Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua
buah mata, lidah dan dua buah bibir.(QS. Al-Balad: 8-9)
Dan jika lisan
ini tidak dimanfaatkan dalam ketaatan kepada Allah maka dia akan menjadi bumerang bagi
pemiliknya.
Allah Ta'ala
berfirman:
Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki
mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan”.
(QS. Al-Nur: 24)
Banyak nash syar’i yang
menganjurkan untuk menjaga lisan. Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan
ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (QS. Qaf: 18)
Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman:
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa
yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan ini
haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya
orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.
(QS. Al-Nahl: 116)
Diriwayatkan
oleh Al-Turmudzi di dalam kitab sunannya dari hadits riwayat Mu’adz radhiyallahu ‘anhu bahwa dia bertanya
kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alai
wasallam tentang amalan yang mendekatkannya kepada surga dan menjauhkannya
dari neraka, maka Nabi Muhammad shalallahu ‘alai wasallam memberitahukannya tentang pokok perkara,
tiangnya dan puncak suatu perkara kemudian beliau bersabda, “Apakah engkau mau aku beritahukan tentang
apakah yang mengendalikan semua perkara itu?. Aku berkata: Ya, wahai Nabi
Allah. Maka Mu’adz berkata: Beliaupun memegang lisannya dan bersabda: “Tahanlah
lisanmu ini”. Aku bertanya: Wahai Nabi Allah, apakah kita akan disiksa karena
apa yang kita ucapkan?. Maka beliau bersabda: Kamu kehilangan ibumu wahai
Mu’adz, tidakkah banyak manusia yang tersungkur di dalam api neraka di atas
wajah-wajah mereka atau di atas hidung mereka karena mereka telah menjadi tawanan
bagi lisan-lisan mereka?.
Diriwayatkan
oleh Imam Al-bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Muhammad shalallahu
‘alai wasallam bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba berkata dengan
suatu perkataan yang tidak dicamkannya secara mendetil, akhirnya dia terjatuh
dengan ucapannya itu ke dalam api neraka yang kedalamannya melebihi antara
masyrik dan magrib”.
Maksud tidak dicamkan adalah
tidak mengetahui atau menghiraukan apakah perkataannya itu termasuk ketaatan
kepada Allah atau kemaksiatan?.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di
dalam kitab shahihnya dari hadits riwayat Sahl bin Sa’d bahwa Nabi
Muhammad shalallahu ‘alai wasallam bersabda, “Barangsiapa yang menjamin bagiku apa yang ada di antara kedua bibirnya
dan apa yang ada di antara kedua kakinya maka aku akan menjamin baginya masuk
surga”.
Diriwayatkan
oleh Al-Turmudzi di dalam kitab sunannya dari Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu berkata, “Wahai
Rasulullah apakah keselamatan tersebut?. Maka Nabi Muhammad shalallahu
‘alai wasallam bersabda, “Jagalah lisanmu, hendaklah engkau merasa
lega dengan rumahmu dan tangisilah kesalahanmu”.
beritahukanlah kepadaku suatu
perkara yang aku jadikan sebagai pegangan bagiku. Rasulullah shalallahu
‘alai wasallam bersabda, “Katakanlah: Allah adalah Tuhanku dan
istiqomahlah. Aku bertanya: Wahai Rasulullah, perkara apakah yang paling
engkau khawatirkan terhadap diriku?. Maka beliau memegang lisannya kemudian
bersabda: Ini!.
Abdullah bin
Mas’ud berkata, “Aku telah memperingatkan kalian terhadap perkataan yang
berlebihan, cukuplah bagi kalian ungkapan yang bisa memenuhi kebutuhan”.
Muhammad bin Wasi’ berkata kepada
Malik bin Dinar: Wahai Abi Yahya, menjaga lisan lebih sulit bagi manusia
daripada menjaga harta dinar dan dirham”.
Al-Auza’i berkata, “Umar bin
Abdul Aziz rahimahullah telah menulis bagi kami sebuah pesan yang tidak akan
pernah dijaga oleh orang lain selain diriku dan Mahul: Amma Ba’du...
sesungguhnya orang yang memperbanyak mengingat mati, maka dia akan rela dengan
harta duniawi yang sedikit, dan barangsiapa yang menyadari bahwa perkataannya
sebagai bagian dari amalnya maka dia akan sedikit bicara pada perkara yang
tidak bermanfaat”.
Abdullah bin Mas’ud berkata: Demi
Allah yang tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain diri -Nya, tidak ada
sesuatu yang paling membutuhkan pengekangan dalam masa yang lama kecuali
lisan”.
Imam Nawawi rahimahullah berkata,
“Ketahuilah bahwa seyogyanya bagi orang yang mukallaf untuk menjaga lisannya
dari segala bentuk ungkapan kecuali bicara yang mendatangkan kebaikan, lalu
pada saat suatu pembicaraan memiliki perbandingan yang sama antara dilakukan
atau ditinggalkan maka yang sunnah adalah meninggalkannya, sebab bisa jadi
perkataan yang mubah akan mengarahkan seseorang pada perkataan yang haram atau
makruh, bahkan hal ini banyak terjadi atau telah bisa terjadi di dalam
kebiasaan manusia, dan keselamatan itu tidak ada bandingannya”.
Dan
gerakan anggota badan yang paling buruk adalah bergeraknya lisan, dia bisa
mendatangkan bahaya bagi seorang hamba.
Ibnul Qoyyim berkata, “Termasuk
perkara yang mengagumkan jika seseorang menjaga dirinya dari makanan yang
diharamkan, atau berbuat zalim, berzina, mencuri, meminum khamar dan melihat
kepada perkara yang diharamkan dan lainnya, namun sulit bagi seseorang menjaga dan menahan
garakan lisannya, bahkan orang yang dikenal
sebagai orang yang istiqomah dalam agama, zuhud dan ahli ibadah
terkadang dia berbicara dengan kata-kata yang mendatangkan kemurkaan Allah ,
hal itu terjadi tanpa disadarinya, sehingga dengan satu kata itu dia terjebak
ke dalam api neraka pada kedalaman yang lebih jauh dari masyrik dan magrib,
terkadang engkau bisa menyaksikan orang yang menjaga dirinya dari perbuatan
keji dan zalim, namun lisannya mencincang dan menyembelih kehormatan orang yang
hidup dan mati, tanpa dirinya menyadari apa yang telah diucapkannya itu”.
Dan jika engkau
ingin mengetahui hal itu maka renungkanlah sebuah riwayat dari Muslim di dalam
kitab shahihnya dari Jundub bin Abdullah bahwa Nabi Muhammad
shalallahu ‘alai wasallam
menceritakan bahwa seorang lelaki berkata: Demi Allah, sesungguhnya Allah
tidak akan mengampuni si fulan, dan sesungguhnya Allah Ta’ala berkata: Siapakah
yang berani bersumpah dengan diri -Ku bahwa Aku tidak mengampuni si fulan?,
sesungguhnya Aku telah mengampuni si
fulan dan menghapuskan semua pahala amal ibadahmu”. Atau sebagaimana
yang disabdakan oleh Nabi Muhammad shalallahu
‘alai wasallam.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Dia telah mengucapkan satu kata yang membinasakan dunia dan akheratnya,
seorang lelaki menceritakan kejelekan seorang lelaki lainnya, maka temannya
berkata: Apakah engkau telah memerangi bangsa Romawi?. Lelaki tersebut berkata:
Aku tidak pernah melakukannya, lalu teman itu berkata: Orang Nashrani selamat
dari ceritamu namun saudaramu sendiri tidak selamat dari lisanmu”.
Sebagian ulama berkata: sembilan
persepuluh dosa-dosa datang akibat lisan”.
Seorang penyair berkata:
Wahai sekalian
manusia!, hendaklah jaga lisanmu ini
Jangan sampai
mengigitmu, sungguh dia ular berbisa
Banyak orang
mati di dalam kubur akbiat lisannya
Padahal
pribadinya ditakuti oleh para pemberani
Sebagian ahlul
ilmi berkata: Lisan memiliki dua bencana yang besar, jika seseorang selamat dari
satu bencana maka dia tidak akan selamat dari bencana yang lainnya, yaitu
bencana diam terhadap kebenaran atau bencana berbicara dalam kebatilan, bahkan
terkadang, dalam suatu saat salah satu dari keduanya lebih berbahaya dari yang
lain, maka orang yang diam terhadap kebenaran adalah setan yang bisu,
bermaksiat kepada Allah, riya’, cari muka jika dia tidak khawatir terhadap
dirinya. Seperti orang yang melihat kemungkaran di hadapan matanya padahal dia
mampu mengubahnya namun hal itu tidak dilakukannya. Diriwayatkan oleh Abi Sa’id
Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwa
Nabi Muhammad shalallahu ‘alai wasallam
bersabda, “Barangsiapa di antara
kalian yang melihat kemungkaran maka hendaklah dia mengubahnya dengan tangannya
dan jika dia tidak mampu maka hendaklah dia mengubahnya dengan lisannya, lalu
jika dia tidak mampu maka hendaklah dia mengubahnya dengan hatinya, dan itu
adalah cermin selemah-lemah keimanan”.
Bencana yang
kedua: Berbicara dalam perkara yang bathil, itulah setan yang bisa berbicara
yang bermaksiat kepada Allah, dan banyak orang yang menyimpang dalam ucapan dan
diamnya, mereka berada dalam dua sisi ini, dan orang yang mengambil jalan
pertengahan itulah orang yang berada di dalam jalan yang lurus, mereka menahan
lisan mereka terhadap kebatilan dan membebaskannya pada ucapan yang
mendatangkan manfaat bagi mereka di akherat, kita tidak melihat salah seorang
dari mereka berbicara dengan suatu kata yang sia-sia dan tidak mendatangkan
manfaat, apalagi kalau ucapan tersebut akan mendatangkan kemudharatan di
akherat kelak, yaitu pada hari kiamat nanti, pada saat dia memiliki simpanan
kebaikan yang besar sebesar gunung-gunung, namun akhirnya dia mendapatkan
lisannya menghancurkan semua pahalanya tersebut, dan ada sesorang datang dengan
keburukan sebesar gunung-gunung yang besar namun dia mendapatkan lisannya
menghancurkan keburukan tersebut, dan keburukan tersebut dihancurkan oleh
lisannya dengan memperbanyak berzikir kepada Allah atau apapun yang berhubungan dengannya. Hanya
kepada Allah kita memohon pertolongan dan tiada daya dan upaya kecuali dengan
kehendak Allah.
Segala puji bagi Allah
Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada
Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alai wasallam
dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.