AHLAN WA SAHLAN YA IKHWAH...
Sedikit kata untuk kita renungkan bersama...

Selasa, 14 Juni 2011

DERAJAT BAGI YANG MEMULIAKAN LANSIA.

Ali bin Abi Thalib sedang berjalan tergesa-gesa menuju masjid. Ia tak ingin melewatkan sholat shubuh hari itu dimana Nabi SAW sendiri yang menjadi imannya. Ditengah jalan Ali terpaksa memperlambat langkahnya. Didepannya jalan seorang laki-laki-laki-laki tua tertatih-tatih. Ali tidak mau mendahului lelaki tua itu karena rasa hormatnya. Walhasil Ali-pun menjadi terlambat tiba dimasjid. Tiba di masjid, ternyata lelaki tua itu tidak masuk kedalamnya. Ia terus saja berjalan tanpa menghiraukan bahwa ia sedang berada didepan sebuah masjid pada saat dimana waktu sholat shubuh sedang tiba.

" Barangkali lelaki tua itu adalah seorang yang kafir, atau yang pasti ia bukanlah orang Islam". Begitu pikir Ali dalam hatinya. Sewaktu Ali masuk kedalam masjid dilihatnya Nabi SAW sedang ruku`. Ini berarti, bahwa masih tersedia waktu bagi Ali untuk sholat dengan diimami Nabi SAW sebagaimana yang diniatkan sebelumnya.

Usai sholat para sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW. " Ada gerangan apa ya Rasulullah SAW, sehingga engkau lebih memperlama masa ruku` waktu sholat tadi ?.Padahal, sebelumnya hal yang seperti ini belum pernah engkau lakukan ?"

Mendengar pertanyaan para sahabat itu, Nabi SAW segera menjawab : " Saat ruku tadi, yaitu usai mengucapkan Subhana Rabbiyal `Adzimi, aku bermaksud segera mengangkat kepalaku. Tetapi, tiba-tiba pada saat yang sama, Jibril datang. Ia menggelar sayapnya dipunggungku sehingga membuat aku terus saja ruku`. Jibril membuat demikian lama sekali, selama yang kalian rasakan. Baru setelah Jibril mengangkat sayapnya, aku dapat berdiri mengangkat kepalaku ". " Mengapa bisa terjadi begitu, ya Rasulullah SAW ?" seorang diantara sahabat terus bertanya. " Aku tak sempat menanyakan hal itu". Ternyata Jibril kembali menemui Nabi SAW. Ia memberikan penjelasan mengenai sebab ruku` menjadi panjang saat sholat shubuh itu.

"Wahai Muhammad, tadi itu, Ali sedang tergesa-gesa untuk bisa mengejar sholat berjama`ah. Tapi ditengah perjalanan ia bertemu dengan seorang lelaki tua Nasrani yang membuat jalannya menjadi terlambat sampai kesini. Ali tidak tahu kalau orang itu adalah Nasrani, dan ia biarkan orang tua itu untuk tetap terus berjalan didepannya. Ali tidak mau mendahuluinya. Allah SWT kemudian menyuruhku supaya engkau tetap ruku` sehingga memungkinkan Ali untuk dapat menyusul sholat shubuh berjama`ah. Perintah Allah SWT seperti itu kepadaku bukan hal yang mengherankan bagiku, yang mengherankan adalah perintah Allah SWT kepada Mikail agar ia menahan perputaran matahari dengan sayapnya. Ini tentunya karena perbuatan Ali tadi ". demikian penjelasan Jibril.

Setelah memperoleh keterangan dari malaikat Jibril, Nabi SAW pun kemudian bersabda," Inilah derajat orang yang memuliakan orangtua (lansia), meskipun lansia itu adalah Nasrani ".

Senin, 13 Juni 2011

UMMU KULTSUM, WANITA YANG MEMBAWA 2 UNTA.

Siang itu di kota Mekah panasnya begitu terik. Ummu Kultsum berjalan sambil menundukkan kepala untuk melindungi matanya dari debu yang mengepul. Dia hendak berbelanja keperluan sehari-harinya di pasar.

Tiba-tiba dia dikejutkan oleh kerumunan orang-orang yang sedang memukuli seorang pria.
“Dasar pengikut Muhammad, berani-beraninya kau berkeliaran di kota ini,” kata salah seorang dari kerumunan itu sambil menghujamkan kakinya ke dada pria malang tersebut.
“Laa…ilaaha illallaah…!” ucap pria malang itu.
“Hey! Kembalilah pada Tuhan kami Lata dan Uza, maka kami akan mengampunimu!”
“Demi Alloh sekalipun kalian membunuhku, aku hanya akan menyembah Alloh! Laa…ilaaha illallaah!” kata pria itu.

Maka pukulan dan tendangan pun kembali menderanya. Ummu Kultsum tidak kuasa melihat kejadian itu. Dia pun memanjatkan doa:
“Ya Alloh, berilah kekuatan kepada pria malang ini. Semoga Engkau melindunginya!”
Kemudian karena tidak tahan, Ummi Kultsum pun cepat-cepat meninggalkan tempat tersebut.

Beberapa hari kemudian Ummu Kultsum kembali bertemu dengan pria yang dianiaya tersebut. Dia lalu mendekatinya.
“Wahai insan yang dilindungi Alloh! Mengapa kau tidak ikut berhijrah ke Madinah bersama Rasulullah SAW? Sementara orang-orang di kota ini tidak akan membiarkan kau menyembah Alloh?” tanya Ummu Kultsum.
Pria itu menatapnya dengan heran, “Apakah kau seorang muslimah?”
“Ya, saya juga pengikut Muhammad!” jawab Ummu Kultsum.
“Sebenarnya saya ingin pergi ke Madinah. Tapi aku hanyalah orang miskin. Aku tidak punya unta untuk membawaku ke sana. Sedangkan untuk berjalan kaki, aku pasti tidak sanggup. Kau tahu kan, jarak Mekah ke Madinah begitu jauh!” katanya.
“Aku memiliki dua ekor unta. Aku akan memberikannya satu untukmu. Asalkan aku boleh ikut berhijrah ke Madinah!” kata Ummu Kultsum.
“Subhanallah! Terima kasih atas pertolongan-Mu ya Alloh!” ujar pria itu dengan terharu. “Lalu kapan kita akan berangkat dan dimana kita akan bertemu! Sungguh berbahaya bagimu seandainya keluargamu tahu tentang hal ini.”
“Aku akan menemuimu tengah malam nanti di Bani Tan’im” kata Ummu Kultsum sambil cepat-cepat meninggalkan pria itu.

Malamnya, pria itu menunggu dengan tidak sabar kedatangan Ummu Kultsum. Kemudian dilihatnya dua ekor unta yang dituntun seorang wanita berjalan menuju ke arahnya. Dengan gembira dihampiinya wanita itu yang ternyata adalah Ummu Kultsum.
“Alhamdulillah, ternyata Alloh melindungimu,” ucapnya lega.
Mereka bergegas menaiki untanya dan memulai perjalanan mereka ke Madinah.

Sementara itu Imarah dan Walid kakak dari Ummu Kultsum , terkejut ketika keesokan harinya mereka menemukan kamar tidur adiknya telah kosong. Mereka mencarinya kemana-mana, namun hingga siang hari pun adik mereka tidak ditemukannya.
Seseorang berkata: “Wahai Imarah, bukankah adikmu telah pergi menyusul Muhammad ke Madinah?”
“Tidak mungkin!” pikir mereka. “Apakah adikku sudah mengikuti agama Muhammad? Kalau begitu kita harus segera mengejarnya! Kita harus menyeretnya pulang! Jangan sampai dia tiba di Madinah.”
Mereka berdua segera memacu kuda mereka menuju Madinah.

Sementara itu Ummu Kultsum dan pria tersebut telah tiba di Madinah dan disambut dengan baik oleh Rasulullah saw. Namun kegembiraan itu terusik ketika kedua kaka Ummu Kultsum tiba dan dengan marah meminta supaya Rasulullah saw menyerahkan adik mereka.
“Wahai Rasulullah, janganlah kau serahkan aku kepada mereka. Sesungguhnya aku telah memeluk agama Islam sedangkan mereka belum,” pinta Ummu Kultsum.
Sejenak Rasul ragu karena menurut perjanjian Hudaibiyah, orang-orang yang berhijrah harus dikembalikan. Sementara pantang bagi Rasulullah SAW untuk mengingkari janji. Itulah memang seharusnya akhlak seorang Muslim.

Kemudian turunlah wahyu Alloh:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka, Alloh telah mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang yang tidak beriman kepada-KU. Mereka tidak halal baginya dan orang-orang yang tidak beriman itu tidak halal bagi mereka.
Dan berikanlah kepada (suami-suami) mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu untuk mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali perkawinan dengan perempuan-perempuan yang tidak beriman, maka hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar, dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar.
Demikianlah hukum Alloh yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Alloh Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (al – Mumtahanah; 10)

Rasululloh berpaling kepada Ummu Kultsum dan bertanya, “Wahai Ummu Kultsum, apakah benar hijrahmu ke Madinah ini karena engkau mencintai Alloh dan Rasul-Nya?”
“Benar, ya Rasulullah!” jawab Ummu Kultsum.
“Apakah hijrahmu ini bukan karena cintamu kepada harta dan keluargamu?” tanya Rasululloh lagi.
“Benar, ya Rasulullah!” jawab Ummu Kultsum.
Rasululloh menganggukan kepalanya dan berkata kepada Imarah, ”Wahai Imarah, saya tidak akan mengembalikan Ummu Kultsum kepadamu. Dia sudah memilih Alloh dan Rasul-Nya!”

Maka kedua kakak Ummu Kultsum kembali ke Mekah sementara Ummu Kultsum tetap tinggal di Madinah bersama para Muslimah lainnya.

Jumat, 03 Juni 2011

MENGENAI PUASA DI BULAN RAJAB

Pada dasarnya berpuasa di seluruh bulan dalam setahun disyari’atkan kecuali ramadhan atau pada waktu-waktu yang dilarang untuk berpuasa, seperti : dua hari raya, hari-hari tasyriq, hari jum’at. Sedangkan berpuasa di bulan ramadhan adalah diwajibkan.

Seseorang diperbolehkan berpuasa senin kamis, tiga hari dalam sebulan, atau puasa Daud pada bulan manapun dalam setahun termasuk didalamnya bulan rajab. Hal demikian berdasarkan keumuman dalil-dalil yang menerangkan tentang puasa-puasa sunnah, diantaranya :

1. Diriwayatkan dari Abu Hurairoh bahwa Nabi saw sering berpuasa pada hari senin dan kamis.” (HR. Ahmad dengan sanad shahih)

2. Dari Abu Dzar al Ghifari berkata bahwa Rasulullah saw pernah memerintahkan kami agar berpuasa sebanyak tiga hari pada setiap bulan, yaitu apa yang dinamakan dengan hari putih; tanggal ketiga belas, keempat belas dan kelima belas.’ Nabi saw bersabda,”Itu semua seperti berpuasa sepanjang waktu.” (HR. An Nasai dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)

3. Diriwayatkan dari Abdullah bin Amar bahwa Rasulullah saw telah bersabda,”Puasa yang paling disukai Allah adalah puasa Daud dan shalat yang paling disukai Allah adalah shalat Daud. Dia tidur sepanjang malam, bangun sepertiganya, lalu tidur seperenamnya dan ia berpuasa satu hari lalu berbuka satu hari.” (HR. Ahmad)

Hal ini seperti yang dikatakan oleh Imam Nawawi bahwa tidak ada pelarangan tentang berpuasa di bulan rajab dan juga tidak ada penganjurannya karena bulan rajabnya itu sendiri akan tetapi berpuasa pada dasarnya disunnahkan. Didalam sunnan Abu Daud bahwa Rasulullah saw menganjurkan berpuasa di bulan-bulan haram dan rajab adalah salah satunya. (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi juz VIII hal 56)

Dan tidak didapat riwayat shahih yang menjelaskan tentang berpuasa rajab dikarenakan keutamaan yang ada didalam bulan itu. Diantara hadits-hadits itu adalah :

1. Diriwayatkan dari Abu Sa’id al Khudriy bahwa Rasulullah saw bersabda,”Rajab adalah bulan Allah, sya’ban adalah bulanku dan ramadhan adalah bulan umatku. Barangsiapa yang berpuasa rajab dengan keimanan dan penuh harap maka wajib baginya keridhoan Allah yang besar, akan ditempatkan di firdaus yang tertinggi. Barangsiapa yang berpuasa dua hari dari bulan rajab maka baginya pahala yang berlipat dan setiap takarannya sama dengan berat gunung-gunung di dunia dan barangsiapa berpuasa tiga hari dari bulan rajab maka Allah akan menjadikan puasa itu sebuah parit yang lebarnya satu tahun perjalanan diantara dirinya dengan neraka…” Ibnul Jauzi mengatakan bahwa hadits ini maudlu’ (palsu).

2. Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa yang berpuasa tiga hari dari bulan rajab maka Allah tetapkan baginya puasa sebulan. Barangsiapa berpuasa tujuh hari dari bulan rajab maka Allah tutupkan baginya tujuh pintu-pintu neraka. Barangsiapa yang berpuasa delapan hari dari bulan rajab maka Allah bukakan baginya delapan pintu-pintu surga dan barangsiapa yang berpuasa setengah bulan rajab maka Allah tetapkan baginya keredhoan-Nya dan barangsiapa yang ditetapkan baginya keridhoan-Nya maka Dia tidak akan mengadzabnya. Dan barangsiapa yang berpuasa selama bulan rajab maka Allah akan menghisabnya dengan hisab yang mudah.” Ibnul Jauzi mengatakan bahwa hadits ini tidak benar karena diantara para perawinya terdapat Aban. Syu’bah mengatakan bahwa berzina lebih aku sukai daripada aku meriwayatkan hadits dari Aban. Ahmad, Nasai dan Dauquthni mengatakan bahwa hadits ini tidaklah diambil karena didalamnya terdapat Amar bin al Azhar. Ahmad mengatakan bahwa hadits ini maudlu’ (palsu). (Al Maudlu’at juz II hal 205 – 206)

Tentang permasalahan ini, Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan didalam kitabnya “Tabyiinul ‘Ajb” hal 23 bahwa tidak terdapat riwayat tentang keutamaan dari bulan rajab, tidak puasa di bulan itu, tidak berpuasa sedikit saja dari bulan itu dan tidak pula mengerjakan qiyamullail yang dikhususkan di bulan itu.

Imam Ibnul Qayyim mengatakan didalam kitab “al Muniful Manar” hal 151 bahwa seluruh hadits yang menyebutkan bulan rajab, melakukan shalat disebagian malam-malam di bulan itu maka ia adalah pendusta dan pembohong.” (Silsilatul Ahaditsil Wahiyah juz II hal 222)

Puasa di Bulan Sya’ban

Jumhur fuqaha, yaitu para ulama Hanafi, Maliki dan Syafi’i berpendapat akan dianjurkannya berpuasa di bulan sya’ban berdasarkan riwayat dari Aisyah yang berkata,”Aku tidak melihat Rasulullah saw lebih banyak berpuasa daripada bulan sya’ban.” Aisyah juga berkata, ”Bulan yang paling disukai Rasulullah saw untuk berpuasa didalamnya adalah sya’ban bahkan sampai bulan ramadhan..”

Syarbini al Khatib mengatakan bahwa terdapat riwayat didalam shahih Muslim bahwa Rasulullah saw berpuasa di bulan sya’ban seluruhnya kecuali sedikit sekali (dari hari-hari itu).”

Para ulama berkata bahwa lafazh dalam hadits kedua adalah penjelasan dari hadits yang pertama, bahwa yang dimaksud dengan seluruhnya adalah sebagian besarnya.

Dari Aisyah berkata bahwa aku tidak melihat Rasulullah saw menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali bulan ramadhan.” Para ulama berkata bahwa beliau saw tidak menyempurnakan puasanya satu bulan penuh supaya tidak dianggap bahwa hal itu adalah kewajiban.

Sedangkan para ulama Hambali berpendapat bahwa tidak dianjurkan berpuasa di bulan sya’ban, ini adalah pendapat kebanyakan dari mereka namun pemilik kita “Al Irsyad” menganjurkannya. (al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 9993)

Wallahu A’lam Bishawaab...

 Dari Era Muslim. 

Kamis, 02 Juni 2011

HAK SEORANG ISTRI

Ada sepasang suami istri yang dihadirkan ke hadapan Hakim Ka`ab Al As`adi. Perkara suami istri itu diajukan kepada Hakim karena pengaduan sang istri terhadap suaminya sendiri.

Maka ketika sidang mulai digelar, dengan meratap, si istri mengadukan hal-nya kepada sang Hakim.

" Tuan Hakim yang terhormat, aku mengadu kepadamu , memintamu untuk memberikan keadilan kepadaku".
" Ya baiklah. Tapi jelaskan dahulu perkara apa yang hendak kamu ajukan kepadaku !".
" Aku mengadukan suamiku. Aku benar-benar tidak suka dengan cara hidupnya selama ini. Setiap hari kerjanya cuma sibuk beribadah. Tempat tidurnya adalah masjid. Ia jarang sekali untuk datang tidur bersamaku di tempat tidur kami dirumah. Setiap malam kerjanya cuma sholat melulu. Kalau siang hari terus menerus puasa. Aku hampir-hampir tak pernah ia perdulikan. Aku betul-betul tidak suka dengan cara hidup yang seperti ini terus-menerus ".

Mendengar pengaduan si istri, hakim Ka`ab Al As`adi mengkonfirmasikan perihal tersebut kepada suaminya.
" Betulkah pengaduan oleh istrimu barusan itu ?"
" Benar, Pak Hakim !".
" Kalau begitu, apa maksudmu dengan semua kegiatanmu yang terus menerus seperti itu ?"
" Aku ingin menjadi ahli ibadah, Pak Hakim !".

Setelah tahu duduk persoalannya, Hakim Ka`ab lalu merenungkannya. Setelah mempertimbangkan jawaban-jawaban yang diutarakan sang suami secara mendalam, kemudian hakim memberikan keputusannya.

" Sebagai suami darinya, istrimu mempunyai hak atas dirimu. Kamu wajib memenuhi haknya itu. Allah SWT telah menghalalkan bagimu dua wanita, tiga wanita, atau sampai empat wanita untuk dapat kamu jadikan istrimu. Sekarang, istrimu kan hanya seorang. Itu berarti dalam empat hari berturut-turut kamu mempunyai waktu tiga hari untuk melakukan ibadah dan sehari dapat kamu gunakan untuk memenuhi kebutuhan biologis istrimu".

Keputusan hakim Ka`ab Al As`adi yang menetapkan tiga hari sekali untuk mengumpuli istri membuat khalifah Umar bin Khattab terkagum-kagum. Atas kebijaksanaannya yang mengagumkan itu, kemudian khalifah mengangkat Ka`ab sebagai hakim di Basrah.

BACAAN AYAT KURSI MENJELANG TIDUR

Abu Hurairah r.a. pernah ditugaskan oleh Rasulullah S.A.W untuk menjaga gudang zakat di bulan Ramadhan. Tiba-tiba muncullah seseorang, lalu mencuri segenggam makanan. Namun kepintaran Hurairah memang patut dipuji, kemudian pencuri itu berhasil ditangkapnya.


"Akan aku adukan kamu kepada Rasulullah S.A.W," gertak Abu Hurairah.

Bukan main takutnya pencuri itu mendengar ancaman Abu Hurairah, hingga kemudian ia pun merengek-rengek : "Saya ini orang miskin, keluarga tanggungan saya banyak, sementara saya sangat memerlukan makanan."

Maka pencuri itu pun dilepaskan. Bukankah zakat itu pada akhirnya akan diberikan kepada fakir miskin ? Hanya saja, cara memang keliru. Mestinya jangan keliru.

Keesokan harinya, Abu Hurairah melaporkan kepada Rasulullah S.A.W. Maka bertanyalah beliau : "Apa yang dilakukan kepada tawananmu semalam, ya Abu Hurairah?"

Ia mengeluh, "Ya Rasulullah, bahawa ia orang miskin, keluarganya banyak dan sangat memerlukan makanan," jawab Abu Hurairah. Lalu diterangkan pula olehnya, bahawa ia kasihan kepada pencuri itu,, lalu dilepaskannya.

"Bohong dia," kata Nabi : "Pada saat malam nanti ia akan datang lagi."

Karena Rasulullah S.A.W berkata begitu, maka penjagaannya diperketat, dan kewaspadaan pun ditingkatkan.Dan, benar juga, pencuri itu kembali lagi, lalu mengambil makanan seperti malam kemarin. Dan kali ini ia pun tertangkap.

"Akan aku adukan kamu kepada Rasulullah S.A.W," ancam Abu Hurairah, sama seperti kemarin. Dan pencuri itu pun sekali lagi meminta ampun : "Saya orang miskin, keluarga saya banyak. Saya berjanji esok tidak akan kembali lagi."

Kasihan juga rupanya Abu Hurairah mendengar keluhan orang itu, dan kali ini pun ia kembali dilepaskan. Pada paginya, kejadian itu dilaporkan kepada Rasulullah S.A.W, dan beliau pun bertanya seperti kemarin. Dan setelah mendapat jawaban yang sama, sekali lagi Rasulullah menegaskan : "Pencuri itu bohong, dan nanti malam ia akan kembali lagi."

Malam itu Abu Hurairah berjaga-jaga dengan kewaspadaan dan kepintaran penuh. Mata, telinga dan perasaannya dipasang baik-baik. Diperhatikannya dengan teliti setiap gerak-geri disekelilingnya sudah dua kali ia dibohongi oleh pencuri. Jika pencuri itu benar-benar datang seperti diperkatakan oleh Rasulullah dan ia berhasil menangkapnya, ia telah bertekad tidak akan melepaskannya sekali lagi. Hatinya sudah tidak sabar lagi menunggu-nunggu datangnya pencuri jahanam itu. Ia kesal. Kenapa pencuri kemarin itu dilepaskan begitu saja sebelum diseret ke hadapan Rasulullah S.A.W ? Kenapa mau saja ia ditipu olehnya ? "Awas!" katanya dalam hati. "Kali ini ia tidak akan kuberikan ampun."

Malam semakin larut, jalanan sudah sepi, ketika tiba-tiba muncul sesosok bayangan yang datang menghampiri onggokan makanan yang dia jaga. "Nah, benar juga, ia datang lagi," katanya dalam hati. Dan tidak lama kemudian pencuri itu telah bertekuk lutut di hadapannya dengan wajah ketakutan. Diperhatikannya benar-benar wajah pencuri itu. Ada semacam kepura-puraan pada gerak-gerinya.

"Kali ini kau pastinya kuadukan kepada Rasulullah. Sudah dua kali kau berjanji tidak akan datang lagi ke mari, tapi ternyata kau kembali juga. Lepaskan saya," pencuri itu memohon. Tapi, dari tangan Abu Hurairah yang menggenggam erat-erat dapat difahami, bahwa kali ini ia tidak akan dilepaskan lagi. Maka dengan rasa putus asa ahirnya pencuri itu berkata : "Lepaskan saya, akan saya ajari tuan beberapa kalimat yang sangat berguna."

"Kalimat-kalimat apakah itu?" Tanya Abu Hurairah dengan rasa ingin tahu. "Bila tuan hendak tidur, bacalah ayat Kursi :

“Allaahu laa Ilaaha illaa Huwal-Hayyul Qayyuuumu….. “

Dan seterusnya sampai akhir ayat. Maka tuan akan selalu dipelihara oleh Allah, dan tidak akan ada syaitan yang berani mendekati tuan sampai pagi."

Maka pencuri itu pun dilepaskan oleh Abu Hurairah. Agaknya naluri keilmuannya lebih menguasai jiwanya sebagai penjaga gudang.

Dan keesokan harinya, ia kembali menghadap Rasulullah S.A.W untuk melaporkan pengalamannya yang luar biasa tadi malam. Ada seorang pencuri yang mengajarinya kegunaan ayat Kursi.

"Apa yang dilakukan oleh tawananmu semalam?" tanya Rasulullah sebelum Abu Hurairah sempat menceritakan segalanya.

"Ia mengajariku beberapa kalimat yang katanya sangat berguna, lalu ia saya lepaskan," jawab Abu Hurairah.

"Kalimat apakah itu?" tanya Nabi.

Katanya : "Kalau kamu tidur, bacalah ayat Kursi : Allaahu laa Ilaaha illaa Huwal-Hayyul Qayyuuumu….. Dan seterusnya sampai akhir ayat. Dan ia katakan pula : "Jika engkau membaca itu, maka engkau akan selalu dijaga oleh Allah, dan tidak akan didekati syaitan hingga pagi hari."

Menanggapi cerita Abu Hurairah, Nabi S.A.W berkata, "Pencuri itu telah berkata benar, sekalipun sebenarnya ia tetap pendusta." Kemudian Nabi S.A.W bertanya pula : "Tahukah kamu, siapa sebenarnya pencuri yang bertemu denganmu tiap malam itu?"

"Entahlah." Jawab Abu Hurairah.

"Itulah syaitan."