AHLAN WA SAHLAN YA IKHWAH...
Sedikit kata untuk kita renungkan bersama...

Sabtu, 28 Mei 2016

Ringkasan KITAB RIYADHUSH SHALIHIN, Bab Karamah dan Keutamaan Para Wali


Bismillaahir rahmaanir rahiim
Assalamu'alaykum wa rahmatullaah wa barakaatuh.


"Innal hamdalillaah nahmaduhu wanasta'iinuhu wanastaghfiruhu wana'uzdubillaahi minsyururi anfusinaa waminsayyi aati 'amaalinaa mayyahdihillaahu falaa mudhillalah wamayyudlil falaa hadiyalah."


"Asyhadu alaa ilaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu warasuuluh laa nabiy ya ba'da."


"Segala puji hanya milik Allah 'Aza wa Jalla, kita memuji-Nya, kita memohon pertolongan kepada-Nya, kita memohon ampun kepada-Nya, dan kita berlindung kepada-Nya dari kejelekan-kejelekan diri kita dan kejelekan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak ada seorangpun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak seorangpun yang dapat memberi hidayah kepadanya."


"Aku bersaksi bahwa tidak ada yang patut disembah dengan haq (benar) kecuali Allah 'Aza wa Jalla saja, dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya. Dan tidak ada Nabi setelahnya"


Qola Allaahu Ta'ala fii Kitabul Karim: "Yaa ayyuhal ladziina aamanu taqullaaha haqqo tuqootih walaa tamuutunna illaa wa antum muslimun."


Allah Ta'ala berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan beragama Islam."
(QS. Ali Imran: 102).


Wa qola Allaahu Ta'ala: "Yaa ayyuhan naasuttaquu robbakumul ladzii kholaqokum min nafsi wa hidah wa kholaqo minhaa dzaujaha wa batstsa minhuma rijaalan katsiiran wanisaa a wattaqullaah alladzii tasaa aluunabihi wal arhaama innallaaha kaana 'alaikum roqiibaa."


Dan AllahTa'ala berfirman: "Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Robb kalian yang telah menciptakan kalian dari diri yang satu, daripadanya Allah menciptakan istrinya dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan nama-Nya) kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian."
(QS. An Nisaa: 1).


Wa qola Allaahu Ta'ala: "Yaa ayyuhal ladziina aamanut taqullaah waquuluu qaulan sadiida yushlih lakum a'maalakum wa yaghfir lakum dzunuubakum wamayyuti 'illaah wa rasullahuu waqod faaza fauzan 'adzhiima."


Dan Allah Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dan katakanlah dengan perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki bagi kalian amal-amal kalian dan mengampuni bagi kalian dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar."
(QS. Al Ahzab: 70-71).


Amma ba'du, "Fa inna ashdaqol hadiitsi kitaabullaah wa khairal hadi hadi muhammadin shallallaahu 'alaihi wasallam wasyarril umuuri muhdatsaa tuhaa wakulla muhdatsa tin bid'ah wakulla bid'atin dholaalah wakulla dholaalatin fiinnar."


Amma ba'du: "Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan ada di neraka."


Ringkasan "KITAB RIYADHUSH SHALIHIN"

Bab (253) Karamah dan Keutamaan Para Wali.


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Tidak ada perubahan bagi janji-janji Allah. Demikian itulah kemenangan yang agung."
(QS. Yunus: 62-64).


Karamah adalah kejadian luar biasa. Wali adalah orang yang taat kepada Allah 'Aza wa Jalla. Siapa pun yang bertakwa, dia adalah wali Allah.


Ibnu Abbas dan lainnya berkata, "Para wali Allah adalah orang-orang yang jika dilihat, mereka mengingatkan kepada Allah."


Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Sungguh, diantara hamba-hamba Allah, ada sebagian yang para nabi dan syuhada iri pada mereka.' Beliau ditanya, 'Siapa mereka, wahai Rasulullah, agar kami mencintai mereka.' Beliau menjawab, 'Mereka adalah suatu kaum yang saling mencintai karena Allah, bukan karena (ikatan) harta benda ataupun nasab. Wajah-wajah mereka cahaya, (mereka berada) di atas mimbar-mimbar dari cahaya, mereka tidak takut ketika semua orang takut, tidak bersedih ketika semua orang bersedih.' Setelah itu beliau membaca, 'Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati'." (QS. Yunus: 62-64).
[HR. Ibnu Jarir dan lainnya].


Dari Abu Darda' radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam terkait firman-Nya 'Aza wa Jalla, "Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat." (QS. Yunus: 64). Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Mimpi baik yang dialami seorang muslim, atau diimpikan orang lain untuknya." (HR. Ahmad).


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Sesungguhnya orang-orang yang berkata, 'Tuhan kami adalah Allah,' kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), 'Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.' Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya (surga) kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh apa yang kamu minta. Sebagai penghormatan (bagimu) dari (Allah) Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang'."
(QS. Fushshilat: 30-32).


Firman-Nya, "Tidak ada perubahan bagi janji-janji Allah." (QS. Yunus: 64). Yaitu tidak ada perubahan bagi firman-Nya, dan tidak ada pelanggaran pada janji-Nya. "Demikian itulah kemenangan yang agung." (QS. Yunus: 62-64).


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya (pohon) itu akan mengugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka makan, minum dan bersenang-hatilah engkau."
(QS. Maryam: 25-26).


Ini termasuk hal-hal luar biasa. Ini adalah karamah Maryam 'Alaihissalam.
Melalui firman-Nya 'Aza wa Jalla:


"Maka dia (Maryam) menunjuk kepada (anak) nya. Mereka berkata, 'Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?' Dia (Isa) berkata, 'Sesungguhnya aku hamba Allah, Dia memberiku Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi'." (QS. Maryam: 29-30), Allah 'Aza wa Jalla mengisyaratkan Isa untuk berbicara kepada kaumnya saat masih bayi, sebagai pertanda kebenaran nubuwah kelak, juga sebagai karamah Maryam.


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Setiap kali Zakaria masuk menemuinya di mihrab (kamar khusus ibadah), dia dapati makanan disisinya. Dia berkata, 'Wahai Maryam! Dari mana ini engkau peroleh?' Dia (Maryam) menjawab, 'Itu dari Allah.' Sesungguhnya Allah memberi rizki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan'."
(QS. Ali 'Imran: 37).


Ada yang mengatakan, Zakaria melihat buah-buahan musim dingin saat musim panas di dekat Maryam, dan buah-buahan musim panas saat musim dingin. Ada sejumlah karamah dalam kisah Maryam, di antaranya; hamil tanpa suami, mendapatkan kurma basah dan segar dari pelepah pohon kurma yang kering, rizki datang menghampirinya di luar musimnya. Maryam bukan seorang nabi.


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusanmu. Dan engkau akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan apabila matahari itu terbenam, menjauhi mereka ke sebelah kiri."
(QS. Al-Kahfi: 16-17).


Sebagian mufassir menjelaskan, Allah memalingkan matahri dari mereka dengan kuasa-Nya, menghalangi matahari untuk menyengat mereka, karena pintu gua berada di sisi di mana sinar matahari tepat mengenai sisi tubuh mereka. Ini adalah karamah mereka, seperti yang Allah 'Aza wa Jalla sampaikan, "Itulah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah," karena Allah menunjukkan mereka untuk bersembunyi di gua tersebut dan mengalihkan berbagai hal berbahaya dari mereka.
Tinggal di dalam gua selama tigaratus tahun lebih, tidur selama itu dalam kondisi masih hidup tanpa tertimpa penyakit apa pun, dan energi normal mereka tetap stabil meski tanpa makan ataupun minum, ini termasuk bagian dari hal-hal luar biasa.


1/1503.
Dari Abu Muhammad Abdurrahman bin Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhuma , "Ashabush shuffah adalah orang-orang fakir. Suatu ketika, Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Siapa memiliki makanan dua orang, hendaklah mengajak orang ketiga. Siapa memiliki makanan empat orang, hendaklah mengajak orang kelima dan keenam', atau seperti yang beliau sabdakan.


Abu Bakar radhiyallahu 'anhu membawa tiga orang, sementara Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam membawa sepuluh orang. Abu Bakar makan malam di tempat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, setelah itu bertahan di sana hingga shalat Isya', setelah itu pulang. Setelah berlalu sebagian dari malam hari seperti yang dikehendaki, Abu Bakar datang. Istrinya bertanya padanya, 'Apa yang menghalangimu untuk melayani tamu-tamumu?' Abu Bakar bertanya, 'Bukankah kau sudah memberi mereka makan malam?' Istrinya menjawab, 'Mereka enggan (makan) sebelum kau datang. Pihak keluarga sudah menawarkan mereka untuk makan'."


Abdurrahman meneruskan, "Aku kemudian pergi dan bersembunyi. Abu Bakar memanggil, 'Hai orang bodoh!' Abu Bakar kemudian mencaci dan mencela, setelah itu berkata, 'Makanlah kalian, tidak dengan nikmat. Demi Allah, aku tidak akan memberinya makan selamanya'. Abdurrahman berkata, 'Demi Allah, setiap kali kami mengambil satu suap makan, dari bawahnya muncul makanan lebih banyak lagi hingga mereka semua kenyang, dan makanan menjadi lebih banyak dari sebelumnya.'


Abu Bakar melihat makanan itu lalu bertanya kepada istrinya, 'Hai orang Bani Firas, apa ini?' Ia menjawab, 'Duhai penyejuk mata hatiku! Makanan itu saat ini lebih banyak tiga kali dari sebelumnya!' Abu Bakar kemudian memakan sebagiannya, lalu berkata, 'Itu tadi -sumpah maksudnya- hanya dari setan.' Setelah memakan satu suap, ia membawa makanan itu untuk Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam hingga pagi hari. Saat itu, antara kami dan suatu kaum terikat suatu perjanjian, lalu batas waktunya berakhir. Kami kemudian berpencar, jumlah kami ada dua belas orang, masing-masing di antara mereka membawa beberapa orang. Allah 'Aza wa Jalla lebih tahu, berapa jumlah orang yang dibawa oleh masing-masing dari duabelas orang tersebut. Mereka semua memakan makanan tersebut'."


Riwayat lain menyebutkan:


"Abu Bakar kemudian bersumpah untuk tidak memberinya makan, istri Abu Bakar juga bersumpah untuk tidak memberinya makan. Tamu -atau para tamu- bersumpah tidak makan sebelum ia makan. Abu Bakar kemudian berkata, 'Itu tadi -sumpah maksudnya- dari setan!' Ia kemudian meminta makanan, lalu makan, dan para tamu ikut makan. Setiap kali mereka mengangkat sesuap makan, dari bagian bawahnya muncul makanan lebih banyak, lalu Abu Bakar berkata, 'Hai orang Bani Firas! Apa ini?' Istrinya menjawab, 'Duhai penyejuk mata hatiku! Makanan ini saat ini lebih banyak dari sebelum kita makan.' Mereka kemudian makan, lalu Abu Bakar mengirim makanan tersebut kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam , ia bilang bahwa ia sudah makan sebagian'."


Riwayat lain menyebutkan:


Abu Bakar berkata kepada Abdurrahman, "Uruslah tamu-tamumu, aku akan pergi menemui Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam , berilah mereka makan sebelum aku pulang.' Abdurrahman kemudian pergi lalu datang membawakan makanan untuk mereka, ia berkata, 'Silahkan kalian makan!' Mereka bertanya, 'Mana tuan rumah kita?' Abdurrahman berkata, 'Makanlah!' Mereka berkata, 'Kami tidak akan makan sebelum tuan rumah kami pulang.' Abdurrahman kembali berkata, 'Terimalah jamuan kalian ini, karena jika dia (Abu Bakar) pulang sementara kalian belum makan, kami pasti dimarahi.' Mereka tetap enggan makan. Aku tahu, dia (Abu Bakar) pasti marah padaku. Saat Abu Bakar pulang, aku menjauh lalu ia bertanya, 'Apa yang sudah kalian lakukan?'


Mereka memberitahu kepada Abu Bakar. Abu Bakar kemudian memanggil, 'Abdurrahman!' Aku diam. Ia kembali memanggil, Abdurrahman!' Aku diam. Setelah itu Abu Bakar berkata, 'Wahai orang bodoh! Aku bersumpah padamu jika kau mendengar suaraku, datanglah!' Aku kemudian keluar (dari persembunyian) lalu aku berkata, 'Tanyakan pada tamumu!' Mereka berkata, 'Dia benar, dia sudah membawakan makanan untuk kami.' Abu Bakar berkata, 'Mereka menungguku (pulang). Demi Allah, aku tidak akan memberinya makan malam ini.' Yang lain berkata, 'Demi Allah, kami tidak akan makan sebelum kau memberinya makan.' Abu Bakar kemudian berkata, 'Apa-apaan kalian ini! Kenapa kalian tidak menerima jamuan makan kami? Bawa kemari makananmu.' Abdurrahman kemudian membawa makanan dan ia letakkan di hadapan Abu Bakar, ia membaca basmalah, 'Bismillaah. Yang tadi -sumpah maksudnya- adalah dari setan.' Abu Bakar makan, mereka kemudian makan'."
(Muttafaqun 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (3581), Muslim (2057) dan Ahmad (1/198)].


Kosakata asing dalam hadits ini:


(Ghuntsaru) artinya orang bodoh dan jahil.
(Fajadda'a) artinya mencaci. Makna asal (Ajadda') adalah memotong.
(Yajidu 'alayya) yaitu marah kepadaku.


Penjelasan hadits:


Hadits ini menunjukkan karamah nyata Abu Bakar radhiyallahu 'anhu.


2/1504.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Sungguh, di antara umat-umat sebelum kalian, ada sejumlah orang yang mendapat ilham. Jika pun seseorang (yang diberi ilham) di antara umatku, maka Umar-lah (orangnya)'."
[HR. Al-Bukhari].
[Shahih: Al-Bukhari (3689) dan Muslim (2398)].


Penjelasan hadits:


Juga diriwayatkan Muslim dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha.
Disebutkan dalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim; Ibnu Wahab berkata, "Muhaddatsun yaitu orang-orang yang diberi ilham."


Muhaddats adalah orang yang benar dugaannya. Sesuatu dari golongan tertinggi dihujamkan ke dalam hatinya. Riwayat At-Tirmidzi menyebutkan; "Sungguh, Allah menjadikan kebenaran sesuai lisan dan hati Umar."


Hadits lain; "Andai setelahku ada nabi, tentu Umar-lah (orangnya)."
Hadits ini menunjukkan karamah nyata Umar radhiyallahu 'anhu.


Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata, "Saat Utsman berkhotbah, tiba-tiba Jahjah Al-Ghifari berdiri menghampirinya, ia merebut tongkat dari tangan Utsman lalu ia patahkan dengan lututnya, lalu ada potongan kayu yang menyusup ke lututnya, akhirnya kanker masuk ke lututnya."


Diriwayatkan dari Hasan bin Ali, ia berkata, "Ali berkata, 'Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mengusap punggungku pada suatu malam dalam mimpiku, lalu aku bertanya, 'Apa yang harus aku lakukan terhadap umatmu yang memberontak dan memusuhi (ku)?' Beliau menjawab, 'Do'akan keburukan kepada mereka.' Aku berdo'a, 'Ya Allah, berilah aku pengganti orang-orang yang lebih baik dari mereka, dan berilah mereka pengganti pemimpin yang lebih buruk dariku.' Ali kemudian keluar rumah, lalu ia ditikam seseorang'." Keduanya diriwayatkan Ibnu Sayyidinnas.


Kedua riwayat ini menunjukkan karamah Khalifah Utsman dan Ali radhiyallahu 'anhuma.


3/1505.
Dari Jabir bin Samurah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Penduduk Kufah mengadukan Sa'ad -Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallahu'anhuma- kepada Umar bin Khaththab radhiyallahu'anhu, lalu Umar mencopotnya, dan menunjuk Ammar untuk memimpin mereka (sebagai pengganti Sa'ad). Mereka mengadukan, bahkan mereka mengatakan Sa'ad tidak bisa shalat dengan baik. Umar kemudian mengirim utusan untuk menemui Sa'ad. Utusan berkata, 'Wahai Abu Ishaq, mereka mengatakan bahwa kau tidak shalat dengan baik.' Sa'ad berkata, 'Demi Allah, aku mengimami mereka seperti shalatnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, aku tidak menyimpang dari itu. Aku shalat Isya', aku memanjangkan dua rakaat pertama, dan aku ringankan dua rakaat berikutnya.'


Utusan umar berkata, 'Itulah dugaan yang diarahkan kepadamu, wahai Abu Ishaq.' Bersama utusan ini, Umar juga mengirim seseorang -atau beberapa orang- ke Kufah untuk menanyakan kepada penduduk Kufah perihal Sa'ad. Utusan ini selalu bertanya di setiap masjid. Mereka semua memberikan pujian baik, hingga utusan memasuki masjid Bani Abas. Seseorang diantara mereka kemudian berdiri, ia bernama Usamah bin Qatadah, kuniah-nya Abu Sa'ad. Ia berkata, 'Karena kau menyumpah kami (baik kami akan berkata sejujurnya) Sa'ad tidak pernah ikut bersama pasukan dan tidak membagi secara merata, dan tidak adil dalam memutuskan perkara.'


Sa'ad kemudian berkata, 'Demi Allah, aku akan mengucapkan tiga do'a; ya Allah! Jika hamba-Mu ini berdusta, jika dia berdiri karena riya' dan sum'ah, maka panjangkan umurnya, panjangkan kemiskinannya, dan timpakan fitnah-fitnah kepadanya.' Setelah itu, setiap kali ia ditanya, ia selalu menjawab, 'Aku orang tua renta yang terkena fitnah. Aku tertimpa do'a Sa'ad'."


Abdul Malik bin Umair, perawi hadits ini dari Jabir bin Samurah, berkata, "Aku melihatnya dengan dua alis sudah menjulur ke bawah menutupi kedua matanya karena sangat tua. Ia menggoda gadis-gadis remaja di jalanan, mengedipkan mata kepada mereka."
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih: Al-Bukhari (755) dan Muslim (453)].


Penjelasan hadits:


Hadits ini menunjukkan karamah nyata Sa'ad bin Abi Waqqash.


4/1506.
Dari Urwah bin Zubair radhiyallahu 'anhu, bahwa Arwa binti Aus memperkarakan Sa'id bin Zaid bin Amr bin Nufail radhiyallahu 'anhu dihadapan Marwan bin Hakam. Arwa menuduh Sa'id mengambil sebagian dari tanah miliknya. Sa'id kemudian berkata, "Patutkah aku mengambil sedikit pun dari tanahnya setelah aku mendengar sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam itu?' Marwan bertanya, 'Apa yang kau dengar dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam ?' Sa'id menjawab, 'Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Siapa mengambil sejengkal tanah secara zalim, tanah itu dikalungkan kepadanya hingga tujuh bumi.' Marwan kemudian berkata kepada Sa'id, 'Aku tidak akan meminta bukti apa pun kepadamu setelah (sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam) ini.' Sa'id kemudian berdo'a, 'Ya Allah! Jika wanita itu berdusta, maka butakan matanya dan bunuhlah dia ditanahnya.' Urwah berkata, 'Sebelum mati, wanita itu buta. Saat ia berjalan di tanahnya, tiba-tiba ia jatuh di sebuah lubang dan mati'."
(Muttafaqun 'alaih).


Penjelasan hadits:


Kisah serupa juga disebutkan dalam riwayat Muslim dari Muhammad bin Zaid bin Abdullah bin Umar. Urwah melihat wanita tersebut dalam kondisi buta, ia meraba-raba dinding seraya mengatakan, "Aku terkena do'a Sa'id." Ia melintas di sebuah sumur di tanah yang ia sengketakan, ia jatuh ke dalam sumur itu, dan sumur itu menjadi kuburan baginya. Hadits ini menunjukkan karamah nyata Sa'id bin Zaid radhiyallahu 'anhu.


5/1507.
Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Saat perang Uhud tiba, pada malam hari menjelang perang ini, ayahku memanggilku, ia berkata, "Menurutku, aku orang pertama yang terbunuh di antara shahabat-shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam. Sungguh, aku tidak meninggalkan sesuatu pun yang lebih aku cintai melebihimu, kecuali nyawa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, dan aku meninggalkan utang, maka bayarkanlah utang itu. Dan perlakukan saudari-saudarimu dengan baik.' Pada pagi harinya, ayahku adalah korban tewas pertama. Aku mengubur orang lain bersama ayah di makamnya. Setelah itu, aku merasa tidak berkenan membiarkan ayahku bersama orang lain, aku kemudian mengeluarkan jenazah ayahku enam bulan setelah itu. Rupanya jenazah ayah masih seperti pada hari saat aku meletakkannya (di dalam kubur), kecuali telinganya. Aku kemudian menempatkan ayahku di kuburan secara terpisah'."
(HR. Al-Bukhari).
[Shahih: Al-Bukhari (1351) dan Al-Hakim (3/203)].


Penjelasan hadits:


Hadits ini menjelaskan karamah nyata Abdullah, ayahnya Jabir radhiyallahu 'anhu.


6/1508.
Dari Anas radhiyallahu 'anhu, dua shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam pulang dari tempat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam di tengah malam gelap, bersama keduanya ada seperti dua lampu di depan mereka berdua. Saat keduanya berpisah, masing-masing di antara keduanya disertai satu lampu, hingga tiba di rumah.
[Shahih: Al-Bukhari (3805)].
Al-Bukhari meriwayatkan hadits ini dari sejumlah jalur. Sebagian di antaranya menyebutkan bahwa dua shahabat yang dimaksud adalah Usaid bi Hudhair dan Abbad bin Bisyr radhiyallahu 'anhuma.


Penjelasan hadits:


Hadits ini menunjukkan karamah nyata Usaid bin Hudhair dan Abas bin Bisyr radhiyallahu 'anhuma.


7/1509.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mengirim sepuluh orang sebagai mata-mata dan menunjuk Ashim bin Tsabit Al-Anshari sebagai pemimpin regu. Mereka pergi hingga tiba di Had'ah antara Usfan dan Mekkah. Kabar mereka ini disampaikan kepada salah satu perkampungan Hudzail bernama perkampungan Bani Lahyan. Mereka kemudian mengirim hampir sekitar seratus pemanah. Mereka mencari jejak utusan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam ini. Ketika Ashim dan shahabat-shahabatnya merasa dibuntuti, mereka berlindung di suatu tempat. Mereka kemudian dikepung musuh, mereka berkata, "Turunlah kalian dan menyerahlah, kami berjanji tidak akan membunuh seorang pun di antara kalian.


Ashim bin Tsabit berkata, 'Wahai kaum! Aku tidak akan turun dengan jaminan orang kafir. Ya Allah! Sampaikan kepada nabi-Mu tentang kami.' Mereka menghujani anak panah hingga Ashim gugur. Tiga diantaranya turun dengan jaminan orang-orang kafir, mereka adalah Khubaib, Zaid bin Datsinah dan seorang lainnya. Setelah mereka menangkap ketiganya ini, mereka melepas tali busur lalu mengikat ketiganya. Orang yang ketiga lalu berkata, 'Ini pengkhianatan pertama. Demi Allah, aku tidak akan menemani kalian. Sungguh, mereka (teman-temannya yang sudah gugur) adalah teladan baik bagiku.' Mereka kemudian menyeretnya, ia tidak mau berteman dengan kedua rekannya, mereka kemudian membunuhnya. Mereka membawa Khubaib dan Zaid bin Datsinah lalu mereka jual di Mekkah selepas perang Badar.


Bani Harits bin Amir bin Naufal bin Abdi Manaf membeli Khubaib. Khubaib sebelumnya membunuh Harits saat perang Badar. Khubaib ditawan, hingga mereka sepakat untuk membunuhnya. Khubaib kemudian meminjam pisau kepada salah satu putri Harits untuk mencukur rambut kemaluan. Putri Harits meminjami Khubaib pisau. Saat lengah, anak kecil putri Harits ini masuk ke tempat Khubaib. Ia merasa takut sekali ketika anaknya berada di atas paha Khubaib yang tengah memegang pisau, lalu Khubaib berkata, 'Apa kau takut anakmu ini aku bunuh. Aku tidak akan melakukan tindakan seperti itu!' Putri Harits berkata, 'Demi Allah, belum pernah aku melihat tawanan yang lebih baik dari Khubaib. Demi Allah, suatu ketika aku mendapati Khubaib memakan setandan anggur di tangannya saat ia tengah dirantai, padahal saat itu di Mekkah tidak ada buah apa pun.' Ia berkata, 'Itu adalah rizki yang Allah berikan kepada Khubaib.'


Saat mereka membawa Khubaib keluar dari tanah Haram untuk mereka bunuh, Khubaib berkata kepada mereka, 'Biarkan aku shalat dua rakaat dulu.' Mereka membiarkannya, lalu ia shalat dua rakaat. Ia berkata, 'Demi Allah, kalau saja bukan kalian mengira aku melakukan ini karena takut mati, pasti aku shalat lebih banyak lagi.' Setelah itu Khubaib berdo'a, 'Ya Allah, hitunglah jumlah mereka, binasakan mereka semua, dan jangan sampai Kau biarkan seorang pun di antara mereka tetap hidup.' Ia kemudian bersyair;


Aku tiada perduli kala terbunuh sebagai seorang Muslim
Di atas lambung mana pun aku terbaring mati karena Allah
itu sepenuhnya karena Zat Ilah, jika berkehendak
Ia akan memberkahi bagian-bagian tubuh yang terurai ini


Khubaib memberi contoh kepada setiap muslim untuk shalat terlebih dahulu sebelum dibunuh.
Saat khubaib dan rekan-rekannya terbunuh, Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menyampaikan kabar mereka ini kepada para shahabat. Quraisy mengirim beberapa orang untuk menemui Ashim bin Tsabit kala mereka mendapat kabar bahwa Khubaib telah dibunuh, mereka meminta diberi suatu tanda yang dikenal sebagai bukti bahwa Khubaib telah dibunuh, karena Khubaib sebelumnya telah membunuh salah seorang pembesar mereka. Allah kemudian mengirim sekawanan lebah seperti awan lalu melindungi jasad Khubaib dari utusan Quraisy ini, sehingga mereka tidak mampu memotong sedikit pun bagian tubuhnya'."
(HR. Al-Bukhari).
[Shahih: Al-Bukhari (4086)].


Penjelasan hadits:


(Had'ah) adalah nama sebuah tempat.
(Zhullah) : awan.
(Dabr) : lebah.
Do'a khubaib, "Uqtulhum bidada," bisa dibaca bidada atau badada.  Bidada adalah jamak dari biddah, artinya bagian.
Maksudnya, bunuhlah mereka dengan bagian masing-masing, setiap orang di antara mereka mendapatkan bagian tertentu. Sementara badada artinya terpisah, maksudnya terbunuh satu persatu secara terpisah. Badada berasal dari akar kata tabdid (tercerai-berai).


Disebutkan dalam Al-Qamus; dabar adalah sekawanan lebah dan kumbang.


Hadits ini menunjukkan karamah nyata Khubaib dan Ashim bin Tsabit radhiyallahu 'anhuma.


Masih banyak hadits shahih lain terkait masalah ini telah disebutkan di tempatnya tersendiri dalam Kitab Riyadhush Shalihin, di antaranya hadits seorang pemuda yang berguru kepada seorang rahib dan tukang sihir, hadits Juraij, hadits para penghuni gua yang tertutup oleh batu besar, hadits seseorang yang mendengar suara di awan yang mengatakan, "Hujanilah kebun si fulan," dan hadits-hadits lain. Dalil-dalil dalam masalah ini banyak dan familiar. Billahit tawfiq.


8/1510.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Tidaklah aku mendengar Umar radhiyallahu 'anhu berkata terkait sesuatu pun, 'Sungguh, aku mengira demikian,' melainkan terjadilah tepat seperti perkiraannya'."
(HR. Al-Bukhari)
[Shahih: Al-Bukhari (3866); silahkan dirujuk kembali hadits no. 259 dan 562].


Penjelasan hadits:


Imam Ahmad bin Hanbal ditanya, "Kenapa karamah-karamah di zaman shahabat sedikit jika dibandingkan dengan karamah-karamah para wali setelah generasi mereka menurut riwayat-riwayat yang ada?!' Ia menjawab, 'Keimanan mereka (para shahabat) kuat, sehingga tidak memerlukan tambahan apa pun untuk memperkuatnya. Berbeda dengan yang lain, iman mereka lemah sehingga memerlukan karamah untuk memperkuatnya.' Wallahu a'lam.