AHLAN WA SAHLAN YA IKHWAH...
Sedikit kata untuk kita renungkan bersama...

Jumat, 15 Agustus 2014

SYARAH HADITS ARBA'IN AN NAWAWI, Hadits Ke-6

Hadits ke-6:



"Dari Abu Abdillah Nu'man bin Basyir radhiyallahu 'anhu dia berkata: "Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Diantara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang melindungi dirinya dari perkara syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya di sekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki wilayah larangan dan wilayah larangan Allah adalah segala apa yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwasanya di dalam tubuh terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh, dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati."
(HR. Bukhari dan Muslim).



Penjelasan:



Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Diantara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak." Di dalamnya terdapat pembagian segala sesuatu menjadi tiga bagian:



Pertama: Hal-hal yang jelas kehalalannya. Seperti biji-bijian, buah-buahan dan hewan ternak jika tidak dihasilkan dengan cara yang haram.



Kedua: Hal-hal yang jelas keharamannya. Seperti minum khamer, makan bangkai dan menikahi mahram. Ini diketahui oleh orang yang berilmu maupun yang awam.



Ketiga: Perkara samar-samar antara halal dan haram. Tidak termasuk perkara yang jelas kehalalannya dan tidak termasuk pula perkara yang jelas keharamannya. Ini tidak diketahui oleh banyak orang, hanya diketahui oleh sebagian mereka.



Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Maka siapa yang melindungi dirinya dari perkara syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus kedalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya di sekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki wilayah larangan dan wilayah larangan Allah adalah segala apa yang diharamkan-Nya." Ini termasuk dalam bagian ketiga, yaitu perkara yang samar-samar. Jika dijauhi maka akan mendatangkan keselamatan bagi agama seseorang -yaitu hubungan antara dia dengan Allah- serta keselamatan bagi kehormatannya -yaitu hubungan antara dia dengan manusia- sehingga manusia tidak punya jalan untuk menodai kehormatannya. Jika seseorang menganggap remeh menyentuh perkara syubhat, maka hal itu akan menyeretnya ke dalam perkara haram yang nyata. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam telah membuat permisalan dalam hal ini. Yaitu seperti seorang penggembala yang menggembala di sekitar daerah larangan. Jika dia jauh dari tempat terlarang tersebut, niscaya dia akan selamat dari masuknya hewan gembalaannya ke dalam daerah terlarang tersebut. Namun jika dia dekat dengan tempat tersebut, niscaya lambat laun gembalaannya akan masuk ke dalamnya tanpa dia sadari.



Yang dimaksud dengan Hima (daerah larangan) adalah tanah subur yang ditutup oleh para raja dan lainnya. Mereka melarang orang lain untuk mendekatinya. Sehingga orang yang menggembala disekitarnya lambat laun akan memasukinya, berarti dia telah menghadapkan dirinya kepada hukuman. Dan daerah larangan Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah perkara-perkara yang telah diharamkan-Nya. Maka seseorang wajib menjauh darinya. Dia wajib pula menjauh dari perkara-perkara tidak jelas yang bisa membawa kepada perkara-perkara yang diharamkan.



Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Ketahuilah bahwasanya di dalam tubuh terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh, dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati." Mudhghah adalah segumpal daging seukuran kunyahan manusia. Ini mengandung penjelasan tentang besarnya kedudukan hati di dalam jasad. Hati adalah raja bagi semua anggota tubuh. Semua anggota tubuh akan baik jika dia baik, dan rusak jika dia rusak.



An-Nawawi rahimahullah berkata: "Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: Dan barangsiapa yang terjerumus ke dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan." (Maknanya) memiliki dua kemungkinan:



Pertama: Dia terjerumus ke dalam perkara haram, sedang dia menyangkalnya tidak haram.



Kedua: Artinya dia dekat untuk terjerumus ke dalam perkara haram. Sebagaimana dikatakan: Maksiat merupakan pengantar menuju kekufuran. Sebab jika jiwa telah melakukan penyimpangan, dia akan berpindah menuju kerusakan yang lebih besar. Sehingga dikatakan bahwa hal ini diisyaratkan oleh firman Allah Ta'ala:



"Dan mereka membunh para Nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas."
(QS. Ali Imran: 112).



Maksudnya mereka mulai dengan berbuat maksiat kemudian meningkat hingga membunuh para nabi. Di dalam hadits disebutkan:



"Allah melaknat seorang pencuri yang mencuri sebutir telur lalu tangannya dipotong karenanya. Dan dia mencuri tali sehingga tangannya dipotong karenanya."



Artinya dia mulai dengan mencuri telur lalu meningkat hingga mencuri tali.



Nu'man bin Basyir radhiyallahu 'anhu termasuk shahabat generasi belia. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam meninggal ketika umurnya masih delapan tahun. Ketika meriwayatkan hadits ini, dia berkata: "Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda ." Ini menunjukkan sahnya apa yang diemban oleh seorang anak kecil yang telah mencapai usia tamyiz. Apa yang dia emban waktu kecil lalu dia tunaikan ketika dewasa adalah diterima. Demikian pula seorang kafir jika mengemban sesuatu waktu kafir, lalu dia menunaikannya ketika masuk Islam (maka apa yang ditunaikannya tersebut diterima).



Diantara kandungan hadits ini adalah:



1. Keterangan tentang pembagian segala sesuatu dalam syari'at ini menjadi perkara yang jelas kehalalannya, perkara yang jelas keharamannya dan perkara samar-samar antara keduanya.



2. Perkara syubhat ini tidak diketahui oleh banyak orang dan sebagian mereka mengetahui hukumnya dengan dalilnya.



3. Perkara syubhat harus ditinggalkan sampai diketahui kehalalannya.



4. Membuat contoh untuk menetapkan makna yang dimaksud dengan memperumpamakannya dengan sesuatu yang konkrit.



5. Jika seorang insan terjerumus ke dalam perkara syubhat, maka dengan mudah dia akan terjerumus ke dalam perkara haram yang nyata.



6. Penjelasan tentang besarnya kedudukan hati. Semua anggota tubuh tunduk kepadanya. Semuanya baik jika ia baik, dan rusak jika ia rusak.



7. Kerusakan lahiriyah menunjukkan kerusakan bathin.



8. Menjauhi syubhat memberikan perlindungan kepada seseorang atas agamanya dari kekurangan, dan perlindungan terhadap kehormatannya dari aib dan cela.



Sumber:

Kitab "Fathul Qawiyyil Matin fi Syarhil Arba'in wa Tatimmatil Khamsin Lin Nawawi wa Ibni Rajab Rahimahumallah."
Ditulis Oleh: Syaikh 'Abdul Muhsin bin Hamd al-'Abbad al-Badr.
Diterjemahkan oleh:
Abu Habiib Sofyan Saladin.
Dalam Judul Versi Indonesia: "Syarah Hadits Arba'in an-Nawawi" (Plus 8 Hadits Ibnu Rajab).
Penerbit: "Darul Ilmi", Cileungsi-Bogor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar