AHLAN WA SAHLAN YA IKHWAH...
Sedikit kata untuk kita renungkan bersama...

Kamis, 11 Februari 2016

KITAB RIYADHUSH SHALIHIN, Bab Meringankan Shalat Dua Raka'at Sunnah Fajar serta Penjelasan Bacaan dan Waktunya.

Bismillaahir rahmaanir rahiim
Assalamu'alaykum wa rahmatullaah wa barakaatuh.


"Innal hamdalillaah nahmaduhu wanasta'iinuhu wanastaghfiruhu wana'uzdubillaahi minsyururi anfusinaa waminsayyi aati 'amaalinaa mayyahdihillaahu falaa mudhillalah wamayyudlil falaa hadiyalah."


"Asyhadu alaa ilaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu warasuuluh laa nabiy ya ba'da."


"Segala puji hanya milik Allah 'Aza wa Jalla, kita memuji-Nya, kita memohon pertolongan kepada-Nya, kita memohon ampun kepada-Nya, dan kita berlindung kepada-Nya dari kejelekan-kejelekan diri kita dan kejelekan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak ada seorangpun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak seorangpun yang dapat memberi hidayah kepadanya."


"Aku bersaksi bahwa tidak ada yang patut disembah dengan haq (benar) kecuali Allah 'Aza wa Jalla saja, dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya. Dan tidak ada Nabi setelahnya"


Qola Ta'ala fii Kitabul Karim: "Yaa ayyuhal ladziina aamanu taqullaaha haqqo tuqootih walaa tamuutunna illaa wa antum muslimun."


Allah Ta'ala berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan beragama Islam."
(QS. Ali Imran: 102).


Wa qola Ta'ala: "Yaa ayyuhan naasuttaquu robbakumul ladzii kholaqokum min nafsi wa hidah wa kholaqo minhaa dzaujaha wa batstsa minhuma rijaalan katsiiran wanisaa a wattaqullaah alladzii tasaa aluunabihi wal arhaama innallaaha kaana 'alaikum roqiibaa."


Dan AllahTa'ala berfirman: "Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Robb kalian yang telah menciptakan kalian dari diri yang satu, daripadanya Allah menciptakan istrinya dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan nama-Nya) kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian."
(QS. An Nisaa: 1).


Wa qola Ta'ala: "Yaa ayyuha lladziina aamanut taqullaah waquuluu qaulan sadiida yushlih lakum a'maalakum wa yaghfir lakum dzunuubakum wamayyuti 'illaah wa rasullahuu waqod faaza fauzan 'adzhiima."


Dan Allah Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dan katakanlah dengan perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki bagi kalian amal-amal kalian dan mengampuni bagi kalian dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar."
(QS. Al Ahzab: 70-71).


Amma ba'du, "Fa inna ashdaqol hadiitsi kitaabullaah wa khairal hadi hadi muhammadin shallallaahu 'alaihi wasallam wasyarril umuuri muhdatsaa tuhaa wakulla muhdatsa tin bid'ah wakulla bid'atin dholaalah wakulla dholaalatin fiinnar."


Amma ba'du: "Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan ada di neraka."


Ringkasan Kitab 'RIYADHUSH SHALIHIN', Bab Meringankan Shalat Dua Rakaat Sunnah Fajar serta Penjelasan Bacaan dan Waktunya.


197. Bab Meringankan Shalat Dua Rakaat Sunnah Fajar serta Penjelasan Bacaan dan Waktunya.


1/1104.
Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat sunnah dua rakaat ringan antara adzan dan iqamah pada shalat Shubuh.
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih: Al-Bukhari (1165); Muslim (738); Abu Dawud (1255); An-Nasa'i (3/256)].


Penjelasan hadits:


Dalam riwayat Bukhari-Muslim lainnya, "Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat sunnah Fajar dua rakaat apabila mendengar adzan Shubuh, dan beliau meringankan shalatnya, sampai Aku ('Aisyah) bertanya, 'Apakah beliau membaca Al-Fatihah dalam shalatnya'?"


Dalam riwayat Muslim, "Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat sunnah Fajar dua rakaat apabila mendengar adzan Shubuh, dan beliau meringankan shalatnya."


Dalam riwayat lain, "Apabila Fajar telah terbit."


Dalam hadits ini terdapat anjuran untuk meringankan shalat sunnah dua rakaat Fajar.


2/1105.
Dari Hafshah radhiyallahu 'anha, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam apabila muadzin telah selesai mengumandangkan adzan Shubuh dan waktu Shubuh telah nampak, beliau melaksanakan shalat dua rakaat ringan.
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih: Al-Bukhari (618); Muslim (723)].


Dalam riwayat Muslim, "Jika fajar telah terbit, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam tidak melaksanakan shalat selain dua rakaat ringan."


Penjelasan hadits:


Ulama berbeda pendapat tentang hikmah dianjurkannya meringankan shalat sunnah Fajar. Satu pendapat mengatakan supaya orang bisa bergegas melaksanakan shalat Shubuh di awal waktu. Pendapat lain mengatakan dua rakaat ringan ini sebagai pembuka shalat-shalat lainnya di siang hari, sebagaimana dalam shalat-shalat malam hari juga ada pembukaannya, agar orang semakin giat saat menunaikan shalat.


3/1106.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat malam dua rakaat-dua rakaat, lalu witir dengan satu rakaat di akhir malam, dan beliau mengerjakan shalat dua rakaat sebelum melaksanakan shalat Shubuh seakan-akan adzan (iqamah) ada di dua sisi telinganya."
[Muttafaqun 'Alaih].
[Shahih: Al-Bukhari (995) dan Muslim (749)].


Penjelasan hadits:


Yang dimaksud dengan lafal Al-Adzan dalam hadits ini adalah iqamah. Maksudnya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan dua rakaat shalat sunnah Fajar dengan cepat seperti ketika orang-orang bergegas saat mendengar iqamah.


4/1107.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, pada rakaat pertama dari dua rakaat Fajar, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam membaca salah satu ayat dalam surat Al-Baqarah, "Katakanlah (hai orang-orang Mukmin), 'Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami'." Dan pada rakaat terakhir beliau membaca, "Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri."


Dalam riwayat lain, "Pada rakaat terakhir (beliau membaca) salah satu ayat dalam surat Ali-Imran, 'Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu'."
[HR. Muslim].
[Shahih: Muslim (727)].


Penjelasan hadits:


Firman Allah 'Aza wa Jalla, "Dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri." Lafal tersebut timbul karena ada salah satu perawi hadits yang ragu-ragu tentang ayatnya. Adapun lafal lengkap ayat tersebut adalah:


"Katakanlah, 'Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.' Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka, 'Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)'."
(QS. Ali-Imran: 64).


5/1108.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam pada dua rakaat shalat sunnah Fajar, beliau membaca, 'Qul ya ayyuhal kafirun' (Surat Al-Kafirun) dan 'Qul huwallahu ahad' (Surat Al-Ikhlas)."
[HR. Muslim].
[Shahih: Muslim (726)].


6/1109.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, ia berkata, "Aku memperhatikan Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam selama satu bulan, beliau selalu membaca 'Qul ya ayyuhal kafirun' (Surat Al-Kafirun) dan 'Qul huwallahu ahad' (Surat Al-Ikhlas) ketika mengerjakan dua rakaat sebelum shalat Shubuh."
[HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata, "Hadits hasan"].
[Shahih: At-Tirmidzi (417) dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi].


Penjelasan hadits:


Hadits-hadits di atas menjelaskan tentang keutamaan membaca dua surat ini (Al-Kafirun dan Al-Ikhlas) pada dua rakaat shalat sunnah Fajar dan menekuninya secara konsisten. Begitu juga sesekali membaca ayat dari surat Al-Baqarah, "Katakanlah (hai orang-orang Mukmin), 'Kami beriman kepada Allah'." dan ayat dari surat Ali-Imran, "Katakanlah, 'Hai ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu'." demi melaksanakan sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam.


Wallahu Ta'ala a'lam.
Wassalamu'alaykum wa rahmatullah wa barakatuh.


Sumber:

Kitab 'RIYADHUSH SHALIHIN' - Imam An-Nawawi.
Syarah: Syaikh Faishal Alu Mubarak.
Takrij: Syaikh Nasiruddin Al-Albani.
Alih bahasa: Tim Penterjemah UMMUL QURA.

Penerbit: Ummul Qura - Jkt.

HIJAB WANITA MUSLIMAH

Bismillaahir rahmaanir rahiim
Assalamu'alaykum wa rahmatullaah wa barakaatuh.


"Innal hamdalillaah nahmaduhu wanasta'iinuhu wanastaghfiruhu wana'uzdubillaahi minsyururi anfusinaa waminsayyi aati 'amaalinaa mayyahdihillaahu falaa mudhillalah wamayyudlil falaa hadiyalah."


"Asyhadu alaa ilaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu warasuuluh laa nabiy ya ba'da."


"Segala puji hanya milik Allah 'Aza wa Jalla, kita memuji-Nya, kita memohon pertolongan kepada-Nya, kita memohon ampun kepada-Nya, dan kita berlindung kepada-Nya dari kejelekan-kejelekan diri kita dan kejelekan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak ada seorangpun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak seorangpun yang dapat memberi hidayah kepadanya."


"Aku bersaksi bahwa tidak ada yang patut disembah dengan haq (benar) kecuali Allah 'Aza wa Jalla saja, dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya. Dan tidak ada Nabi setelahnya"


Qola Ta'ala fii Kitabul Karim: "Yaa ayyuhal ladziina aamanu taqullaaha haqqo tuqootih walaa tamuutunna illaa wa antum muslimun."


Allah Ta'ala berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan beragama Islam."
(QS. Ali Imran: 102).


Wa qola Ta'ala: "Yaa ayyuhan naasuttaquu robbakumul ladzii kholaqokum min nafsi wa hidah wa kholaqo minhaa dzaujaha wa batstsa minhuma rijaalan katsiiran wanisaa a wattaqullaah alladzii tasaa aluunabihi wal arhaama innallaaha kaana 'alaikum roqiibaa."


Dan AllahTa'ala berfirman: "Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Robb kalian yang telah menciptakan kalian dari diri yang satu, daripadanya Allah menciptakan istrinya dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan nama-Nya) kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian."
(QS. An Nisaa: 1).


Wa qola Ta'ala: "Yaa ayyuhal ladziina aamanut taqullaah waquuluu qaulan sadiida yushlih lakum a'maalakum wa yaghfir lakum dzunuubakum wamayyuti 'illaah wa rasullahuu waqod faaza fauzan 'adzhiima."


Dan Allah Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dan katakanlah dengan perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki bagi kalian amal-amal kalian dan mengampuni bagi kalian dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar."
(QS. Al Ahzab: 70-71).


Amma ba'du, "Fa inna ashdaqol hadiitsi kitaabullaah wa khairal hadi hadi muhammadin shallallaahu 'alaihi wasallam wasyarril umuuri muhdatsaa tuhaa wakulla muhdatsa tin bid'ah wakulla bid'atin dholaalah wakulla dholaalatin fiinnar."


Amma ba'du: "Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan ada di neraka."


PAKAIAN WANITA MUSLIMAH


"Hai anak Adam, kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu, dan untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang terbaik bagi kamu."
(QS. Al-A'raf: 26).


Hakikat pakaian menurut Islam ialah untuk menutup aurat, yaitu menutup bagian anggota tubuh yang tidak boleh dilihat oleh orang lain.


Dalam berpakaian, seorang muslimah haruslah mengikuti syari'at. Ikhlas karena Allah 'Aza wa Jalla. Bukan karena ingin terlihat cantik dihadapan manusia. Cantik nya seorang wanita adalah hanya untuk suaminya saja. Tidak boleh sesuka hatinya hingga bertabarruj seperti kaum jahiliyah, dan bertasyabuh seperti orang kafir.


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam telah mengabarkan akan munculnya wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang. Sebagaimana sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam:


"Ada dua golongan penghuni neraka, yang belum pernah aku lihat keduanya, yaitu suatu kaum yang memegang cemeti seperti ekor sapi untuk mencambuk manusia, dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, ia berjalan berlenggak-lenggok dan kepalanya dicondongkan seperti punuk unta yang condong. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium aroma surga, padahal sesungguhnya aroma surga itu tercium sejauh perjalanan begini dan begini."
[Shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2128), dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu.]


Makna dari 'Kasiyatun 'ariyatun' dari hadits diatas tersebut yaitu, mengenakan nikmat Allah 'Aza wa Jalla, namun tidak mensyukurinya.
Pendapat lain menyatakan, maknanya adalah wanita yang menutupi sebagian tubuh dan membuka sebagian yang lain untuk memperlihatkan kecantikan tubuh dan kemolekannya.
Pendapat lain mengatakan, wanita yang mengenakan pakaian tipis yang memperlihatkan warna kulit tubuh.
Sedangkan makna dari 'Ma ilatun' menurut salah satu pendapat, artinya condong menjauhi ketaatan kepada Allah 'Aza wa Jalla dan apa pun yang diharuskan untuk mereka jaga.
Pendapat lain mengatakan, wanita-wanita yang menyisir rambut seperti model rambut pelacur.
'Mumiilatun' yaitu mengajari wanita lain untuk melakukan perbuatan tercela seperti yang mereka lakukan.
Pendapat lain menyebutkan, wanita-wanita yang berjalan dengan sombong dengan memiringkan pundak.
Pendapat lainnya mengatakan, menyisir rambut wanita-wanita lain dengan model yang sama.
'Ruwusuhunnaka asnimati bukhti' yaitu mereka membesarkan rambut dengan melilitkan surban, kain, dan semacamnya.


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam, "Kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi, yang dipergunakannya untuk memukul orang," yaitu memukuli manusia secara zalim.


"Dan kaum perempuan yang mengenakan pakaian (namun seperti) telanjang," yaitu menutupi sebagian badan dan menyingkap sebagian lainnya.


"Berjalan melenggak-lenggok dan berlagak," yaitu menyerupai lelaki yang sombong.


Imam An-Nawawi rahimahullaah berkata, "Hadits ini termasuk salah satu mukjizat nubuwah. Kedua golongan ini sudah ada, keduanya ada di zaman sekarang."


Al-Qadhi Iyadh menjelaskan, "Berjalan melenggak-lenggok dan berlagak," yaitu condong kepada kaum lelaki, berlagak dengan perhiasan yang mereka tampakkan.


Dan Allah 'Aza wa Jalla telah mewajibkan kaum muslimah untuk menutup aurat dengan mengenakan kerudung dan jilbab.
Banyak diantara kita yang mengatakan kerudung itu jilbab, dan jilbab itu kerudung. Namun pada hakikatnya kerudung dan jilbab itu sungguh berbeda. Kerudung adalah kain untuk menutup kepala sampai ke dada. Dan di dalam Al-Qur'an kerudung disebut dengan khimar, sebagaimana firman Allah 'Aza wa Jalla:


"...Walayubdina zinatahunna illa ma dzhoharo minha wal yadhriina bi khumurihinna 'ala juyuubihinna..."


"...dan janganlah mereka (para wanita) menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya dan hendaklah mereka menutupkan kerudung sampai dada-dada mereka..."
(QS. An-Nuur: 31).


Sedangkan jilbab, sebagaimana Allah 'Aza wa Jalla jelaskan dalam firman-Nya:


"Yaa ayyuhannabiyyu qulli azwajika wabanatika wanisaa il mu'minina yudnina 'alaihinna min jalabi bihinna."


"Wahai Nabi! Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang mukmin, 'Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.'."
(QS. Al-Ahzab: 59).


Dari firman Allah 'Aza wa Jalla tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa jilbab adalah pakaian kurung yang menutupi seluruh tubuh. Jadi janganlah kerudung dimaknai sebagai jilbab, atau jilbab disebut sebagai kerudung


Beberapa syarat yang perlu diperhatikan dalam berpakaian (busana) muslimah yang sesuai dengan syari'at Islam,
[Silakan membaca kitab Jilbab al-Mar'atil Muslimah (Jilbab Wanita Muslimah) yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullaah, yaitu:


1. Menutupi Seluruh Tubuh, Kecuali Wajah Dan Kedua Telapak Tangan.


Banyak diantara wanita muslimah yang masih awam dalam agama, mengenakan baju yang hanya sebatas siku. Bahkan diantara muslimah tersebut masih banyak mengenakan celana sebatas lutut dalam berbusananya (na'udzubillaah). Ini jelas-jelas sangat menampakkan aurat. Padahal sudah dijelaskan bahwa wanita yang berpakaian namun tidak menutupi aurat, tidak akan mencium aroma surga dan tempatnya adalah neraka.


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Wahai Nabi! Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri kaum mukminin, 'Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.' Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
(QS. Al-Ahzaab : 59).


Juga sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam kepada Asma' binti Abi Bakar.


"Wahai Asma', sesungguhnya apabila seorang wanita telah haidh (sudah baligh), maka tidak boleh terlihat darinya kecuali ini dan ini."


Kemudian beliau Shallallahu 'alaihi wasallam berisyarat ke wajah dan kedua telapak tangan beliau.
[Hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4104), dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha. Lihat takhrij lengkap hadits ini dalam kitab ar-Raddul Mufhim (Hal. 79-102) oleh Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullaah. Beliau menghasankan hadits ini dengan takhrij ilmiah menurut kaidah ulama ahli hadits].


Dalam hal ini, ulama berbeda pendapat, sebagian mengatakan bahwa wajah dan telapak tangan wanita adalah aurat hingga wajib untuk ditutupi (dengan mengenakan cadar), dan sebagian lainnya mengatakan bahwa mengewajah dan telapak tangan adalah bukan aurat, namun untuk menutupinya (mengenakan cadar) adalah sunnah muakadah (sunnah yang sangat ditekankan). Mereka berdalil dengan dalilnya masing-masing.
Diantara ulama yang mengatakan bahwa wajah adalah aurat diantaranya adalah Syaikh At-Tuwaijiri dengan pembahasan didalam kitabnya 'Ash Sharim Al Masyhur', Syaikh Utsaimin didalam kitabnya 'Risalah Al Hijab', dan pendapat Syaikh Musthafa Al 'Adawi didalam kitabnya 'Al Hijab'.
Pendapat yang mengatakan bahwa wajah dan telapak tangan adalah bukan aurat,namun mengenakan cadar adalah sunnah, diantaranya pendapat dari Syaikh Nashiruddin Al Albani didalam kitabnya ‘Jilbab al-Mar'atil Muslimah’.


2. Bukan Berfungsi Sebagai Perhiasan.
Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang biasa terlihat."
(QS. An-Nuur : 31).


Juga berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam:


"Ada tiga golongan, jangan engkau tanya tentang mereka (karena mereka termasuk orang-orang yang binasa):... dan seorang wanita yang ditinggal pergi suaminya, padahal suaminya telah mencukupi keperluan duniawinya, namun setelah itu ia ber-tabarruj..."
[Shahih: Diriwayatkan oleh al-Hakim (I/119) dan Ahmad (VI/19), dari Shahabat Fadhalah bin 'Ubaid radhiyallahu 'anhu. Lihat Shahiih al-Jaami'ish Shaghiir (no. 3058)].


3. Kainnya Harus Tebal, Tidak Boleh Tipis (Transparan).


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


"Pada akhir ummatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakaian namun (hakikatnya) mereka telanjang. Di atas kepala mereka seperti terdapat punuk unta. Laknatlah mereka karena sebenarnya mereka itu wanita yang terlaknat."
[Shahih: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu'jamush Shaghiir (I/127-128) dari hadits Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma].


4. Harus Longgar Dan Tidak Ketat.


Seiring berkembang nya mode pakaian, banyak diantara para wanita muslimah terbawa arus dan ikut-ikutan mengenakan pakaian yang ketat yang menampakkan lekuk-lekuk tubuhnya. Padahal pakaian ketat seperti ini sangat jauh dari yang disyari'atkan, karena hal seperti ini bisa menimbulkan syahwat dari laki-laki. Dan barang siapa seorang wanita yang dengan sengaja menimbulkannya syahwat laki-laki maka ia berdosa.


Usamah bin Zaid berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam memberiku baju Qubthiyah yang tebal (biasanya baju tersebut tipis-pen) yang merupakan baju yang dihadiahkan oleh Dihyah al-Kalbi kepada beliau. Baju itu pun aku pakaikan kepada isteriku. Nabi bertanya, 'Mengapa engkau tidak mengenakan baju Qubthiyah?' Aku menjawab, 'Aku pakaikan baju itu pada isteriku, Ya Rasulullah' Lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Perintahkan ia agar mengenakan baju dalam, karena aku khawatir baju itu masih bisa menggambarkan bentuk tubuhnya'."
[Diriwayatkan oleh adh-Dhiya' al-Maqdisi dalam kitab al-Hadits al-Mukhtarah (I/441)].


5. Tidak Memakai Wangi-Wangian (Parfum).


Banyak kita jumpai dibeberapa tempat, wanita-wanita yang mengaku dirinya seorang muslimah, tercium aroma wewangian dari dirinya. Padahal ini sangatlah dilarang oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, karena hal seperti ini pun bisa menimbulkannya syahwat laki-laki.


Larangan menggunakan parfum bagi wanita dalam berbusana ini sangat keras ancamannya, bahkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam pun melarangnya meskipun hal itu untuk keperluan pergi ke masjid. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


"Siapa pun wanita yang memakai wangi-wangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar tercium baunya, maka ia (seperti) pelacur."
[Shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (IV/414, 418), an-Nasa'i (VIII/153), Abu Dawud (no. 4173) dan at-Tirmidzi (no. 2786), dari Abu Musa radhiyallahu 'anhu].


Sedangkan jika isteri menggunakannya hanya di hadapan suaminya, di dalam rumahnya, maka hal ini dibolehkan, bahkan dianjurkan berhias untuk suaminya.


6. Tidak Menyerupai Pakaian Laki-Laki.


Banyak kita temukan wanita yang mengaku dirinya seorang muslimah dalam berbusana mengenakan pakaian seperti pakaiannya seorang laki-laki, bercelana ketat, berkaos ketat. Padahal telah jelas larangan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, yang melarang wanita berpakaian seperti pakaian laki-laki dan laki-laki yang berpakaian seperti pakaian wanita.


Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melaknat lelaki mengenakan pakaian wanita dan wanita mengenakan pakaian lelaki."
[HR. Abu Dawud dengan sanad yang shahih].
[Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4098), Ibnu Majah (no. 1903), al-Hakim (IV/194) dan Ahmad (II/325), dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu. Lihat Jilbaab al-Mar'atil Muslimah (hal. 141) oleh Syaikh al-Albani rahimahullaah].


Hadits ini menjelaskan kerasnya ancaman bagi lelaki yang mengenakan pakaian wanita untuk menyerupai wanita, dan wanita yang mengenakan pakaian laki-laki untuk menyerupai laki-laki.


7. Tidak Menyerupai Pakaian Wanita-Wanita Kafir.


Dalam syari'at Islam telah ditetapkan bahwa seorang muslim (muslimin dan muslimah) tidak boleh bertasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir, baik dalam ibadah, ikut merayakan hari raya, dan termasuk berpakaian dengan pakaian khas mereka.


Sebagaimana firman Allah 'Aza wa Jalla:


"Waqorna fi buyutikunna wa laa tabarrojna tabarrujal jahiliyyatil ulaa."


"Dan hendaklah kamu tetap tinggal di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu."
[QS. Al-Ahzab: 33].


Dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


"Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka."
[Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4031), Ahmad (II/50, 92), dari Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma. Lihat Shahiihul Jaami' (no. 6149) dan Jilbaab al-Mar'atil Muslimah (hal. 203-204)].


8. Bukan Pakaian Syuhrah (Pakaian Untuk Mencari Popularitas)


Hal ini berdasarkan hadits Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa yang mengenakan pakaian syuhrah (untuk mencari popularitas) di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya di hari Kiamat lalu membakarnya dengan api Neraka."
[Hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4029) dan Ibnu Majah (no. 3607), dari Shahabat Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma. Lihat Jilbaab al-Mar'atil Muslimah (hal. 213)].


Pakaian syuhrah adalah pakaian yang dipakai untuk meraih popularitas di tengah-tengah orang banyak, baik pakaian tersebut sangat mahal, yang dipakai oleh seseorang untuk berbangga dengan dunia dan perhiasannya, maupun pakaian yang bernilai sangat rendah, yang dipakai oleh seseorang untuk menampakkan kezuhudan dan bertujuan untuk riya'.
[Jilbab al-Mar'atil Muslimah (hal. 213)].


9. Diutamakan Berwarna Gelap.


Mengenai dianjurkannya pakaian berwarna gelap bagi muslimah adalah berdasarkan contoh dari para Shahabiyah radhiyallahu 'anhuma. Mereka mengenakan pakaian berwarna gelap agar lebih bisa menghindarkan fitnah dari pakaian yang mereka kenakan. Sangat sempurna apabila jilbab yang dikenakan seorang wanita berkain tebal dan berwarna gelap.


Di antara hadits yang menyebutkan bahwa pakaian wanita pada zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam berwarna gelap adalah hadits yang diriwayatkan dari Ummu Salamah radhiyallahu 'anha, ia berkata:


"Tatkala ayat ini turun, 'Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuhnya,' maka wanita-wanita Anshar keluar rumah dalam keadaan seolah-olah di kepala mereka terdapat burung gagak karena pakaian (jilbab hitam) yang mereka kenakan." [Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4101)].


Syaikh al-Albani rahimahullaah berkata, "Lafazh 'ghirban' adalah bentuk jamak dari 'ghurab' (burung gagak). Pakaian (jilbab) mereka diserupakan dengan burung gagak karena warnanya yang hitam."


Beliau rahimahullaah juga mengatakan, "Hadits ini dibawakan juga dalam kitab ad-Durr (V/221) berdasarkan riwayat 'Abdurrazzaq, 'Abdullah bin Humaid, Abu Dawud, Ibnul Mundzir, Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawaih, dari hadits Ummu Salamah dengan lafazh:


'Lantaran pakaian (jilbab) hitam yang mereka kenakan'."
[Lihat Jilbab al-Mar'atil Muslimah (hal. 82-83)].


Jika telah datang kepadamu syari’at yang mewajibkannya, maka laksanakanlah dengan ikhlas karena Allah ‘Aza wa Jalla.


WaAllahu Ta'ala a'lam.
Wassalammu'alaykum wa rahmatullah wa barakatuh.