Bismillaahir Rahmaanir Rahiim..
Assalamu'alaikum wa Rahmatullaah wa Barakaatuh..
Innal hamdalillaah nahmaduhu wanasta'iinuhu wanastaghfiruhu
wana'uzdubillaahi minsyururi anfusinaa wasayyaati 'amaalinaa mayyahdihillaah
falaa mudhillalah wamayyudlil falaa hadiyalah
Asyhadu alaa ilaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan
'abduhu warasuuluh laa nabiyya ba'da
Yaa ayyuhal ladziina aamanu taqullaah haqqoo tuqootih walaa
tamuutunna illaa wa antum muslimuun.
Yaa ayyuhan naasuttaquu robbakumul ladzii kholaqokum min
nafsi wa hidah wa kholaqo minhaa dzaujahaa wa batstsa minhumaa rijaala
katsiiran wanisaa a wattaqullaah alladzii tasaa aluunabih wal arhaama
innallaaha kaana 'alaikum roqiibaa
Yaa ayyuha lladziina aamanut taqullaah waquuluu qaula
sadiida yushlih lakum a'maalakum wa yaghfir lakum dzunuubakum wamayyuti 'illaah
wa rasuulahuu waqod faaza fauzaa 'adzhiima.
Fa inna ashdaqol hadiitsi kitaabullaah wa khairal hadi hadi
muhammadin shallallaahu 'alaihi wasallam wasyarril umuuri muhdatsaa tuhaa
wakulla muhdatsa tin bid'ah wakulla bid'atin dholaalah wakulla dholaalatin
fiinnar.
Berikut, pembahasan SYARAH HADITS ARBA'IN, HADITS KE-48
Dari Abdullah bin Amru radhiyallahu'anhuma, dari Nabi
Shallallahu'alaihi wasallam beliau bersabda:
"Empat hal jika terdapat dalam diri seseorang maka dia adalah
seorang munafik. Jika terdapat padanya salah satu darinya, maka dalam dirinya
terdapat satu perangai nifak hingga dia meninggalkannya; jika dia bicara dia
dusta, jika dia berjanji dia mengingkari, jika dia bertengkar dia berlaku jahat
dan jika dia membuat perjanjian dia khianat."
(Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
Sabda beliau Shallallahu'alaihi wasallam: "Empat
hal jika terdapat dalam diri seseorang maka dia adalah seorang munafik. Jika
terdapat padanya salah satu darinya, maka dalam dirinya terdapat satu perangai
nifak hingga dia meninggalkannya." Artinya barangsiapa yang
terdapat dalam dirinya keempat perangai ini maka disifati dengan nifak 'amali. Dan barangsiapa yang
terdapat dalam dirinya salah satu dari keempat perangai ini maka dia memiliki
salah satu perangai nifak hingga dia meninggalkannya. Ini merupakan salah satu
kesempurnaan penjelasan beliau Shallallahu'alaihi wasallam. Di mana beliau
menyebutkan jumlah terlebih dahulu, kemudian merincikannya. Hal ini mendorong
pendengar untuk siap mendengarkan apa yang akan disampaikan, untuk selanjutnya
menuntut dirinya mempraktekkannya. Jika tidak pas, maka dia akan menyadari
bahwa ada yang terlewatkan.
Perangai pertama adalah dusta dalam berkata. Yaitu dia
menyampaikan sesuatu secara dusta kepada orang lain, bertentangan dengan
faktanya. Perbuatan ini sejatinya mencelakakan diri sendiri, sebab pelakunya
akan menyandang sifat tercela ini. Selain itu dia juga telah berbuat jahat
kepada orang yang diajaknya bicara, sebab dia mengesankan bahwa dirinya jujur
kepadanya. Dan sesungguhnya Nabi Shallallahu'alaihi wasallam telah bersabda:
"Jujurlah kalian. Sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebaikan.
Dan sesungguhnya kebaikan membawa menuju syurga. Sesungguhnya seseorang
senantiasa jujur dan berusaha untuk tetap jujur hingga dia dicatat di sisi
Allah sebagai seorang yang jujur. Jauhilah kedustaan. Sesungguhnya kedustaan
membawa kepada perbuatan dosa. Dan sesungguhnya perbuatan dosa membawa menuju
neraka. Sesungguhnya seseorang senantiasa berdusta dan memilih untuk berdusta
hingga akhirnya dia akan dicatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta."
[Diriwayatkan oleh Muslim (2607)].
Perangai kedua adalah menyelisihi janji. Yaitu menjanjikan
sesuatu dengan niat tidak akan menunaikannya. Adapun jika seseorang berjanji
dan bertekad untuk memenuhinya, namun timbul satu hal yang membuatnya tidak bisa
memenuhi janjinya, maka dia mendapatkan udzur. Abu Daud [4991] telah
meriwayatkan dari Abdullah bin Amir bahwa dia berkata: "Suatu hari ibuku
memanggilku dan ketika itu Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam tengah duduk
di rumah kami. Ibuku berkata: "Kemarilah, sekarang kuberi kau ini."
Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam berkata padanya: "Apa yang hendak
engkau berikan padanya?" Dia menjawab: "Aku akan memberinya
kurma." Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam kemudian bersabda:
"Jika engkau tidak memberinya apa-apa, niscaya ditulis bagimu dosa
berbohong." Silahkan dilihat Ash-Shahihah
karya Al-Albani [748].
Perangai ketiga adalah berlaku jahat ketika bertengkar.
Artinya seseorang berseteru dengan orang lain, kemudian dia marah dan melampaui
batas hingga berlaku zhalim. Padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman:
"Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil."
(QS. Al-Ma'idah: 8).
Dan Allah Ta'ala berfirman:
"Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum
karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil haram, mendorongmu berbuat
aniaya (kepada mereka).”
(QS. Al-Ma'idah: 2).
Al-Hafizh berkata dalam Al-Fath
[I/90]: "Fujur artinya
menyimpang dari kebenaran dan membuat tipu daya untuk menolaknya." Ibnu
Rajab berkata dalam Jami'ul Ulum wal
Hikam [II/486]: "Jika seseorang dalam berseteru -baik dalam masalah
agama ataupun dunia- memiliki kemampuan untuk membela kebatilan, dia
mengesankan kepada pendengar bahwa dia benar, dia menghinakan kebenaran dan
mengeluarkannya dalam bentuk kebatilan, maka hal ini termasuk keharaman paling
buruk, dan sifat kemunafikan paling busuk."
Perangai keempat adalah khianat dalam melakukan perjanjian.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungan jawabnya."
(QS. Al-Isra': 34)
Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan
janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang
kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu
itu)."
(QS. An-Nahl: 91).
Ibnu Rajab berkata dalam Jami'ul
Ulum wal Hikam [II/487-488]: "Berkhianat diharamkan dalam setiap
perjanjian antara seorang muslim dan lainnya, meskipun dengan orang kafir.
Karena itulah disebutkan dalam hadits Abdullah bin Amru dari Nabi
Shallallahu'alaihi wasallam:
"Barangsiapa yang membunuh seorang kafir mu'ahad (yang memiliki
perjanjian damai dengan kaum muslimin) tanpa hak, maka dia tidak mencium wangi
syurga. Sesungguhnya wanginya tercium dari jarak empat puluh tahun
perjalanan."
(HR. Bukhari).
Allah Ta'ala dalam Al-Qur'an telah memerintahkan untuk
menunaikan perjanjian yang diambil dengan kaum musyrikin jika mereka menepati
perjanjian dan tidak melanggarnya. Adapun perjanjian antara kaum muslimin
sendiri, maka menunaikannya tentu lebih baik ditekankan dan mengkhianatinya
lebih berat dosanya. Di antara bentuk pengkhianat paling berat adalah
mengkhianati imam yang telah dibai'at dan diridhainya. Dalam Shahihain disebutkan dari hadits Abu
Hurairah radhiyallahu'anhu dari Nabi Shallallahu'alaihi wasallam, beliau
bersabda:
"Tiga orang tidak akan diajak bicara oleh Allah Ta'ala
pada hari kiamat, tidak disucikan dan mendapatkan adzab yang pedih..."
Kemudian beliau Shallallahu'alaihi wasallam sebutkan di
antaranya:
"Dan seorang lelaki yang membai'at seorang pemimpin, namun dia
membai'atnya karena alasan duniawi. Jika dia diberi apa yang dia mau, maka dia
akan menunaikan bai'atnya. Jika tidak dia tidak akan menunaikannya."
Semua akad antar muslim jika mereka ridha atasnya termasuk
perjanjian yang wajib ditunaikan dan haram dikhianati, seperti jual beli,
pernikahan dan akad-akad lainnya yang wajib ditunaikan. Termasuk pula apa-apa
yang wajib ditunaikan untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala yang bentuknya janji
kepada Allah, seperti nazar, membayar sumpah dan sejenisnya."
Diantara kandungan
hadits ini adalah:
1. Di antara metode mengajar yang bagus adalah seorang guru
menyebutkan jumlah sebelum merincikan isinya, agar lebih mengena di benak
murid.
2. Penjelasan tentang bahaya terkumpulnya perangai-perangai
nifak dalam diri seseorang.
3. Peringatan atas dusta dalam bicara. Sesungguhnya dusta
dalam bicara merupakan salah satu perangai nifak.
4. Peringatan atas ingkar janji, bahwa hal tersebut termasuk
perangai nifak.
5. Peringatan atas perbuatan dosa dalam berseteru.
Sesungguhnya hal tersebut termasuk perangai nifak.
6. Peringatan atas khianat terhadap perjanjian, sebab hal
ini termasuk perangai nifak.
Sumber:
Kitab "Fathul Qawiyyil Matin fi Syarhil Arba'in wa Tatimmatil Khamsin
Lin Nawawi wa Ibni Rajab Rahimahumallah."
Ditulis Oleh: Syaikh 'Abdul Muhsin bin Hamd al-'Abbad
al-Badr.
Diterjemahkan oleh:
Abu Habiib Sofyan Saladin.
Dalam Judul Versi Indonesia:
"Syarah Hadits Arba'in
an-Nawawi" (Plus 8 Hadits Ibnu Rajab).
Penerbit: "Darul
Ilmi", Cileungsi-Bogor.