : “Ya Allah sesungguhnya saya meminta
kepadamu disebabkan oleh hak malaikat yang telah mengenggamnya (tanah ini), dan
meminta kepadamu, disebabkan oleh hak Nabi yang telah menyimpannya, dan oleh
hak Al Washi (Ali) yang telah bersatu di dalamnya agar Engkau melimpahkan
Shalawat kepada Muhammad dan atas keluarga Muhammad dan agar Engkau
menjadikannya obat penawar untuk seluruh penyakit, dan pengaman dari seluruh
ketakutan, dan penjaga dari seluruh kejahatan.
Abu Abdillah ditanya tentang penggunaan dua jenis tanah dari perkuburan
Hamzah dan pekuburan Husain serta mana yang paling utama diantara keduanya,
maka ia berkata : “Tasbih yang dibuat dari tanah perkuburan Husain akan
bertasbih (sendirinya) ditangan, tanpa (pemiliknya) bertasbih.”
Sebagaimana orang Rafidhah mendakwakan, sesungguhnya orang syi’ah tercipta
dari tanah yang khusus dan orang Sunni tercipta dari tanah yang lain, lalu
terjadilah pengadukkan antara kedua tanah tadi dengan cara tertentu, maka
apa-apa yang terdapat pada orang syiah dari kemasiatan dan kejahatan, maka itu
merupakan pengaruh dari tanah sunni, dan apa-apa yang terdapat pada orang sunni
dari kebaikan dan amanah, maka itu disebabkan oleh pengaruh tanah syi’ah. Dan
apabila pada hari Kiamat nanti, maka kejelekan dan dosa-dosa orang syi’ah
diletakkan di atas Ahli Sunnah, dan kebaikan (pahala) Ahli Sunnah akan
diberikan kepada orang syi’ah.
******
Apa Akidah Orang Rafidhah Terhadap Ahli
Sunnah?
Akidah orang Rafidhah berdiri di atas penghalalan harta dan darah ahli
sunnah. Al Shoduq di kitab (Al ‘Ilal) meriwayatkan dengan sanadnya kepada Daud
bin Farqad, ia berkata : “Saya telah berkata kepada Abi Abdillah : Apa yang
anda katakan terhadap An Naashib (Ahli Sunnah), ia berkata : “Darahnya halal,
akan tetapi saya berTaqiyah atasmu, jika kamu mampu untuk membalikkan
dinding atas dirinya (ahli sunnah) atau menenggelamkannya di laut, agar ia
tidak akan bersaksi atas dirimu, maka lakukanlah. Saya berkata : Apa
pandanganmu di hartanya? Ia menjawab : “Ambillah semampumu”.
Bahkan orang syi’ah Rafidhah memandang, bahwa kekafiran Ahli Sunnah lebih
berat dari kekafiran orang Yahudi dan Nasrani, karena mereka (Yahudi dan
Nasrani) menurut Rafidhah orang-orang kafir asli, dan mereka ini (ahli sunnah)
adalah kafir murtad, dan kafir murtad lebih berat menurut ijma’, oleh karena
itu mereka (mau) berkerja sama dengan orang-orang kuffar untuk melawan kaum
muslimin, hal itu seperti yang disaksikan oleh sejarah.
Terdapat di dalam kitab “Wasaail As Syi’ah” (diriwayatkan) dari Al Fudhail
bin Yasaar, ia berkata : saya telah bertanya kepada Abu Ja’far tentang wanita
‘Arifah (yakni wanita bermazhab Rafidhah) apakah saya menikahkannya dengan An
Nashib (ahli Sunnah)? Maka ia
berkata : “Tidak; karena Nashiba (ahli sunnah ) orang kafir.”
An Nawashib (orang-orang An Nasib) menurut pemahaman Ahli sunnah adalah
mereka yang membenci Ali bin Abi Thalib –radhiallahu ‘anhu-, akan tetapi
menurut orang Rafidhah, mereka menamakan Ahli sunnah dengan Nawashib (An
Nashib), karena mereka mendahulukan keimaman Abu Bakr, dan Umar dan Utsman atas
Ali, padahal sesungguhnya mengutamakan Abu Bakr dan Umar atas diri Ali telah
terjadi sejak zaman Nabi, dalilnya perkataan Ibnu Umar : “Adalah kami di zaman
rasulullah memilih di antara sahabat siapa yang terbaik, maka kami memilih
(orang yang terbaik) Abu Bakr, kemudian Umar kemudian Utsman”. (H.R. Bukhari),
dan ditambah oleh At Thabrani di Kitab “Mu’jam Al Kabir” : Nabi pun mengetahui
hal yang demikian dan tidak mengingkarinya”. Dan bagi Ibnu Asaakir : “Adalah
kami mengutamakan Abu Bakr, dan Umar, dan Utsman dan Ali”.
Imam Ahmad dan lainnya meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib sesungguhnya ia
berkata : “Sebaik-baik umat ini setelah nabinya adalah Abu Bakr, kemudian Umar,
kalau aku berkehendak pasti aku telah menyebutkan orang yang ketiga”. Berkata
Adz Dzahabi : Ini (Hadits ini) Mutawatir.”
******
Apa Keyakinan Orang Rafidhah Tentang
Nikah Mut’ah? Dan Apa Keutamaannya Menurut Mereka?
Nikah mut’ah mempunyai keutamaan yang agung sekali di sisi orang Rafidhah
–Al’iyaadzu billah-. Tercantum dalam kitab “Manhaj As Shodiqin” karangan
Fathullah Al Kaasyaani dari As Shodiq (menerangkan) bahwasanya nikah mut’ah itu
adalah dari ajaran agamaku dan agama bapak-bapakku, dan orang yang
melaksanakannya berarti dia mengerjakan ajaran agama kita, dan orang yang
mengingkarinya berarti dia mengingkari ajaran agama kita, bahkan ia memeluk
agama lain dari agama kita. Dan anak (hasil) nikah mut’ah lebih mulia dari anak
istri yang tetap. Orang yang mengingkari nikah mut’ah adalah kafir murtad.”
Al Qummi menukilkan di dalam kitab “Man Laa Yahduruhu Al Faqiih” dari
Abdulah bin Sinan dari Abi Abdillah, ia berkata : “Sesungguhnya Allah Tabaraka
wa Ta’ala telah mengharamkan atas golongan kita setiap yang memabukkan dari
sertiap minuman, dan telah mengganti mereka dari hal itu dengan nikah mut’ah”.
Orang Rafidhah tidak pernah menyaratkan (membatasi) bilangan tertentu dalam
nikah mut’ah. Tercantum dalam kitab “Furuu’ Al Kafi” dan At Tahdziib” dan “Al
Istibshoor” dari Zaraarah, dari Abi Abdillah, ia berkata : “Saya telah
menyebutkan kepadanya akan nikah mut’ah apakah nikah mut’ah itu (terjadi) dari
empat (yang dibolehkan), ia berkata : nikahilah dari mereka-mereka (para
wanita) seribu, sesungguhnya mereka-mereka itu adalah wanita yang disewa
(dikontrak). Dan dari Muhammad bin Muslim dari Abi Ja’far sesungguhnya ia
berkata tentang nikah mut’ah : “Bukan nikah mut’ah itu (dilakukan) dari empat
(istri yang dibolehkan), karena ia (nikah mut’ah) tidak ada talak, tidak
mendapat warisan, akan tetapi ia itu hanyalah sewaan”.
Bagaimana mungkin ini, padahal Allah telah berfirman :
Artinya : “Dan orang-orang yang menjaga
kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka
miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa
mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas”. (Al Mukminun : 5-7).
Maka jelaslah dari ayat yang mulia ini bahwa sesungguhnya apa yang
dihalalkan dari nikah adalah istri dan budak perempuan yang dimiliki, dan
diharamkan apa yang lebih dari (selain) itu. Wanita yang dimut’ah adalah wanita
sewaan, maka ia bukanlah istri (yang sah), dan ia tidak bisa mendapatkan
warisan dan tidak bisa ditalak, jadi dia itu adalah pelacur/ wanita pezina –wal’iyaadzubillah-.
Syeikh Abdullah bin Jibriin berkata : “Orang Rafidhah berdalih dalam
menghalalkan nikah mut’ah dengan ayat di surat An Nisa’ yaitu firman Allah :
Artinya : “Dan (diharamkan juga kamu
mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah
telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan
bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk
dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campur)
di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai
suatu kewajiban;”. (An Nisa : 24).
Jawab : Sesungguhnya ayat ini semuanya dalam masalah nikah; dari firman
Allah ayat 19 di surat An Nisa sampai 23, setelah Allah menyebutkan
wanita-wanita yang haram dinikahi karena nasab dan sebab, kemudian Allah
berfirman : Artinya : “Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian.”
Maksudnya dihalalkan bagimu menikahi selain wanita-wanita (yang disebutkan
tadi) bila kamu menikahi mereka untuk bersenang-senang yaitu bersetubuh yang
halal, maka berikanlah mahar mereka yang telah kamu wajibkan untuk mereka, dan
jika mereka mengugurkan sesuatu dari mahar-mahar itu berdasarkan dari jiwa yang
baik (keridhoan hati), maka tidak mengapa atas kamu dalam hal itu. Beginilah
ayat ini ditafsirkan oleh jumhur (mayoritas) sahabat dan orang-orang setelah
mereka.
Bahkan di sisi (menurut) orang Rafidhah perkaranya telah sampai
menghalalkan menyetubuhi wanita di lubang anusnya. Tercantum dalam kitab “Al
Istibshoor” dari Ali bin Al Hakam ia berkata : “Saya telah mendengar Shofwan
berkata : “Saya telah berkata kepada Al Ridha : Sesungguhnya seorang laki-laki
dari budak-budakmu memerintahkan saya untuk menanyakan kepadamu akan suatu
masalah, maka dia takut dan malu kepadamu untuk menanyakanmu, ia berkata : apa
itu? Ia berkata : Apakah boleh bagi laki-laki untuk menyetubuhi wanita
(istrinya) di lubang anusnya? Ia menjawab : Ya, hal itu boleh baginya”.
******
Apa Keyakinan Orang Rafidhah Terhadap
Najaf Dan Karbala? Dan Apa Keutamaan Menziarahinya Menurut Mereka?
Orang syi’ah sungguh telah menjadikan tempat-tempat perkuburan imam-imam
mereka baik imam dakwaan mereka belaka atau hakiki, sebagai tempat yang haram
dan suci (seperti haram Makkah) : maka kota Kufah adalah haram, Karbala haram,
Qum haram. Dan mereka meriwayatkan dari As Shidiq : “Sesungguhnya Allah
memiliki haram yaitu kota Mekkah, dan Rasulullah memiliki haram yaitu kota
Madinah, dan Amirul mukminin memiliki haram yaitu kota Kufah dan kita memiliki
haram yaitu Qum.
Karbala menurut mereka lebih afdhol (utama) dari Ka’bah. Hal ini tercantum
dalam kitab “Al Bihaar” dari Abi Abdillah bahwasanya ia berkata : “sesungguhnya
Allah telah mewahyukan ke Ka’bah; kalaulah tidak karena tanah Karbala, maka Aku
tidak akan mengutamakanmu, dan kalaulah tidak karena orang yang dipeluk oleh
bumi Karbala (Husain), maka Aku tidak akan menciptakanmu, dan tidaklah Aku
meciptakan rumah yang mana engkau berbangga dengannya, maka tetap dan
berdiamlah kamu, dan jadilah kamu sebagai dosa yang rendah, hina, dina, dan
tidak congkak dan sombong terhadap bumi Karbala, kalau tidak, pasti Aku telah
buang dan lemparkan kamu ke dalam Jahanam.
Dan tercantum juga di dalam kitab “Al Mazaar” karangan Muhammad An Nu’man
yang diberi gelar dengan syeikh Mufid, di dalam Bab “Ucapan saat berdiri di
atas kuburan” yaitu orang yang menziarahi kuburan Husain mengisyaratkan dengan
tangan kanannya sambil mengucapkan doa yang panjang, diantaranya :
“Saya datang berziarahmu, untuk mencari keteguhan kaki di dalam berhijrah
kepadamu, dan sungguh saya telah meyakini bahwasanya Allah Jalla Tsanaauhu,
dengan lantaranmu Dia melapangkan kesulitan, dan dengan lantaranmu Dia
menurunkan Rahmat, dan dengan lantaranmu Dia menahan bumi yang jatuh bersama
penduduknya, dengan lantaranmu Allah mengokohkan gunung-gunung di atas
pondasinya, dan sungguh saya telah menghadap (munajat) kepada Rabbku, bahwa
dengan lantaranmu wahai tuanku untuk menyelesaikan hajat kebutuhan dan
keampunan dosa-dosaku.”
Dan tercantum dalam kitab “Al Mazaar” tentang keutamaan kota Kufah, dari
Ja’far Al Shodiiq ia berkata : “Tempat yang paling mulia (utama) setelah haram
Allah dan haram rasul-Nya adalah kota Kufah, karena kota Kufah Suci bersih, di
sana terdapat kuburan para nabi dan rasul dan ahli wasiat yang jujur, dan di sana
terlihat keadilan Allah, dan di sana datang Qaimah (penegak) dan penegak-penegak
setelahnya, Kota Kufah itu tempat turunnya para nabi dan ahli wasiat serta
orang-orang yang sholeh.
Lihatlah wahai pembaca yang budiman, bagaimana mereka itu jatuh dalam
kesyirikan, karena mereka meminta kepada selain Allah dalam menyelesaikan dan
memenuhi hajat kebutuhan, meminta dan memohon pengampunan dosa-dosa kepada
manusia, bagaimana mungkin hal itu terjadi, sedangkan Allah telah berfirman :
“Siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari
pada Allah” (Ali Imran : 135).
Kita berlindung dengan Allah dari perbuatan syirik.
******
Apa Segi Perbedaan Antara Syi'ah Rafidhah Dengan Ahli
Sunnah?
Berkata : Nizhomuddin Muhammad Al 'Azhomi di dalam mukaddimah buku
"Syiah dan Nikah Mut'ah" : Sesungguhnya perbedaan antara kita dengan
mereka bukanlah terpokus di perbedaan cabang-cabang fikih, seperti masalah
nikah mut'ah saja, sama sekali tidak, sesungguhnya perbedaan itu pada dasarnya
adalah perbedaan dalam masalah pokok-pokok prinsip, ya.. perbedaan dalam akidah
terpokus di beberapa point dibawah ini :
1. Rafidhah mengatakan sesungguhnya Al-Qur’an dirubah (diselewengkan) dan kurang.
Sedangkan kita (Ahli Sunnah) mengatakan : Sesungguhnya Al-Qur’an adalah kalamullah
lengkap tanpa ada kekurangan, tidak pernah dan tidak akan dihinggapi oleh
penukarbalikan, mengurangan dan perubahan sampai Allah mewariskan bumi ini dan
orang-orang yang ada di atasnya (hari Kiamat), sebagaimana Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kami-lah yang
menurunkan al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr : 9)
2. Rafidhah mengatakan sesungguhnya para sahabat Rasulullah terkecuali
beberapa orang, telah murtad setelah rasulullah wafat, dan mereka berbalik 180
derajat, dan mereka mengkhianati amanah dan agama, terutama tiga orang
khalifah; As Shidiq (Abu Bakr), Al Faruq (Umar) dan Dzu Nurain (Utsman), oleh
karena itu mereka yang bertiga ini menurut mereka (Rafidhah) adalah termasuk
orang yang paling bersangatan kekufuran, kesesatan dan kesalahannya.
Sedangkan kita (Ahli Sunnah) mengatakan sesungguhnya para sahabat
Rasulullah adalah sebaik-baik manusia setelah para nabi, dan sesungguhnya
mereka itu adalah adil (istiqomah) seluruhnya, tidak pernah sengaja berdusta
atas nabi mereka, mereka orang-orang yang terpercaya dalam menukilkan berita.
3. Rafidhah mengatakan sesungguhnya para imam adalah imam-imam Rafidhah
yang dua belas yang ma'shum (terjaga dari dosa), mereka mengetahui hal ghaib,
dan mengetahui seluruh ilmu yang dikeluarkan (diajarkan) kepada para malaikat,
para nabi dan para rasul, dan sesungguhnya mereka mengetahui ilmu yang
terdahulu dan sekarang, dan tidak ada yang tersembunyi bagi mereka sesuatu
apapun, dan sesungguhnya mereka mengetahui seluruh bahasa alam semesta, dan
sesungguhnya seluruh bumi ini adalah milik mereka.
Sedangkan kita (Ahli Sunnah) mengatakan, sesungguhnya mereka itu adalah
manusia biasa seperti manusia-manusia lainnya, tiada perbedaan antara mereka,
diantara imam-imam itu adalah ahli fikih, ulama dan khalifah, dan kita tidak
menisbahkan kepada mereka apa yang tidak pernah mereka katakan terhadap diri
mereka sendiri, bahkan kita berlepas diri darinya dan mereka pun (para imam)
berlepas diri dari hal itu.
******
Apa Keyakinan Orang Rafidhah Pada Hari Asyura (Sepuluh
Muharram) Dan Apa Keutamaannya Menurut Mereka?
Sesungguhnya Rafidhah mengadakan perayaan dan perkumpulan dan ratapan
tangis, mereka melakukan demonstrasi di jalan-jalan dan di lapangan-lapangan
umum. Mereka memakai pakaian hitam tanda duka cita dalam memperingati mati
syahidnya Husain dengan mengonsentrasikan pada sepuluh hari pertama dari bulan
Muharram di setiap tahun, dengan keyakinan sesungguhnya perbuatan itu termasuk
dari sebaik-baik untuk mendekatkan diri kepada Allah. Maka mereka memukul-mukul
pipi mereka dengan tangan mereka sendiri, memukul-mukul dada dan punggung
mereka. Mereka merobek-robek baju sambil menangis dan berteriak-teriak dengan
menyeru : wahai Husain, wahai Husain. Terlebih-lebih pada hari ke sepuluh
setiap bulan Muharram, bahkan mereka memukul diri mereka sendiri dengan rantai
besi dan pedang, seperti yang terjadi di negeri-negeri yang dihuni oleh
Rafidhah seperti Iran.
Dan para ulama mereka mendorong mereka untuk melakukan hal-hal yang bodoh
ini dimana hal itu menjadi bahan tawaan semua umat. Sungguh salah seorang dari
pembesar mereka yaitu Muhammad Hasan Alu Kasyif al Ghatha, telah ditanya
tentang apa yang dilakukan oleh pengikut golongannya seperti menukul dan
menampar wajah.... dst, ia berkata : sesungguhnya ini termasuk dari mengagungkan syiar-syiar
Allah :
"Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka
sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati". (QS. 22:32)
******
Apakah Keyakinan Orang Rafidhah Tentang
Bai'at
Orang Rafidhah menganggap setiap pemerintahan selain pemerintahan Itsna
'Asyara (syi'ah Itsna "asyarah/ Imammiyah/ Rafidhah) adalah
pemerintahan yang batil (tidak sah). Diriwayatkan di dalam kitab "Al
Kaafii" dengan syarahan (uraian) Al Mazandaraani dan di dalam kitab Al Ghaibah
oleh An Nu'mani, dari Abi Ja'far, ia berkata : "Setiap bendera yang
diangkat (dikibarkan) sebelum bendera Al Qaaim -Mahdinya orang Rafidhah- maka
pemiliknya adalah thoghut".
Dan tidak boleh menta'ati seorang hakim yang bukan dari Allah, kecuali
dengan cara Taqiyah (kemunafikan), penguasa yang absolut dan zholim
tidaklah pantas untuk menjadi pemimpin, dan setiap pemimpin yang bersifat yang
serupa dengan itu. Seluruhnya gelar itu mereka memberikan nama itu kepada
penguasa kaum muslimin yang bukan dari imam-imam mereka, orang paling utama
dari mereka itu adalah khulafaurasyidin -semoga Allah meridhoi mereka- yaitu :
Abu Bakr, Umar dan Utsman.
Tokoh Rafidhah Al Majlisi, dimana ia merupakan salah seorang dari
orang-orang yang sesat dari mereka, pengarang kitab "Bihaarul Anwar",
berkata tentang tiga orang khalifah rasyidin : "Sesungguhnya mereka tiada
lain kecuali perampas yang zholim, murtad dari agama, semoga laknat Allah atas
mereka dan terhadap orang-orang yang mengikuti mereka di dalam menzholimi ahlul
bait dari pertama sampai terakhir".
Inilah yang dikatakan oleh imam mereka Al Majlisi yang kitabnya
dikatagorikan ke dalam reffrensi mereka (rujukan) yang pokok dan terpenting
dalam hadits mengenai umat yang paling mulia setelah para rasul dan nabi.
Berdasarkan kepada keyakinan mereka terhadap khilifah kaum muslimin, maka
mereka menganggap setiap orang yang bekerjasama dengan mereka adalah thoghut
dan zholim. Al Kulaini meriwayatkan dengan sanadnya dari Umar bin Hanzholah, ia
berkata : "Saya telah bertanya kepada Abu Abdillah tentang dua orang dari
golongan kita, di antara mereka berdua terjadi perselisihan dalam masalah agama
atau harta warisan, lalu mereka berdua berhukum (minta diselesaikan secara
hukum) kepada penguasa dan kepada hakim, apakah hal itu halal? Ia berkata :
barangsiapa berhukum (meminta diselesaikan secara hukum) kepada mereka, dengan
kebenaran atau kebatilan, maka sesungguhnya mereka berhukum kepada thoghut, dan
apa yang telah diputuskan untuknya sesungguhnya yang ia ambil adalah harta
haram, walaupun sebenarnya itu haknya, karena ia telah mengambilnya dengan
hukum thoghut".
Berkata Khumaini yang celaka -semoga Allah menghukumnya dengan hukum
sepantas dan setimpal- dalam mengomentari pembicaraan mereka ini : "Imam
itu sendiri dilarang untuk merujuk kepada penguasa-penguasa dan hakim-hakim
mereka, dan merujuk kepada mereka dikatagorikan merujuk kepada thoghut."
******
Apakah Hukum Usaha Mendekatkan Antara
Ahli Sunnah Yang Bertauhid Dengan Rafidhah Yang Musyrik?
Saudaraku pembaca yang budiman, saya cukupkan saja dalam masalah ini,
dengan mencantumkan tulisan dari tulisan-tulisan DR. Nashir AL Qafari di dalam
kitabnya : "Masalah At Taqriib", yaitu tulisan yang ke tujuh, dimana
beliau berkata -semoga Allah menjaganya :
"Bagaimana mungkin mendekatkan antara orang yang mencaci kitab Allah
dan menafsirkannya tidak sesuai dengan tafsirannya, dan mendakwakan turunnya
kitab-kitab ilahi (wahyu) kepada imam-imamnya setelah Al-Qur’anul Karim?, dan
ia memandang keimaman itu adalah kenabian, para imam baginya seperti para nabi
dan bahkan lebih mulia, dan ia menafsirkan mengibadati Allah semata yang mana
itu adalah inti dari misi (ajaran) para rasul seluruhnya tidak sesuai dengan
maknanya yang hakiki, dan mendakwakan bahwa sesungguhnya ibadah itu adalah
ta'at kepada para imam. dan sesungguhnya syirik kepada Allah adalah mentaati
selain mereka (para imam) bersama mereka, ia mengkafirkan orang-orang yang
terbaik dari para sahabat rasulullah, dan mengklaim seluruh para sahabat dengan
murtad, kecuali tiga atau empat atau tujuh sesaui dengan perbedaan riwayat mereka.
Dan orang ini (orang Syiah) tampil berbeda dengan keganjilan dari jamaah kaum
muslimin dengan masalah-masalah akidah dan keyakinan di dalam keimaman,
kemaksuman (terjaga dari dosa), Taqiyah (kemunafikan), dan mengatakan Raj’ah
(imam kembali ke dunia), Al qhaibah (menghilangnya As Kaari) dan Al Bada'."
******
Apakah Perkataan Para Imam Terdahulu Dan
Belakang Tentang Rafidhah (Syi'ah)?
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah telah berkata: "Dan sungguh telah sepakat
ahli ilmu dalam bidang naql, riwayat dan sanad, bahwasanya Rafidhah adalah yang
paling pendusta dari kalangan kelompok-kelompok (yang sesat), berbohong
terdapat dalam diri mereka sudah sejak lama, oleh karena inilah para imam-imam
Islam menggelarkan keistimewaan mereka dengan sering (banyak) berdusta.
Asyhab bin Abdul Aziz telah berkata : Imam Malik telah ditanya tentang
Rafidhah, maka beliau menjawab : Janganlah kamu berbicara dengan mereka, dan
janganlah mengambil riwayat dari mereka, sesungguhnya mereka itu orang-orang
yang berdusta (pembohong).
Dan berkata Imam Malik : orang yang mecaci maki para sahabat Rasulullah,
maka ia tidak berhak mendapatkan nama, atau tempat di dalam Islam.
Berkata Ibnu Katsir, di dalam firman Allah Ta'ala :
"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang
yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih
sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah
dan keridhaan-Nya, tanda-tanda meraka tampak pada muka mereka dari bekas
sujud.Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam
Injil, yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan
tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya;
tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan
hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu'min)". (Al Fath
: 29).
"Dari ayat ini, maka Imam Malik menyimpulkan di dalam satu riwayat
darinya, dengan mengkafirkan orang-orang rafidhah dimana mereka membenci para
sahabat, beliau berkata : "Karena para sahabat menjengkelkan hati mereka
(orang-orang rafidhah), barangsiapa yang dijengkeli oleh para sahabat maka ia
adalah kafir oleh ayat ini".
Al Qarthubi telah berkata : "Sungguh Imam Malik telah berbuat baik
dalam ucapannya dan ia telah benar dalam menafsirkannya, maka barangsiapa
mencela seorang saja dari mereka atau mencela riwayatnya maka ia sungguh telah
membantah Allah Rabb semesta alam, dan telah menggugurkan syari'at-syari'at
kaum muslimin."
Abu Hatim telah berkata : " Telah menceritakan kepada kami Harmalah,
ia berkata : Saya telah mendengar Imam Syafi'i berkata : "Saya belum
pernah melihat seseorang yang lebih mudah bersaksi dengan kepalsuan daripada
Rafidhah".
Muammil bin Ahab telah berkata : "Saya telah mendengar Yazid bin Harun
berkata : "Ditulis (riwayat hadits) dari setiap pelaku bid'ah bila tidak
mengajak ke bid'ahnya, kecuali Rafidhah, sesungguhnya mereka itu
pendusta."
Dan Muhammad bin Sa'ad Al Ashbahaani telah berkata : "Saya telah
mendengar syeikh Syuraik berkata : "Ambillah ilmu itu dari setiap orang
yang kamu jumpai kecuali Rafidhah, sesungguhnya mereka membuat-buat
(memalsukan) hadits, dan mereka menjadikan hal itu sebagai agama". Syuraik
ini adalah Syuraik bin Abdullah Qodhi (hakim) kota Kufah.
Mu'awiyah telah berkata : "Saya telah mendengan Al 'Amasy berkata :
Saya menjumpai sekelompok manusia, dan mereka tidaklah menyebutkan tentang
mereka (rafidhah) kecuali (digolongkan kepada) orang-orang sangat
pembohong", maksudnya (mereka pembohong itu) adalah pengikut AL Mughirah
bin Sa'id yang bermadzhab rafidhah lagi pendusta, seperti yang disifati oleh
imam Adz Dzahabi.
Syeikhul Islam telah berkata dalam mengomentari apa yang dikatakan oleh
para imam salaf : "Dan adapun Rafidhah asal usul bid'ah mereka diambil
dari Zindiq dan kufur serta unsur kesengajaan, kebohongan banyak sekali di
tengah-tengah mereka, dan mereka mengakui hal itu, dengan mengatakan : Agama
kita adalah Taqiyah, yaitu salah seorang dari mereka mengucapkan dengan
lidahnya berbeda dengan apa yang ada di hatinya. Dan inilah hakikat kebohongan
dan kemunafikan, maka mereka dalam hal itu sebagaimana pepatah : "Ia telah
melemparku dengan penyakitnya lalu ia lari".
Berkata Abdullah bin Ahmad bin Hambal : Saya telah bertanya kepada bapakku
tentang Rafidhah, maka ia mengatakan : "Yaitu orang-orang yang mencaci
maki atau mencela Abu Bakr dan Umar". Dan Imam Ahmad ditanya tentang Abu
Bakr dan Umar, maka ia menjawab : Doa'kanlah mereka berdua agar diberi rahmat,
dan berlepas dirilah dari orang yang membenci mereka berdua".
Al Khallal meriwayatkan dari Abu Bakr Al Marwazi, ia berkata : Saya telah
bertanya kepada Abu Abdillah (Imam Ahmad) tentang orang yang mencaci maki Abu
Bakr dan Umar serta 'Aisyah, maka ia berkata : "Saya tidak memandangnya di
dalam Islam (artinya orang yang mencaci itu telah keluar dari Islam-pen).
Al Khallal meriwayatkan, ia berkata : Saya telah diberi tahu oleh Harb bin
Ismail Al Karmaani, ia berkata : Telah bercerita kapada kami Musa bin Harun bin
Ziad, ia berkata : saya telah mendengar Al Firyaabi sedangkan seorang laki-laki
bertanya kepadanya tentang orang yang mencaci maki Abu Bakr, ia berkata :
Kafir. Lalu ia berkata lagi, apakah disholatkan? Ia berkata: Tidak."
Ibnu Hazam telah berkata : tentang Rafidhah tatkala ia berdebat dengan
orang Kristen, dan orang-orang memberikan kepadanya kitab-kitab Rafidhah untuk
bantahan terhadapnya (Ibnu Hazam dan berkata) : sesungguhnya Rafidhah bukanlah
kaum muslimin, dan perkataan mereka bukanlah argumen terhadap agama, akan
tetapi Rafidhah itu hanyalah suatu golongan, mula terjadinya kira-kira duapuluh
lima tahun setelah Nabi Wafat, dan permulaannya adalah merespon panggilan orang
yang hampir masuk islam dari orang-orang yang dihina Allah. Rafidhah itu adalah
kelompok yang berjalan diatas jalan ajaran Yahudi dan Nasrani dalam kebohongan
dan kekufuran."
Abu Zur'ah Ar Raazi berkata : "Bila kamu melihat seseorang yang
mencaci salah seorang dari para sahabat Rasulullah, maka ketahuilah
sesungguhnya dia itu Zindiq."
Lajnah Daimah Lil Iftak (Lembaga Tetap untuk Fatwa) di Kerajaan Saudi
Arabia pernah ditanya dengan satu pertanyaan, dalam pertanyaan itu penanya
mengatakan bahwa ia dan sekelompok teman bersamanya berada di perbatasan utara
berdekatan dengan cek point negara Iraq. Di sana ada sekelompok penduduk yang
bermadzhab Al Ja'fariyah, dan diantara mereka (kelompok penanya) ada orang yang
enggan untuk memakan sembelihan penduduk itu, dan diantara mereka ada yang
makan, maka kami bertanya: Apakah halal bagi kami untuk memakan sembelihan
mereka, ketahuilah sesungguhnya mereka berdoa minta tolong kepada Ali, Hasan
dan Husain serta seluruh pemimpin-pemimpin mereka di dalam keadaan sulit dan
keadaan lapang ? Lalu Lajnah (lembaga) yang diketuai oleh Syeikh Abdul 'Aziz
bin Abdullah bin Baz dan (anggota-anggotanya); Syeikh Abdul Razaq 'Afifi,
Syeikh Abdullah bin Ghudayan, dan Syeikh Abdullah bin Qu'uud, semoga Allah
memberi pahala kepada mereka semua.
Jawabannya : Segala puji bagi Allah semata, dan shalawat dan salam semoga
dianugerahkan kepada rasul-Nya dan keluarga beliau serta sahabat-sahabatnya,
dan adapun selanjutnya:
Jika permasalahannya seperti yang disebutkan oleh penanya, bahwa
sesungguhnya jamaah (kelompok) yang memiliki ajaran Ja'fariyah, mereka berdo'a
dan meminta tolong kepada Ali, Hasan dan Husain serta pemimpin-pemimpin mereka,
maka mereka itu adalah orang-orang musyrik murtad, keluar dari agama Islam,
semoga Allah melindungi kita dari itu, tidaklah halal memakan sembelihan
mereka, karena sembelihan itu adalah bangkai, walaupun mereka menyebut nama
Allah saat menyembelihnya."
Syeikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin ditanya, soal itu berbunyi :
wahai syeikh yang mulia, di negeri kami terdapat seorang rafidhah (bermadzhab
syi'ah rafidhah) bekerja sebagai tukang sembelih, maka ahlusunnah datang
kepadanya untuk menyembelih sembelihan mereka, dan begitu juga sebagian rumah
makan, bekerja sama dengan orang rafidhah ini, dan dengan rafidhah lainnya yang
berprofesi sama, apakah hukumnya bertransaksi atau berkoneksi dengan orang
rafidhah ini dan semisalnya? Apakah hukum sembelihannya, apakah sembelihannya
halal atau haram, berikanlah kepada kami fatwa, semoga syeikh diberi pahala
oleh Allah.
(Beliau menjawab) Wa'alaikum salam warahmatullah wabarakatuh wa ba'du:
Tidaklah halal sembelihan orang rafidhah, dan juga memakan sembelihannya,
sesungguhnya orang rafidhah pada umumnya adalah orang-orang musyrik, dimana
mereka selalu menyeru Ali bin Abi Thalib di waktu sempit dan lapang, sampai di
Arafah dan saat tawaf dan sa'i, mereka juga menyeru anak-anak beliau dan
imam-imam mereka seperti yang sering kita dengar dari mereka, perbuatan ini
adalah syirik akbar dan keluar dari agama Islam yang berhak dihukum mati
atasnya.
Sebagaimana mereka sangat berlebih-lebihan dalam menyifati Ali, mereka
menyifati beliau dengan sifat-sifat yang tidak layak kecuali hanya untuk Allah,
sebagaimana kita mendengarnya dari mereka di Arafah, dan mereka disebabkan
perbuatan itu telah murtad, yang mana mereka telah menjadikannya sebagai Rabb,
Sang Pencipta, dan Yang mengatur Alam, Yang mengetahui ghaib, yang menguasai
kemudaratan dan manfaat, dan semisal itu.
Dan sebagaimana mereka mencela Al-Qur’an, mereka mendakwakan bahwa para
sahabat telah merubah, menghilangkan dari Al-Qur’an ayat-ayat yang banyak berhubungan
dengan Ahlu Bait dan musuh-musuh mereka, lalu mereka tidak berpedoman kepada
Al-Qur’an dan mereka tidak memandangnnya sebagai dalil dan argumen.
Sebagaimana
mereka mencela pemuka-pemuka sahabat, seperti tiga orang khalifah rasyidin, dan
selain mereka dari orang yang diberi kabar gembira jaminan masuk surga, para
umul mukminin (istri-istri rasulullah), para sahabat yang terkenal, seperti
Anas, Jabir, Abu Hurairah dan semisalnya, maka mereka tidak menerima
hadits-hadits para sahabat tersebut, karena mereka itu orang kafir menurut
dakwaan mereka, mereka tidak mengamalkan hadits-hadits di Bukhari Muslim
kecuali yang berasal dari Ahlu Bait. Mereka bergantung dengan hadits-hadits
palsu atau hadits-hadits yang di dalamnya tidak ada bukti atas apa yang mereka
katakan. Akan tetapi walaupun demikian, mereka itu adalah bersikap munafik,
maka mereka mengucapkan dengan lidah mereka apa yang tidak ada pada hati mereka
(yang tidak mereka yakini), mereka menyembunyikan di diri mereka apa yang tidak
mereka tampakkan kepadamu, mereka berkata : barangsiapa tidak bersikap Taqiyah
(nifaq) maka tidak ada agama baginya. Maka dakwaan mereka itu tidak bisa
diterima dalam ukhuwah persaudaraan, dan dakwaan mereka akan cinta syari'at...
dan seterusnya. Sikap nifaq adalah merupakan akidah bagi mereka. Semoga Allah
menjaga (kita) dari kejelekan mereka, semoga Allah menganugerahkan shalawat dan
salam kepadaNabi Muhammad SAW, dan keluarga beliau serta para sahabatnya.