AHLAN WA SAHLAN YA IKHWAH...
Sedikit kata untuk kita renungkan bersama...

Jumat, 30 September 2016

Ringkasan Kitab Riyadhush Shalihin, Bab Larangan Menyambung Rambut, Menato, dan Menata Gigi.


Bismillaahir rahmaanir rahiim
Assalamu'alaykum wa rahmatullaah wa barakaatuh.


"Innal hamdalillaah nahmaduhu wanasta'iinuhu wanastaghfiruhu wana'uzdubillaahi minsyururi anfusinaa waminsayyi aati 'amaalinaa mayyahdihillaahu falaa mudhillalah wamayyudlil falaa hadiyalah."


"Asyhadu alaa ilaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu warasuuluh laa nabiy ya ba'da."


"Segala puji hanya milik Allah 'Aza wa Jalla, kita memuji-Nya, kita memohon pertolongan kepada-Nya, kita memohon ampun kepada-Nya, dan kita berlindung kepada-Nya dari kejelekan-kejelekan diri kita dan kejelekan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak ada seorangpun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak seorangpun yang dapat memberi hidayah kepadanya."


"Aku bersaksi bahwa tidak ada yang patut disembah dengan haq (benar) kecuali Allah 'Aza wa Jalla saja, dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya. Dan tidak ada Nabi setelahnya"


Qola Allaahu Ta'ala fii Kitabul Karim: "Yaa ayyuhal ladziina aamanu taqullaaha haqqo tuqootih walaa tamuutunna illaa wa antum muslimun."


Allah Ta'ala berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan beragama Islam."
(QS. Ali Imran: 102).


Wa qola Allaahu Ta'ala: "Yaa ayyuhan naasuttaquu robbakumul ladzii kholaqokum min nafsi wa hidah wa kholaqo minhaa dzaujaha wa batstsa minhuma rijaalan katsiiran wanisaa a wattaqullaah alladzii tasaa aluunabihi wal arhaama innallaaha kaana 'alaikum roqiibaa."


Dan AllahTa'ala berfirman: "Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Robb kalian yang telah menciptakan kalian dari diri yang satu, daripadanya Allah menciptakan istrinya dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan nama-Nya) kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian."
(QS. An Nisaa: 1).


Wa qola Allaahu Ta'ala: "Yaa ayyuhal ladziina aamanut taqullaah waquuluu qaulan sadiida yushlih lakum a'maalakum wa yaghfir lakum dzunuubakum wamayyuti 'illaah wa rasullahuu waqod faaza fauzan 'adzhiima."


Dan Allah Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dan katakanlah dengan perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki bagi kalian amal-amal kalian dan mengampuni bagi kalian dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar."
(QS. Al Ahzab: 70-71).


Amma ba'du, "Fa inna ashdaqol hadiitsi kitaabullaah wa khairal hadi hadi muhammadin shallallaahu 'alaihi wasallam wasyarril umuuri muhdatsaa tuhaa wakulla muhdatsa tin bid'ah wakulla bid'atin dholaalah wakulla dholaalatin fiinnar."


Amma ba'du: "Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan ada di neraka."


"Pembahasan Ringkas KITAB RIYADHUSH SHALIHIN"


296. Bab Larangan Menyambung Rambut, Menato, dan Menata Gigi.


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Yang mereka sembah selain Allah itu tidak lain hanyalah inatsan (berhala), dan mereka tidak lain hanyalah menyembah setan yang durhaka, yang dilaknati Allah, dan (setan) itu mengatakan, 'Aku pasti akan mengambil bagian tertentu dari hamba-hamba-Mu dan pasti kusesatkan mereka, dan akan kubangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan kusuruh mereka memotong telinga-telinga binatang ternak, (lalu mereka benar-benar memotongnya), dan akan aku suruh mereka mengubah ciptaan Allah, (lalu mereka benar-benar mengubahnya)', barangsiapa menjadikan setan sebagai pelindung selain Allah, maka sungguh, dia menderita kerugian yang merata."
(QS. An-Nisa': 117-119).


Qatadah menafsirkan, "Memotong telinga-telinga binatang ternak", yaitu membelahnya dan dijadikan tanda untuk bahirah, sa'ibah, dan washilah.
(Bahirah adalah unta betina yang telah beranak lima kali dan anak kelima itu jantan, lalu unta betina itu dibelah telinganya, dilepaskan, tidak boleh ditunggangi lagi dan tidak boleh diambil air susunya. Sa'ibah adalah unta betina yang dibiarkan pergi ke mana saja lantaran suatu nazar. Seperti, jika seorang Arab jahiliyyah akan melakukan sesuatu atau perjalanan yang berat, maka ia biasa bernazar akan menjadikan untanya Sa'ibah bila maksud atau perjalanannya berhasil dengan selamat. Washilah adalah seekor domba betina melahirkan anak kembar yang terdiri dari jantan dan betina, maka yang jantan ini disebut washilah, tidak disembelih dan diserahkan kepada berhala).


Ikrimah menafsirkan, "Mengubah ciptaan Allah", yaitu dengan dikebiri, ditato, dipotong telinganya, hingga sebagian di antara mereka mengharamkan pengebirian hewan, sementara sebagian lainnya membolehkan, karena adanya tujuan nyata untuk itu.


Ibnu Abbas menafsirkan, "Ciptaan Allah", yaitu agama Allah.


Dari Iyadh bin Himar, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Allah Ta'ala berfirman, 'Sungguh, Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan lurus (di atas tauhid) Setan kemudian mendatangi mereka, membawa mereka pergi menjauh dari agama dan mengharamkan kepada mereka apa yang Aku halalkan untuk mereka' '."
[HR. Muslim].


1/1642.
Dari Asma' radhiyallahu 'anha, seorang wanita bertanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, ia berkata, "Wahai Rasulullah, putriku terkena cacar hingga rambutnya rontok, dan aku hendak menikahkannya, bolehkah aku menyambung rambutnya?" Beliau bersabda, 'Allah melaknat wanita yang menyambung rambut dan yang disambung rambutnya'."
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih: Al-Bukhari (5935), Muslim (2122), An-Nasa'i (8/187)].


Kosakata asing:


(Fatamarroqa): Terbuai dan rontok.

(Al-Washilatu): Wanita yang menyambung rambutnya atau rambut wanita lain dengan rambut lain.

(Al-Maushulatu): Wanita yang disambung rambutnya.

(Al-Mustaushilatu): Wanita yang meminta rambutnya disambung.


Penjelasan hadits:


Riwayat lain menyebutkan dengan lafal, "Wanita yang menyambung rambut dan yang meminta disambung rambutnya."


Hadits serupa juga diriwayatkan dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha. Hadits ini menunjukkan, menyambung rambut termasuk salah satu dosa besar.


2/1643.
Dari Humaid bin Abdurrahman, ia mendengar Mu'awiyah berkata di atas mimbar pada musim haji sembari meraih seikat rambut yang ada di tangan seorang penjaga lalu berkata, "Wahai penduduk Madinah! Mana ulama kalian?! Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melarang (mengenakan) seperti ini." Ia berkata, "Sesungguhnya, Bani Israil binasa ketika kaum wanita mereka mengenakan seperti ini."
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih: Al-Bukhari (5932); Muslim (2127); Abu Dawud (4167); Tirmidzi (2782)].


Penjelasan hadits:


1. Perhatian para khalifah dan para pemimpin untuk mengingkari dan melenyapkan kemungkaran.

2. Teguran bagi orang yang mengabaikan kemungkaran, padahal ia memiliki kewenangan.

3. Orang beruntung adalah orang yang bisa memetik pelajaran dari orang lain.

4. Hukuman ditimpakan secara merata jika kemungkaran mulai dilakukan terang-terangan.


3/1644.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melaknat wanita yang menyambung rambut dan yang meminta disambung rambutnya; wanita yang menato dan yang meminta ditato.
[Muttafaqun 'alaih]
[Shahih: Al-Bukhari (5937); Muslim (2124); Abu Dawud (4169); Tirmidzi (2783)].


Penjelasan hadits:


1. Tato termasuk dosa besar.

2. Dalam hal ini, hukum laki-laki sama seperti wanita.


4/1645.
Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Allah telah melaknat wanita-wanita yang membuat tato dan wanita yang meminta ditato; wanita-wanita yang mencabut bulu mata dan wanita-wanita yang meminta dicabut bulu matanya; serta wanita-wanita yang merenggangkan gigi demi kecantikan yang merubah ciptaan Allah." Seorang wanita kemudian berkata kepada Ibnu Mas'ud terkait hal itu, ia berkata, "Kenapa aku tidak melaknat orang yang dilaknat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, sementara penjelasan ini ada dalam Kitabullah? Allah 'Aza wa Jalla berfirman, 'Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.' (QS. Al-Hasyr: 7)."
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih: Al-Bukhari (5931); Muslim (2125); Abu Dawud (4169)].


Kosakata asing:


(Al-Mutafallijatu): Wanita yang mengukir gigi agar sedikit merenggang satu sama lain dan memperindahnya. Inilah yang disebut wasyr.

(An-Namishah): Wanita yang mengambil sebagian dari rambut alis dan lainnya lalu dilembutkan agar indah.

(Al-Mutanammishah): Wanita yang menyuruh orang lain untuk mencabut rambut alis.


Penjelasan hadits:


Hadits ini menunjukkan bahwa semua yang tercantum dalam hadits termasuk dosa-dosa besar.

An-Nawawi berkata, "Perbuatan ini haram bagi pelaku dan yang diperlakukan, karena perbuatan-perbuatan ini merubah ciptaan Allah jika si wanita melakukannya untuk kecantikan. Namun jika untuk pengobatan atau karena adanya cacat tubuh, hukumnya tidak mengapa."

Al-Bukhari menyebutkan dalam kitab pakaian, bab menyambung rambut. Lalu Al-Bukhari menyebutkan hadits Mu'awiyah, Abu Hurairah, 'Aisyah, 'Asma, dan Ibnu Umar.


Al-Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan, "Perkataan Humaid, 'Ia (Mu'awiyah) meraih seikat rambut.' Qushshah artinya seikat rambut."


Disebutkan dalam riwayat Qatadah dalam Shahih Muslim, beliau Shallallahu 'alaihi wasallam melarang menggunakan zaur. Qatadah menjelaskan, "Zaur adalah kain perca yang digunakan wanita untuk memperbanyak rambut."


Hadits ini merupakan dalil yang digunakan oleh jumhur ulama. Dan dikuatkan dengan hadits Jabir, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melarang wanita menyambung rambutnya dengan sesuatu." [HR. Muslim].


Laits berpendapat, dan dinukil oleh Abu Ubaidah dari sebagian besar fuqaha, "Yang dilarang adalah menyambung rambut dengan rambut. Sementara jika seorang wanita menyambung rambutnya dengan selain rambut, seperti kain perca dan lainnya, ini tidak termasuk dalam larangan."


Abu Dawud meriwayatkan dengan sanad shahih dari Sa'id bin Jubair, ia berkata, "Tidak mengapa menggunakan qaramil (penyambung rambut)." Pendapat ini dikemukakan Ahmad.
Demikian penjelasan Al-Hafizh secara ringkas.



Wa Allahu Ta'ala a'lam.
Wassalamu'alaykum wa rahmatullah wa barakatuh.


Sumber:

Kitab 'RIYADHUSH SHALIHIN' - Imam An-Nawawi Rahimahullaahu Ta'ala.
Syarah: Syaikh Faishal Alu Mubarak.
Takrij: Syaikh Nasiruddin Al-Albani.
Alih bahasa: Tim Penterjemah UMMUL QURA.
Penerbit: Ummul Qura - Jkt.

Ringkasan Kitab Riyadhush Shalihin, Bab Mengingat Mati dan Memendekkan Angan-angan.


Bismillaahir rahmaanir rahiim
Assalamu'alaykum wa rahmatullaah wa barakaatuh.


"Innal hamdalillaah nahmaduhu wanasta'iinuhu wanastaghfiruhu wana'uzdubillaahi minsyururi anfusinaa waminsayyi aati 'amaalinaa mayyahdihillaahu falaa mudhillalah wamayyudlil falaa hadiyalah."


"Asyhadu alaa ilaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu warasuuluh laa nabiy ya ba'da."


"Segala puji hanya milik Allah 'Aza wa Jalla, kita memuji-Nya, kita memohon pertolongan kepada-Nya, kita memohon ampun kepada-Nya, dan kita berlindung kepada-Nya dari kejelekan-kejelekan diri kita dan kejelekan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak ada seorangpun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak seorangpun yang dapat memberi hidayah kepadanya."


"Aku bersaksi bahwa tidak ada yang patut disembah dengan haq (benar) kecuali Allah 'Aza wa Jalla saja, dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya. Dan tidak ada Nabi setelahnya"


Qola Allaahu Ta'ala fii Kitabul Karim: "Yaa ayyuhal ladziina aamanu taqullaaha haqqo tuqootih walaa tamuutunna illaa wa antum muslimun."


Allah Ta'ala berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan beragama Islam."
(QS. Ali Imran: 102).


Wa qola Allaahu Ta'ala: "Yaa ayyuhan naasuttaquu robbakumul ladzii kholaqokum min nafsi wa hidah wa kholaqo minhaa dzaujaha wa batstsa minhuma rijaalan katsiiran wanisaa a wattaqullaah alladzii tasaa aluunabihi wal arhaama innallaaha kaana 'alaikum roqiibaa."


Dan AllahTa'ala berfirman: "Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Robb kalian yang telah menciptakan kalian dari diri yang satu, daripadanya Allah menciptakan istrinya dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan nama-Nya) kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian."
(QS. An Nisaa: 1).


Wa qola Allaahu Ta'ala: "Yaa ayyuhal ladziina aamanut taqullaah waquuluu qaulan sadiida yushlih lakum a'maalakum wa yaghfir lakum dzunuubakum wamayyuti 'illaah wa rasullahuu waqod faaza fauzan 'adzhiima."


Dan Allah Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dan katakanlah dengan perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki bagi kalian amal-amal kalian dan mengampuni bagi kalian dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar."
(QS. Al Ahzab: 70-71).


Amma ba'du, "Fa inna ashdaqol hadiitsi kitaabullaah wa khairal hadi hadi muhammadin shallallaahu 'alaihi wasallam wasyarril umuuri muhdatsaa tuhaa wakulla muhdatsa tin bid'ah wakulla bid'atin dholaalah wakulla dholaalatin fiinnar."


Amma ba'du: "Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan ada di neraka."


"Pembahasan Ringkas KITAB RIYADHUSH SHALIHIN"


65. Bab Mengingat Mati dan Memendekkan Angan-angan.


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan kedalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan."
(QS. Ali-Imran: 185).


Dalam ayat ini diterangkan janji bagi orang-orang yang membenarkan (Allah dan Rasul-Nya) dan bertakwa, serta ancaman bagi orang-orang yang mendustakan (Allah dan Rasul-Nya) dan orang-orang yang durhaka. Juga bahwa orang yang beruntung ialah orang yang diselamatkan dari neraka dan dimasukkan kedalam surga, dan orang yang tertipu dengan dunia maka ia adalah orang yang terpedaya dan merugi.


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati."
(QS. Luqman: 34).


Qatadah berkata, "Ada beberapa perkara yang Allah (berhak) memonopolinya, sehingga malaikat yang terdekat (kepada Allah) maupun nabi yang diutus tidak dapat mengetahuinya. 'Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat,' sehingga tidak satu pun manusia mengetahui kapan terjadinya hari kiamat, pada tahun berapa atau pada bulan apa. 'Dan Dia-lah yang menurunkan hujan,' sehingga tidak seorang pun mengetahui kapan hujan akan turun; apakah malam atau siang.


'Dan mengetahui apa yang ada dalam rahim,' laki-laki atau perempuan, merah atau hitam, serta siapakah ia. 'Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok,' baik ataukah buruk. Dan kamu, wahai anak Adam, tidak mengetahui kapan kamu akan mati. Bisa jadi esok kamu mati, dan bisa jadi pula esok kamu tertimpa bencana. 'Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati,' yakni tidak satu pun manusia mengetahui di bumi bagian manakah tempat kematiannya; di laut, di daratan, di tanah datar, ataukah di gunung'."


Ath-Thabrani meriwayatkan dari Usamah bin Zaid ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


"Tidaklah Allah menjadikan kematian seorang hamba di bumi, melainkan Allah menjadikan juga untuknya kebutuhan terhadap bumi."


A'sya Hamdan berkata:


Tidaklah ia berbekal dari apa-apa yang ia kumpulkan
Selain balsam, sebidang tanah dan secarik kain
Tanpa wewangian batang kayu yang membuatnya beruban
Katakan itu kepada yang menambah bekal orang yang dilepaskan
jangan putus asa atas sesuatu karena setiap pemuda itu
Dapat berjalan cepat menuju harapannya.
Setiap yang menyangka bahwa kematian tidak menimpa dirinya
Ia telah terkena penyakit dari penyakit-penyakit kebodohan
Di negeri manapun ditetapkan harapannya
Ia akan mengejarnya secara sukarela penuh nafsu.


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya."
(QS. Al-A'raf: 34).


Maksudnya adalah, jika telah tiba ajal mereka, mereka tidak dapat mengundurkannya maupun memajukannya.


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi. Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata, 'Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang salih?' Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan."
(QS. Al-Munafiqun: 9-11).


Ayat-ayat tersebut menerangkan tentang larangan menyibukkan diri dengan harta dan anak hingga lalai dari menaati Allah 'Aza wa Jalla. Juga tentang perintah berinfaq sebelum datang kematian, serta anjuran untuk bersegera melaksanakan amal salih dan bertaubat sebelum ajal tiba.


Alllah 'Aza wa Jalla berfirman, "(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, 'Ya Rabbku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang salih terhadap yang telah aku tinggalkan.' Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan. Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya. Barangsiapa yang berat timbangan (kebaikannya)nya, maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan. Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahannam. Muka mereka dibakar api neraka, dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat. Bukankah ayat-ayat-Ku telah dibacakan kepadamu sekalian, tetapi kamu selalu mendustakannya? Mereka berkata, 'Ya Rabb kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orang-orang yang sesat. Ya Rabb-kami, keluarkanlah kami darinya (dan kembalikanlah kami ke dunia), maka jika kami kembali (juga kepada kekafiran), sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim'."


Allah 'Aza wa Jalla berfirman, "Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku. Sesungguhnya, ada segolongan dari hamba-hamba-Ku berdoa'a (di dunia), 'Ya Rabb kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah pemberi rahmat yang paling baik! Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan, sehingga (kesibukan) kamu mengejek mereka, menjadikan kamu lupa mengingat Aku, dan adalah kamu selalu menertawakan mereka. Sesungguhnya Aku memberi balasan kepada mereka di hari ini, karena kesabaran mereka; Sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang." Allah bertanya, "Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?" Mereka menjawab, "Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung." Allah berfirman, "Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui." Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?"
(QS. Al-Mukminun: 99-115).


Firman Allah 'Aza wa Jalla: '(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, "Ya Rabbku kembalikanlah aku (ke dunia),' maksudnya adalah kembalikanlah aku kedunia. 'Agar aku berbuat amal yang salih terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak,' penolakan terhadap permintaan kembali (ke dunia) dan menunjukkan kemustahilannya. 'Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja,' itu pasti, dan sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya.


'Ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan. Apabila sangkakala ditiup', Ia adalah masa yang di dalamnya Israfil meniupkan sangkakala kebangkitan. 'Maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu,' maksudnya tidaklah bermanfaat. 'Dan tidak ada pula mereka saling bertanya,' maksudnya seorang kerabat tidak akan menanyai (meminta) kerabatnya, bahkan ia senang menghapuskan hak dirinya walaupun atas anaknya sendiri.


'Barangsiapa yang berat timbangan (kebaikan)nya,' maksudnya ialah timbangan amalan-amalan (kebaikannya). 'Maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan,' yaitu orang-orang beruntung yang mendapatkan keselamatan dan derajat. 'Dan Barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahannam. Muka mereka dibakar api neraka, dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat,' yakni bermuka masam, dan mereka adalah orang-orang kafir. 'Bukanlah ayat-ayat-Ku telah dibacakan kepadamu sekalian, tetapi kamu selalu mendustakannya?' Adapun orang-orang Islam yang ringan timbangan amalan-amalan kebaikannya, ia berada di bawah kehendak Allah. Jika menghendaki, Dia akan mengampuninya atau mengazabnya sesuai dengan dosa-dosanya. Namun, tempat kembalinya sesudah itu ialah di surga.


'Mereka berkata,' yaitu orang-orang kafir. 'Ya Rabb kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orang-orang yang sesat. Ya Rabb kami, keluarkanlah kami daripadanya (dan kembalikanlah kami ke dunia), maka jika kami kembali (juga kepada kekafiran), sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim. Allah berfirman, 'Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan-Ku. Sesungguhnya, ada segolongan dari hamba-hamba-Ku berdo'a (di dunia), 'Ya Rabb kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah pemberi rahmat yang paling baik. Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan, sehingga (kesibukannya) kamu mengejek mereka, menjadikan kamu lupa mengingat Aku, dan adalah kamu selalu mentertawakan mereka. Sesungguhnya Aku memberi balasan kepada mereka di hari ini, karena kesabaran mereka; Sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang.' Allah bertanya, 'Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?' Mereka menjawab, 'Kami tinggal (di bumi) sehari."


Mereka lupa berapa lama mereka tinggal di dunia karena dahsyatnya azab yang ada di hadapan mereka. Ada juga yang berpendapat, bahwa maksudnya adalah pertanyaan tentang masa lamanya mereka tinggal di dalam kubur karena mereka mengingkari hari kebangkitan. Sehingga tatkala mereka bangkit dari kubur, ditanyakanlah kepada mereka, 'Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?' Mereka menjawab, 'Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.' Yaitu mereka adalah malaikat.


"Allah berfirman, 'Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja'," maksudnya kamu tidak tinggal di dalamnya kecuali dalam masa yang hanya sebentar. 'Kalau kamu sesungguhnya mengetahui,' yakni ketika kami lebih mengutamakan yang fana atas sesuatu yang kekal. 'Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja),' yakni secara main-main dan sia-sia. 'Dan bahwa kamu tidak akan dikembailkan kepada kami,' yakni di akhirat untuk diberi balasan.


'Maka Maha Tinggi Allah, raja yang sebenarnya,' yakni Maha Suci Dia dari menciptakan sesuatu secara main-main tanpa hikmah. Karena Dia-lah Raja yang sebenarnya, dan Maha Suci dari semua itu. 'Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi selain Dia, Rabb (yang mempunyai) 'Arsy yang mulia.'


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik."
(QS. Al-Hadid: 16).
Ayat-ayat yang berkaitan dengan bab ini sangat banyak dan telah diketahui.


'Belumkah datang waktunya,' belumkah tiba waktunya bagi orang-orang yang beriman. 'Untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka),' yakni menjadi lembut ketika berdzikir, mendengar nasihat, dan mendengar Al-Qur'an, sehingga ia memahaminya dan tunduk kepada-Nya.


Ibnu Abbas berkata, "Sesungguhnya Allah menganggap lambat orang-orang beriman sehingga Dia mencela mereka pada permulaan tiga belas dari turunnya Al-Qur'an."


Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda, "Sesungguhnya hal pertama yang diangkat dari manusia adalah kekhusyukan."


Ibnu Mas'ud berkata, "Sesungguhnya Bani Israil, tatkala berlalu masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras, mereka menciptakan sebuah kitab sendiri, yang telah disesatkan oleh hati mereka dan dianggap halal oleh lidah mereka. Dan kebenaran menghalangi antara mereka dan kebanyakan nafsu mereka. Sehingga mereka berkata, 'Kemarilah! Kita seru Bani Israil kepada kitab-kitab ini. Barangsiapa yang mengikuti kita dengan berpedoman kepada kitab ini, maka kita biarkan ia. Dan barangsiapa yang enggan mengikuti kita, maka kita bunuh ia.' Lantas mereka pun melakukan hal itu."


Diriwayatkan juga dari Ibnul Mubarrak, bahwa ketika ia masih kanak-kanak, ia pernah menggerak-gerakkan dahan kayu untuk memukul. Tiba-tiba ketika diucapkan ayat ini, Ibnul Mubarrak pun bertobat dan mematahkan dahan kayu itu. Dan datanglah kepadanya taufik serta kekhusyukkan.


'Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik', yakni mereka keluar dari ketaatan kepada Allah.


Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda:


"Sungguh kalian akan mengikuti tradisi (jalan) orang-orang sebelum kalian."


1/574.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam pernah memegang pundakku seraya bersabda, "Jadilah kamu di dunia ini seakan-akan orang asing atau seorang pengembara." Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma juga berkata, "Jika kamu berada di waktu sore, janganlah kamu menunggu datangnya waktu pagi, dan jika kamu berada di waktu pagi, janganlah menunggu datangnya waktu sore. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum sakitmu dan hidupmu sebelum matimu."
[HR. Al-Bukhari].
[Shahih: Al-Bukhari (6416); At-Tirmidzi (2334)].


Penjelasan hadits:


Di dunia, manusia adalah orang asing dan tempat tinggalnya yang hakiki ialah surga. Dari surgalah diturunkannya 'kedua orang tua (Adam dan Hawa)' kita yang pertama kali. Namun, kepada surga jua-lah tempat kembali kita, insya Allah, dengan karunia dan rahmat Allah.


Di dunia, manusia adalah pengembara dengan amalan-amalan salih dan meninggalkan amalan-amalan keburukan. Seorang pengembara tidak akan mengambil harta benda kecuali sebatas tuntutan kebutuhannya. Dunia adalah negeri persinggahan, sedang akhirat adalah negeri tempat tinggal yang kekal. Karena itu, carilah perbekalan dari tempat persinggahan kalian untuk menuju tempat tinggal kalian yang kekal. Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.
Pensyarah, Muhammad bin Allan rahimahullah berkata:


Jika kamu di sore hari maka awalilah dengan keberuntungan
Jangan kamu remehkan ia dengan menunggu waktu pagi
Bertobatlah dari dosa-dosamu, sebab berapa banyak manusia
Yang mati padahal di malam harinya dalam keadaan sehat


2/575.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma juga meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidak ada hak bagi seorang muslim yang memiliki sesuatu yang bisa diwasiatkan untuk bermalam selama dua malam kecuali wasiatnya tersebut sudah ditulis di sisinya."
[Muttafaqun 'alaih, dan ini adalah lafal Al-Bukhari].
[Shahih: Al-Bukhari (2738); Muslim (1627)].


Sedangkan dalam riwayat Muslim, "Bermalam selama tiga malam." Lalu Ibnu Umar mengatakan, "Tidak berlalu dariku satu malam pun semenjak mendengar sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam tersebut, melainkan di sisiku sudah ada surat wasiatku."


Penjelasan hadits:


Hadits ini menerangkan tentang disunnahkannya memberikan wasiat dan menulisnya. Jika seseorang memiliki tanggungan utang atau amanah maka ia wajib menulisnya.
Hadits ini juga menerangkan bahwa tidak sepantasnya bagi seorang muslim lalai dari kematian dan bersiap menghadapinya.


3//576.
Dari Anas radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam membuat sebuah garis, lalu bersabda, "Ini (angan-angan) manusia dan ini adalah ajalnya. Tatkala ia seperti itu (dalam angan-angannya), tiba-tiba datanglah garis yang paling dekat (ajalnya)."
[HR. Al-Bukhari].
[Shahih: Al-Bukhari (6418); At-Tirmidzi (2335)].


4/577.
Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata, "Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam pernah membuat sebuah garis persegi empat dan membuat garis di tengah di persegi empat tersebut hingga sedikit keluar darinya. Juga membuat beberapa garis kecil pada sisi garis tengah dari tengah garis tersebut. Kemudian beliau Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Ini adalah manusia dan ini adalah ajalnya yang telah mengelilinginya dan garis yang sedikit keluar ini adalah angan-angannya. Sedangkan garis-garis kecil ini adalah rintangan-rintangan. Apabila ia luput dari (garis) ini, maka ia akan digigit (garis) ini. Dan apabila ia luput dari (garis) ini, ia akan digigit (garis yang ini)'."
[HR. Al-Bukhari].
[Shahih: Al-Bukhari (6417); At-Tirmidzi (2456)].


Penjelasan hadits:


1. Banyak penggambaran (ilustrasi). Dan, yang mendekati (kebenaran) ialah sebagai berikut: garis tengah ialah manusia; garis berbentuk persegi empat ialah ajal; garis kecil-kecil ialah rintangan-rintangan yang menghadang manusia; dan garis yang keluar dari persegi empat ialah angan-angannya.

2. Anjuran untuk memperpendek angan-angan dan mempersiapkan diri menghadapi ajal yang datangnya tiba-tiba.


5/578.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Segeralah beramal sebelum datangnya tujuh perkara; tidaklah kalian menunggu kecuali kefakiran yang membuat lupa, kekayaan yang membuat melampaui batas, penyakit yang merusak, masa tua yang menguruskan, kematian yang mendadak, atau Dajjal, seburuk-buruk perkara gaib yang dinanti-nanti, atau kiamat dan kiamat itu sangat membinasakan dan sangat pahit."
[HR. Tirmidzi dan ia berkata, "Hadits hasan"].
[Dha'if: At-Tirmidzi (2307); Didha'ifkan oleh Syaikh Al-Bani dalam kitab Adh-Dha'ifah (166), dan kitab Dha'if Al-Jami' (2314)].


Penjelasan hadits:


Dalam hadits ini terdapat perintah untuk bersegera melaksanakan amal salih sebelum menjumpai salah satu dari bencana-bencana yang bisa menjadikan manusia bingung dari menjalankan berbagai macam ibadah.


6/579.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu juga berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Perbanyaklah mengingat si pemutus segala kenikmatan." Yakni kematian.
[HR. Tirmidzi, dan ia berkata, "Hadits hasan"].
[Hasan: At-Tirmidzi (2307); Ibnu Majah (4258). Dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam kitab Al-Irwa' (682) dan kitab Shahih Al-Jami' (1210)].


Kosakata asing:


(Hadzimil ladzdzat dengan huruf dzal) artinya pemutusnya. Diriwayatkan juga ia dengan huruf dal (Hadimil ladzdzat) yang berarti mencabutnya dari akarnya.


Penjelasan hadits:


Dalam sebuah hadits marfu' dari Anas disebutkan, "Perbanyaklah mengingat pemutus segala kenikmatan. Sebab, tidaklah seseorang selalu mengingatnya di dalam kehidupannya yang sempit kecuali kehidupan itu akan diluaskan baginya, dan jika ia tidak mengingatnya dalam keadaan lapang maka akan disempitkan kelapangan itu baginya."


7/580.
Dari Ubay bin Ka'ab bahwa apabila dua pertiga malam telah berlalu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam pun bangun lalu bersabda, "Wahai segenap manusia, ingatlah Allah. Tiupan pertama datang dan diikuti oleh tiupan kedua. Kematian datang dengan apa yang ada padanya." Aku berkata, "Wahai Rasulullah, aku banyak bershalawat untukmu, maka seberapa banyak aku jadikan shalawatku untukmu?" Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, "Sekehendakmu." Aku bertanya, "Seperempat?" Rasulullah menjawab, "Sekehendakmu, tapi jika kamu tambah lagi maka lebih baik bagimu." Aku bertanya, "Setengah?" Beliau menjawab, "Sekehendakmu, tapi jika kamu tambah lagi maka lebih baik bagimu." Aku bertanya, "Dua pertiga?" Beliau menjawab, "Sekehendakmu, tapi jika kamu tambah lagi maka lebih baik bagimu." Aku pun berkata, "Aku jadikan untukmu seluruh shalawatku". Beliau bersabda, "Jika demikian, dukamu akan dicukupkan dan dosamu diampuni."
[HR. Tirmidzi, dan ia berkata, "Hadits hasan."].
[Hasan: Ahmad (5/136); At-Tirmidzi (2459). Dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam kitab Shahih At-Tirmidzi (1999)].


Kosakata asing:


(Ar-Rajifah) ialah tiupan pertama.
(Ar-Radifah) ialah tiupan kedua.


Penjelasan hadits:


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing)."
(QS. Az-Zumar: 68).


Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, 'Kematian datang dengan segala apa yang ada di dalamnya', maksudnya adalah segala bentuk ketakutan saat sakaratul maut dan saat di alam kubur.


Hadits ini menerangkan tentang bolehnya seseorang menyebut-nyebut amal salihnya untuk suatu tujuan seperti meminta fatwa dan yang semisal dengannya.



Wa Allahu Ta'ala a'lam.
Wassalamu'alaykum wa rahmatullah wa barakatuh.


Sumber:

Kitab 'RIYADHUSH SHALIHIN' - Imam An-Nawawi Rahimahullaahu Ta'ala.
Syarah: Syaikh Faishal Alu Mubarak.
Takrij: Syaikh Nasiruddin Al-Albani.
Alih bahasa: Tim Penterjemah UMMUL QURA.
Penerbit: Ummul Qura - Jkt.

Minggu, 04 September 2016

Ringkasan SYARAH HADITS ARBA'IN IMAM AN-NAWAWI Rahimahullaahu Ta'ala, Hadits Ke-15


Bismillaahir rahmaanir rahiim
Assalamu'alaykum wa rahmatullaah wa barakaatuh.


"Innal hamdalillaah nahmaduhu wanasta'iinuhu wanastaghfiruhu wana'uzdubillaahi minsyururi anfusinaa waminsayyi aati 'amaalinaa mayyahdihillaahu falaa mudhillalah wamayyudlil falaa hadiyalah."


"Asyhadu alaa ilaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu warasuuluh laa nabiy ya ba'da."


"Segala puji hanya milik Allah 'Aza wa Jalla, kita memuji-Nya, kita memohon pertolongan kepada-Nya, kita memohon ampun kepada-Nya, dan kita berlindung kepada-Nya dari kejelekan-kejelekan diri kita dan kejelekan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak ada seorangpun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak seorangpun yang dapat memberi hidayah kepadanya."


"Aku bersaksi bahwa tidak ada yang patut disembah dengan haq (benar) kecuali Allah 'Aza wa Jalla saja, dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya. Dan tidak ada Nabi setelahnya"


Qola Allaahu Ta'ala fii Kitabul Karim: "Yaa ayyuhal ladziina aamanu taqullaaha haqqo tuqootih walaa tamuutunna illaa wa antum muslimun."


Allah Ta'ala berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan beragama Islam."
(QS. Ali Imran: 102).


Wa qola Allaahu Ta'ala: "Yaa ayyuhan naasuttaquu robbakumul ladzii kholaqokum min nafsi wa hidah wa kholaqo minhaa dzaujaha wa batstsa minhuma rijaalan katsiiran wanisaa a wattaqullaah alladzii tasaa aluunabihi wal arhaama innallaaha kaana 'alaikum roqiibaa."


Dan AllahTa'ala berfirman: "Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Robb kalian yang telah menciptakan kalian dari diri yang satu, daripadanya Allah menciptakan istrinya dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan nama-Nya) kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian."
(QS. An Nisaa: 1).


Wa qola Allaahu Ta'ala: "Yaa ayyuhal ladziina aamanut taqullaah waquuluu qaulan sadiida yushlih lakum a'maalakum wa yaghfir lakum dzunuubakum wamayyuti 'illaah wa rasullahuu waqod faaza fauzan 'adzhiima."


Dan Allah Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dan katakanlah dengan perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki bagi kalian amal-amal kalian dan mengampuni bagi kalian dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar."
(QS. Al Ahzab: 70-71).


Amma ba'du, "Fa inna ashdaqol hadiitsi kitaabullaah wa khairal hadi hadi muhammadin shallallaahu 'alaihi wasallam wasyarril umuuri muhdatsaa tuhaa wakulla muhdatsa tin bid'ah wakulla bid'atin dholaalah wakulla dholaalatin fiinnar."


Amma ba'du: "Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan ada di neraka."


Ringkasan SYARAH HADITS ARBA'IN IMAM AN-NAWAWI Rahimahullaahu Ta'ala


Hadits Ke-15:


Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia memuliakan tamunya."
[HR. Bukhari dan Muslim].


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menggabungkan antara penyebutan iman kepada Allah dan hari akhir dengan ketiga perkara di atas. Sebab iman kepada Allah 'Aza wa Jalla adalah asas segala sesuatu yang wajib diimani. Sesungguhnya segala sesuatu yang wajib diimani mengikuti iman kepada Allah 'Aza wa Jalla. Adapun iman kepada Hari Akhir, di dalamnya terdapat peringatan terhadap akhirat dan balasan amal. Jika amal baik maka balasannya pun baik, jika buruk maka balasannya pun buruk.


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam", ini merupakan salah satu dari Jawami'ul Kalim Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Konsekuensinya adalah lisan wajib dijaga dari segala ucapan kecuali ucapan yang baik. An-Nawawi berkata dalam menerangkan hadits ini: "Asy-Syafi'i rahimahullah berkata: 'Makna hadits ini adalah jika seseorang hendak berbicara maka dia harus berpikir. Jika tampak bahwa ucapannya tidak mendatangkan mudharat baginya, maka dia bisa bicara. Namun jika tampak bahwa ucapannya mengandung mudharat dan dia ragu, maka dia harus diam'."
Imam Abu Muhammad bin Abi Zaid, Imam para pengikut Madzab Maliki Maroko pada zamannya berkata: "Semua adab kebaikan bercabang dari empat hadits":


Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam:


"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam."


Kemudian sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam:


"Diantara tanda baiknya Islam seseorang adalah dia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya."


Kemudian sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam kepada lelaki yang beliau beri wasiat ringkas:


"Jangan engkau marah."


Dan sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam:


"Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga dia mencintai untuk saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri."


An-Nawawi menukill dari sebagian ulama bahwa dia berkata: "Seandainya kalian bisa membeli lembaran catatan para malaikat pencatat, niscaya kalian akan lebih banyak diam dari pada berbicara."


Kebaikan (Al Khair) adalah kata yang menjadi antonim keburukan (Asy Syarru). Kadang (Khair) berbentuk isim tafdhil (sehingga artinya paling baik atau lebih baik) yang dibuang hamzahnya.
Kedua bentuk ini terkumpul dalam firman Allah 'Aza wa Jalla:


"Hai Nabi, katakanlah kepada tawanan-tawanan yang ada ditanganmu: 'Jika Allah mengetahui ada kebaikan dalam hatimu, niscaya Dia akan memberikan kepadamu yang lebih baik dari apa yang telah diambil daripadamu."
(QS. Al-Anfal: 70).


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya." Hak tetangga termasuk hak yang ditekankan. Banyak hadits yang memotivasi untuk memuliakan tetangga sekaligus memberikan ancaman jika menyakitinya atau mendatangkan mudharat baginya. Di antaranya hadits 'Aisyah radhiyallahu'anha:


"Jibril terus mewasiatkanku agar berbuat baik kepada tetangga, sampai aku mengira tetangga itu akan mendapatkan warisan."
[HR. Bukhari (6014), dan Muslim (2624)].


Dan hadits:


"Demi Allah dia tidak beriman. Demi Allah dia tidak beriman. Demi Allah dia tidak beriman."


Para shahabat bertanya: "Siapa wahai Rasulullah?"


Beliau menjawab: "Orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya."
[HR. Bukhari (6016) dan Muslim (73)].


Memuliakan tetangga dilakukan dengan berbuat kebaikan kepadanya dan tetangga mendapatkan kenyamanan tanpa mendapatkan gangguan. Tetangga dibagi tiga:

1. Tetangga yang muslim dan merupakan kerabat. Dia memiliki tiga hak: Hak sebagai tetangga, hak sebagai kerabat dan hak sebagai muslim.

2. Tetangga yang muslim namun bukan kerabat, dia memiliki hak sebagai tetangga dan hak sebagai muslim.

3. Tetangga non muslim dan bukan kerabat, dia hanya memiliki hak sebagai tetangga.


Tetangga yang paling berhak mendapatkan kebaikan adalah yang paling dekat dengan pintunya, sebab dia melihat apa yang masuk ke pintu tetangganya sehingga dia bisa melihat perbuatan baiknya.


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya." Memuliakan tamu termasuk hak seorang muslim atas muslim yang lainnya, dan merupakan salah satu bentuk akhlaq mulia. Dalam Shahih Bukhari [6019] dari hadits Abu Syuraih, dia berkata: "Kedua telingaku mendengar dan kedua mataku melihat ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam berbicara, beliau bersabda:


"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya ja'izahnya." Seseorang bertanya: "Apa itu ja'izah wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Sehari semalam. Bertamu waktunya tiga hari. Lebih dari itu merupakan sedekah atasnya."


Diantara kandungan hadits ini adalah:


1. Motivasi untuk berbicara kebaikan.

2. Motivasi untuk diam jika tidak berbicara kebaikan.

3. Mengingatkan tentang hari kiamat ketika memberikan motivasi dan ancaman. Karena pada hari kiamat semua amal diperhitungkan.

4. Motivasi untuk memuliakan tetangga dan peringatan untuk tidak menyakitinya.

5. Motivasi untuk memuliakan tamu dan berbuat baik padanya.


Wa Allahu Ta'ala a'lam.


Sumber:


Kitab "Fathul Qawiyyil Matin fi Syarhil Arba'in wa Tatimmatil Khamsin Lin Nawawi wa Ibni Rajab Rahimahumallah."
Ditulis Oleh: Syaikh 'Abdul Muhsin bin Hamd al-'Abbad al-Badr.
Diterjemahkan oleh:
Abu Habiib Sofyan Saladin.
Dalam Judul Versi Indonesia: "Syarah Hadits Arba'in an-Nawawi" (Plus 8 Hadits Ibnu Rajab).
Penerbit: "Darul Ilmi", Cileungsi-Bogor.

Ringkasan Kitab Syarah "HADITS ARBA'IN AN NAWAWI" Rahimahullaahu Ta'ala, Hadits Ke-29


Bismillaahir rahmaanir rahiim
Assalamu'alaykum wa rahmatullaah wa barakaatuh.


"Innal hamdalillaah nahmaduhu wanasta'iinuhu wanastaghfiruhu wana'uzdubillaahi minsyururi anfusinaa waminsayyi aati 'amaalinaa mayyahdihillaahu falaa mudhillalah wamayyudlil falaa hadiyalah."


"Asyhadu alaa ilaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu warasuuluh laa nabiy ya ba'da."


"Segala puji hanya milik Allah 'Aza wa Jalla, kita memuji-Nya, kita memohon pertolongan kepada-Nya, kita memohon ampun kepada-Nya, dan kita berlindung kepada-Nya dari kejelekan-kejelekan diri kita dan kejelekan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak ada seorangpun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak seorangpun yang dapat memberi hidayah kepadanya."


"Aku bersaksi bahwa tidak ada yang patut disembah dengan haq (benar) kecuali Allah 'Aza wa Jalla saja, dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya. Dan tidak ada Nabi setelahnya"


Qola Allaahu Ta'ala fii Kitabul Karim: "Yaa ayyuhal ladziina aamanu taqullaaha haqqo tuqootih walaa tamuutunna illaa wa antum muslimun."


Allah Ta'ala berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan beragama Islam."
(QS. Ali Imran: 102).


Wa qola Allaahu Ta'ala: "Yaa ayyuhan naasuttaquu robbakumul ladzii kholaqokum min nafsi wa hidah wa kholaqo minhaa dzaujaha wa batstsa minhuma rijaalan katsiiran wanisaa a wattaqullaah alladzii tasaa aluunabihi wal arhaama innallaaha kaana 'alaikum roqiibaa."


Dan AllahTa'ala berfirman: "Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Robb kalian yang telah menciptakan kalian dari diri yang satu, daripadanya Allah menciptakan istrinya dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan nama-Nya) kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian."
(QS. An Nisaa: 1).


Wa qola Allaahu Ta'ala: "Yaa ayyuhal ladziina aamanut taqullaah waquuluu qaulan sadiida yushlih lakum a'maalakum wa yaghfir lakum dzunuubakum wamayyuti 'illaah wa rasullahuu waqod faaza fauzan 'adzhiima."


Dan Allah Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dan katakanlah dengan perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki bagi kalian amal-amal kalian dan mengampuni bagi kalian dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar."
(QS. Al Ahzab: 70-71).


Amma ba'du, "Fa inna ashdaqol hadiitsi kitaabullaah wa khairal hadi hadi muhammadin shallallaahu 'alaihi wasallam wasyarril umuuri muhdatsaa tuhaa wakulla muhdatsa tin bid'ah wakulla bid'atin dholaalah wakulla dholaalatin fiinnar."


Amma ba'du: "Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan ada di neraka."


Ringkasan Kitab Syarah "HADITS ARBA'IN AN NAWAWI" Rahimahullaahu Ta'ala


Hadits Ke-29:


Dari Mu'az bin Jabal radhiyallahu 'anhu dia berkata: "Saya berkata: 'Ya Rasulullah, beritahukan saya tentang perbuatan yang dapat memasukkan saya ke dalam surga dan menjauhkan saya dari neraka.' Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Engkau telah bertanya tentang sesuatu yang besar, dan perkara tersebut mudah bagi mereka yang dimudahkan Allah Ta'ala: Beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya sedikitpun, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan menunaikan haji.' Kemudian beliau bersabda: 'Maukah engkau aku beritahukan tentang pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah benteng, sedekah akan mematikan (menghapus) kesalahan sebagaimana air mematikan api, dan shalatnya seseorang di tengah malam.' Kemudian beliau membacakan ayat: 'Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya...' hingga ayat: '(apa yang) mereka perbuat.' Kemudian beliau bersabda: 'Maukah engkau aku beritahukan pokok dari segala perkara, tiangnya dan puncaknya?' Saya menjawab: 'Mau ya Rasulullah.' Beliau bersabda: 'Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah jihad.' Kemudian beliau bersabda: 'Maukah engkau aku beritahukan sesuatu yang mengumpulkan semua itu?' Saya berkata: 'Mau ya Rasulullah.' Maka beliau memegang lisannya dan bersabda: 'Jagalah ini.' Saya berkata: 'Ya Nabi Allah, apakah kita akan dihukum juga atas apa yang kita bicarakan?' Beliau bersabda: 'Celaka engkau, adakah yang menyebabkan seseorang diseret wajahnya di neraka -atau beliau bersabda: 'Diatas hidungnya'- selain buah dari lisan-lisan mereka?'
[HR. Tirmidzi dan dia berkata: "Hadits Hasan Shahih"].


Ucapannya: "Saya berkata: 'Ya Rasulullah, beritahukan saya tentang perbuatan yang dapat memasukkan saya ke dalam surga dan menjauhkan saya dari neraka.' Ini menunjukkan antusias para shahabat atas kebenaran dan semangat mereka untuk mengetahui amal-amal untuk meraih surga dan selamat dari neraka. Ucapannya juga menunjukkan adanya surga dan neraka, dan para wali Allah melakukan amal-amal shalih untuk meraih surga dan selamat dari neraka. Berbeda dengan ucapan sebagian shufi bahwa mereka tidak beribadah kepada Allah karena menginginkan surga dan tidak pula karena takut kepada neraka. Ini adalah batil. Sebab para shahabat sangat antusias untuk mengetahui amal-amal yang bisa membawa kepada surga dan menjauhkan dari neraka. Dan Allah 'Aza wa Jalla telah berfirman tentang kekasih-Nya:


"Dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan."
(QS. Asy-Syu'ara': 85).


Ucapannya juga menunjukkan bahwa amal shalih merupakan sebab untuk memasuki surga. Dalam hal ini terdapat banyak ayat, diantaranya firman Allah 'Aza wa Jalla:


"Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan."
(QS. Az-Zukhruf: 72).


Dan firman-Nya 'Aza wa Jalla:


"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: 'Tuhan Kami adalah Allah', kemudian mereka tetap istiqomah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan."
(QS. Al-Ahqaf: 13-14).


Ini tidaklah menafikkan apa yang disebutkan dalam hadits:


"Salah seorang dari kalian tidak akan masuk surga dengan amalnya."


Para shahabat bertanya: "Tidak juga engkau wahai Rasulullah?"


Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Tidak juga aku. Hanya saja Allah telah melimpahkanku dengan rahmat-Nya." Diriwayatkan oleh Bukhari [6463] dan Muslim [2816].


Huruf Ba' pada hadits tersebut berfungsi untuk mengungkapkan pertukaran, sedang huruf Ba' pada ayat di atas adalah sebagai ungkapan tentang sebab. Masuk surga bukanlah bayar atau ganti bagi setiap amal. Sesungguhnya amal shalih hanyalah sebab untuk masuk surga. Dan Allah 'Aza wa Jalla memberikan keutamaan dengan memberikan taufik untuk menjalankan sebab, yaitu amal shalih. Dan Allah memberikan keutamaan dengan memberikan balasan, yaitu masuk surga. Sehingga keutamaan dalam sebab dan musababnya kembali kepada Allah 'Aza wa Jalla.


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Engkau telah bertanya tentang sesuatu yang besar, dan perkara tersebut mudah bagi mereka yang dimudahkan Allah Ta'ala." Ini menerangkan tentang besarnya kedudukan pertanyaan ini, sekaligus menerangkan urgensinya dan memotivasi untuk semisalnya. Dimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mensifati hal-hal yang ditanyakan sebagai hal yang besar. Meskipun hal ini besar dan sukar untuk mengamalkannya, Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam telah menambahinya dengan hal yang menerangkan kemudahannya atas orang yang diberi kemudahan oleh Allah 'Aza wa Jalla. Ini menunjukkan bahwa seorang muslim harus sabar dalam menjalankan ketaatan meskipun berat bagi jiwa. Sebab hasil akhir sebuah kesabaran adalah terpuji.


Allah 'Aza wa Jalla telah berfirman:


"Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya."
(QS. Ath-Thalaq: 4).


Dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


"Surga dikelilingi oleh hal-hal yang dibenci (oleh jiwa) dan neraka dikelilingi oleh hal-hal yang disenangi oleh jiwa."
[HR. Bukhari (6487) dan Muslim (2822)].


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya sedikitpun, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan menunaikan haji." Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menerangkan bahwa hal terpenting yang mendekatkan kepada Allah 'Aza wa Jalla dan memberikan keselamatan menuju surga dan keselamatan dari neraka adalah menunaikan perkara-perkara fardhu. Yaitu dalam hadits ini adalah Rukun Islam yang telah disebutkan dalam hadits Jibril dan hadits Ibnu Umar: "Islam dibangun di atas lima perkara."
Telah disebutkan pula dalam hadits qudsi:


"Tidaklah hamba-Ku mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan amalan yang lebih Aku cintai daripada dengan amal-amal yang Aku wajibkan atasnya."


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya sedikitpun." Berisi tentang penjelasan hak Allah, yaitu mengikhlaskan ibadah kepada Allah 'Aza wa Jalla. Termasuk di dalamnya Syahadat Muhammad Rasulullah, sebab ibadah kepada Allah tidak bisa diketahui kecuali dengan membenarkan beliau Shallallahu 'alaihi wasallam dan mengamalkan apa yang beliau bawa. Setiap amal yang digunakan oleh seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah tidaklah mendatangkan manfaat baginya kecuali jika diikhlaskan kepada Allah dan dilakukan berdasarkan sunnah dan petunjuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Kedua syahadat ini adalah saling berkaitan. Syahadat Laa ilaaha illallaah harus disertai dengan syahadat Muhammad Rasulullah. Dalam hadits ini semua rukun Islam disebut secara berurutan sesuai dengan urgensi masing-masing. Shalat didahulukan sebab merupakan tali ikatan yang kuat antara hamba dengan Rabbnya, dan juga karena diulang-ulangi setiap malam dan siang sebanyak lima kali. Kemudian disebutkan setelahnya zakat, sebab dilakukan hanya sekali dalam setahun, dan manfaatnya didapat oleh penuai zakat dan penerimanya. Kemudian setelah itu disebutkan puasa, sebab diulang-ulangi setiap tahun. Dan setelah itu disebutkan haji, sebab hanya diwajibkan sekali seumur hidup.


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Maukah engkau aku beritahukan tentang pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah benteng, sedekah akan mematikan (menghapus) kesalahan sebagaimana air mematikan api, dan shalatnya seseorang di tengah malam." Kemudian beliau membacakan ayat: "Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya..." hingga ayat: "(apa yang) mereka perbuat." Setelah Nabi menerangkan ibadah-ibadah fardhu yang menjadi sebab masuk surga dan selamat dari neraka, beliau Shallallahu 'alaihi wasallam membimbing kepada sejumlah ibadah sunnah yang memberikan seorang muslim tambahan iman dan pahala serta penghapusan dosa. Ibadah-ibadah tersebut adalah sedekah, puasa dan shalat malam. Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda tentang puasa: "Puasa adalah benteng." Junnah artinya adalah pelindung, puasa adalah pelindung di dunia dan di akhirat. Sesungguhnya puasa di dunia melindungi dari perbuatan maksiat. Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


"Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang telah memiliki kemampuan untuk menikah maka hendaklah dia menikah. Sesungguhnya itu lebih menjaga kemaluan dan menundukkan pandangan. Barangsiapa yang belum mampu maka hendaklah dia puasa. Sesungguhnya puasa menjadi penawar baginya."
[HR. Bukhari (1905) dan Muslim (1400)].


Dan puasa merupakan pelindung di akhirat dari neraka. Telah disebutkan dalam sebuah hadits:


"Barangsiapa yang puasa sehari di jalan Allah maka Allah jauhkan wajahnya dari neraka sejauh tujuh puluh tahun."
[HR. Bukhari (2840)].


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Dan sedekah akan mematikan (menghapus) kesalahan sebagaimana air mematikan api." Di dalamnya terkandung penjelasan tentang agungnya kedudukan sedekah yang sunnah. Bahwasanya Allah 'Aza wa Jalla menghapus dengannya dosa kesalahan sebagaimana air mematikan api. Dosa yang dimaksud di sini adalah dosa kecil, termasuk pula dosa besar jika diiringi dengan taubat. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menyerupakan sedekah mematikan dosa dengan air yang mematikan api, ini menunjukkan bahwa dosa hilang semuanya karenanya. Sebab jika air dituangkan ke atas api, maka air akan menghilangkannya hingga sirna tanpa wujud.


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Dan shalatnya seseorang di tengah malam." Inilah dia perkara ketiga dari pintu-pintu kebaikan, yang bisa digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah 'Aza wa Jalla. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menambahkan dengan membaca firman Allah Ta'ala:


"Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdo'a kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa-apa rizki yang Kami berikan. Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan."
(QS. As-Sajdah: 16-17).


Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam telah menerangkan bahwa shalat yang paling afdhal setelah shalat wajib adalah shalat malam, diriwayatkan oleh Muslim [1163]. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mengawali penjelasan tentang pintu-pintu kebaikan ini dengan pertanyaan, yaitu ucapan beliau kepada Mu'adz: "Maukah engkau aku tunjuki pintu-pintu kebaikan?" Ini beliau lakukan untuk menarik perhatian Mu'adz akan pentingnya apa yang beliau sampaikan. Agar dia siap menghapal apa yang disampaikan kepadanya.


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Maukah engkau aku beritahukan pokok dari segala perkara, tiangnya dan puncaknya?" Aku (Mu'adz) menjawab: "Mau ya Rasulullah." Beliau bersabda: "Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah jihad." Yang dimaksud dengan perkara adalah perkara paling agung, yaitu agama yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Pokoknya adalah Islam secara umum, mencakup shalat, jihad dan lainnya. Beliau menyebutkan shalat dan mensifatinya sebagai tiang Islam. Beliau menyerupakannya dengan bangunan yang tegak di atas tiang-tiangnya. Shalat merupakan ibadah fisik yang paling penting, yang manfaatnya terbatas bagi pelakunya. Kemudian beliau menyebutkan jihad yang mencakup jihad melawan hawa nafsu dan jihad melawan musuh dari kaum kafir dan munafik. Beliau mensifati jihad sebagai puncak Islam. Sebab jihad menyimpan kekuatan bagi kaum muslimin dan kemenangan agama mereka mengungguli agama lainnya.


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Maukah engkau aku beritahukan sesuatu yang mengumpulkan semua itu?" Saya (Mu'adz) menjawab: "Mau ya Rasulullah." Maka beliau memegang lisannya dan bersabda: "Jagalah ini." Saya (Mu'adz) berkata: "Ya Nabi Allah, apakah kita akan dihukum juga atas apa yang kita bicarakan?" Beliau bersabda: "Celaka engkau, adakah yang menyebabkan seseorang diseret wajahnya di neraka -atau sabda beliau: "Di atas hidungnya"- selain buah dari lisan-lisan mereka?" ini mengandung penjelasan tentang bahaya lidah. Bahwa lidahlah yang menjerumuskan ke dalam segala kebinasaan. Dan kebaikan akan terkumpul dengan menjaga lisan. Sehingga tidak terlontar darinya kecuali kebaikan saja. Sebagaimana sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam:


"Barangsiapa yang menjamin bagiku mulut dan kemaluannya maka aku jamin baginya surga."
[HR. Bukhari (6474)].


Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda:


"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia berkata yang baik atau diam."


Ibnu Rajab rahimahullaah berkata ketika menjelaskan hadits ini dalam Jami'ul Ulum Wal Hikam [II/146-147]: "Ini menunjukkan bahwa menjaga lisan dan mengaturnya merupakan pokok dari segala kebaikan. Barangsiapa yang menguasai lidahnya maka dia telah menguasai urusannya, menguatkannya dan memantapkannya."
Dia juga berkata: "Yang dimaksud dengan buah lisan adalah balasan dan akibat dari ucapan yang haram. Sesungguhnya seorang insan dengan ucapannya dan amalnya menanam kebaikan dan keburukan. Kemudian di hari kiamat dia menuai apa yang telah dia tanam. Maka barangsiapa yang menanam kebaikan berupa ucapan dan amalan maka dia akan menuai kemuliaan. Dan barangsiapa yang menanam keburukan berupa ucapan dan amalan maka esok hari dia akan menuai penyesalan. Zhahir hadits Mu'adz ini menunjukkan bahwa kebanyakan hal yang memasukkan manusia ke dalam neraka adalah ucapan lisan mereka. Sesungguhnya maksiat ucapan termasuk di dalamnya kesyirikan yang merupakan dosa paling besar di sisi Allah 'Aza wa Jalla. Termasuk pula di dalamnya berkata atas nama Allah tanpa ilmu yang merupakan rekan kesyirikan. Termasuk pula di dalamnya persaksian palsu yang setara dengan kesyirikan kepada Allah 'Aza wa Jalla. Termasuk pula di dalamnya sihir, menuduh orang lain berbuat zina dan dosa-dosa besar dan kecil lainnya seperti dusta, menggunjing dan mengadu domba. Dan semua maksiat yang berupa perbuatan, pada umumnya tidak lepas dari ucapan yang menyertainya dan mendukungnya."


Ucapan beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Tsakilatka ummaka." Syaikh Ibnu Utsaimin berkata dalam menerangkan hadits ini: "Artinya ibumu kehilangan engkau sehingga dia binasa karenanya. Kalimat ini tidaklah dimaksudkan sesuai maknanya. Sesungguhnya maksudnya adalah memberikan motivasi dan dorongan agar memahami apa yang diucapkan." Bahkan hal semisal termasuk do'a bagi orang yang diucapkan untuknya. Ini diisyaratkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Muslim [2603] dari Anas radhiyallahu 'anhu, di dalamnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


"Wahai Ummu Sulaim, tahukah engkau bahwa aku telah mengambil syarat atas Rabbku. Aku berkata: Sesungguhnya aku hanya manusia biasa. Aku bisa ridha sebagaimana manusia ridha. Aku bisa marah sebagaimana manusia marah. Maka siapa saja dari umatku aku do'akan keburukan padahal dia tidak pantas untuk mendapatkannya, maka (aku mengambil syarat) agar Allah jadikan do'a itu sebagai pensuci, pembersih dan pendekat baginya dan kepada-Nya di hari kiamat."


Diantara kejelian Imam Muslim rahimahullaah dan bagusnya susunan kitabnya bahwa setelah hadits ini dia menyebutkan hadits Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma tentang ucapan beliau kepada Mu'awiyah: "Semoga Allah tidak mengenyangkan perutnya." Sehingga ucapan ini menjadi do'a kebaikan baginya, bukan do'a keburukan.


Di antara kandungan hadits ini adalah:

1. Semangat para shahabat radhiyallahu 'anhuma atas kebaikan dan mengenali apa-apa yang mendekatkan kepada surga dan menjauhkan dari neraka.

2. Surga dan neraka benar-benar ada. Keduanya kekal dan tidak sirna.

3. Dalam ibadah kepada Allah 'Aza wa Jalla diharapkan bisa memasuki surga dan selamat dari neraka. Tidak seperti pendapat sebagian Sufi bahwa Allah tidak diibadahi karena ingin surga-Nya dan tidak pula karena takut dari neraka-Nya.

4. Penjelasan tentang pentingnya amal yang ditanyakan dalam hadits tersebut, bahwa hal tersebut adalah agung.

5. Jalan menuju surga berat, bisa ditapaki dengan kemudahan dari Allah 'Aza wa Jalla.

6. Hal terpenting yang dibebankan kepada bangsa jin dan manusia adalah ibadah kepada Allah 'Aza wa Jalla. Karenanyalah diturunkan kitab-kitab dan diutus para rasul.

7. Ibadah kepada Allah 'Aza wa Jalla tidak dianggap kecuali jika dibangun diatas dua kalimat syahadat. Keduanya saling berkaitan. Sebuah amal tidak diterima kecuali jika diikhlaskan kepada Allah 'Aza wa Jalla dan sesuai dengan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.

8. Penjelasan tentang agungnya kedudukan rukun Islam. Dimana Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam membimbing Mu'adz radhiyallahu 'anhu untuk melakukannya di samping hal-hal fardhu yang telah diwajibkan oleh Allah 'Aza wa Jalla.

9. Perkara-perkara fardhu tersebut berurutan sesuai urgensi masing-masing.

10. Motivasi untuk melakukan ibadah-ibadah sunnah di samping yang fardhu.

11. Diantara hal terpenting untuk mendekatkan diri kepada Allah 'Aza wa Jalla setelah menunaikan ibadah fardhu adalah sedekah, puasa dan shalat malam.

12. Penjelasan tentang agungnya kedudukan shalat, bahwasanya shalat merupakan tiang agama.

13. Penjelasan tentang keutamaan jihad, bahwa jihad adalah puncak agama.

14. Penjelasan tentang bahaya lidah, bahwa lidah bisa membawa kepada kebinasaan dan neraka.



Sumber:


Kitab "Fathul Qawiyyil Matin fi Syarhil Arba'in wa Tatimmatil Khamsin Lin Nawawi wa Ibni Rajab Rahimahumallah."
Ditulis Oleh: Syaikh 'Abdul Muhsin bin Hamd al-'Abbad al-Badr.
Diterjemahkan oleh:
Abu Habiib Sofyan Saladin.
Dalam Judul Versi Indonesia: "Syarah Hadits Arba'in an-Nawawi" (Plus 8 Hadits Ibnu Rajab).
Penerbit: "Darul Ilmi", Cileungsi-Bogor.