AHLAN WA SAHLAN YA IKHWAH...
Sedikit kata untuk kita renungkan bersama...

Kamis, 24 Desember 2015

KITAB RIYADHUSH SHALIHIN, Bab Haram Memulai Salam Kepada Orang Kafir dan Cara Menjawab Salam Mereka; dan Sunnah Mengucapkan Salam Kepada Anggota Majelis yang di Antara Mereka Ada Orang-orang Muslim dan Orang-orang Kafir.

Bismillaahir rahmaanir rahiim
Assalamu'alaykum wa rahmatullaah wa barakaatuh.


"Innal hamdalillaah nahmaduhu wanasta'iinuhu wanastaghfiruhu wana'uzdubillaahi minsyururi anfusinaa waminsayyi aati 'amaalinaa mayyahdihillaahu falaa mudhillalah wamayyudlil falaa hadiyalah."


"Asyhadu alaa ilaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu warasuuluh laa nabiy ya ba'da."


"Segala puji hanya milik Allah 'Aza wa Jalla, kita memuji-Nya, kita memohon pertolongan kepada-Nya, kita memohon ampun kepada-Nya, dan kita berlindung kepada-Nya dari kejelekan-kejelekan diri kita dan kejelekan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak ada seorangpun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak seorangpun yang dapat memberi hidayah kepadanya."


"Aku bersaksi bahwa tidak ada yang patut disembah dengan haq (benar) kecuali Allah 'Aza wa Jalla saja, dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya. Dan tidak ada Nabi setelahnya"


Qola Ta'ala fii Kitabul Karim: "Yaa ayyuhal ladziina aamanu taqullaaha haqqo tuqootih walaa tamuutunna illaa wa antum muslimun."


Allah Ta'ala berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan beragama Islam."
(QS. Ali Imran: 102).


Wa qola Ta'ala: "Yaa ayyuhan naasuttaquu robbakumul ladzii kholaqokum min nafsi wa hidah wa kholaqo minhaa dzaujaha wa batstsa minhuma rijaalan katsiiran wanisaa a wattaqullaah alladzii tasaa aluunabihi wal arhaama innallaaha kaana 'alaikum roqiibaa."


Dan AllahTa'ala berfirman: "Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Robb kalian yang telah menciptakan kalian dari diri yang satu, daripadanya Allah menciptakan istrinya dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan nama-Nya) kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian."
(QS. An Nisaa: 1).


Wa qola Ta'ala: "Yaa ayyuha lladziina aamanut taqullaah waquuluu qaulan sadiida yushlih lakum a'maalakum wa yaghfir lakum dzunuubakum wamayyuti 'illaah wa rasullahuu waqod faaza fauzan 'adzhiima."


Dan Allah Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dan katakanlah dengan perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki bagi kalian amal-amal kalian dan mengampuni bagi kalian dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar."
(QS. Al Ahzab: 70-71).


Amma ba'du, "Fa inna ashdaqol hadiitsi kitaabullaah wa khairal hadi hadi muhammadin shallallaahu 'alaihi wasallam wasyarril umuuri muhdatsaa tuhaa wakulla muhdatsa tin bid'ah wakulla bid'atin dholaalah wakulla dholaalatin fiinnar."


Amma ba'du: "Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan ada di neraka."


"Pembahasan KITAB RIYADHUSH SHALIHIN"


138. Bab Haram Memulai Salam Kepada Orang Kafir dan Cara Menjawab Salam Mereka; dan Sunnah Mengucapkan Salam Kepada Anggota Majelis yang di Antara Mereka Ada Orang-orang Muslim dan Orang-orang Kafir.


1/866.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Janganlah kalian mendahului mengucapkan salam kepada orang Yahudi dan Nasrani. Apabila kalian berpapasan dengan salah seorang di antara mereka, maka desaklah mereka agar melalui jalan yang paling sempit."
[HR. Muslim].
[Shahih: Muslim (2167)].


Penjelasan hadits:


Hadits ini berisi larangan memulai salam kepada orang kafir. Itu merupakan pendapat jumhur, sebagai bentuk pemutus kecintaan terhadap mereka.


2/867.
Dari Anas radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Jika ada ahlul kitab-Yahudi dan Nasrani- memberi salam kepada kalian maka jawablah dengan ucapan: 'Wa'alaykum'."
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih: Al-Bukhari (6258); Muslim (2163)].


Penjelasan hadits:


Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, "Para ulama sepakat atas bolehnya menjawab ucapan salam kepada ahli kitab jika mereka mendahului mengucapkan salam, namun jangan dengan mengucapkan 'Wa'alaykum salam', tetapi ucapkanlah 'Alaykum' atau 'Wa'alaykum'." Selesai ringkasan.


Makna hadits ini terdapat dalam hadits lainnya, "Sesungguhnya orang-orang Yahudi ketika mengucapkan salam kepada kalian, salah satu dari mereka mengucapkan, 'As-Samu'alaykum', maka jawablah salam mereka dengan ucapan, 'Wa'alaykum'." [HR. Muslim].


'As-Samu' artinya kematian.


3/868.
Dari Usamah radhiyallahu 'anhu, berkata, "Bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam pernah menjumpai suatu majelis yang di dalamnya bercampur antara kaum muslimin dan kaum musyrikin -penyembah berhala- dan ada pula orang Yahudi, lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mengucapkan salam kepada mereka."
[Muttafaqun 'alaih].


Penjelasan hadits:


Hadits ini menjelaskan tentang di syariatkannya mengucapkan salam kepada suatu majelis yang di dalamnya ada kaum muslimin dan orang-orang kafir.


Wallahu Ta'ala a'lam.
Wassalamu'alaykum wa rahmatullah wa barakatuh.


Sumber:

Kitab 'RIYADHUSH SHALIHIN' - Imam An-Nawawi.
Syarah: Syaikh Faishal Alu Mubarak.
Takrij: Syaikh Nasiruddin Al-Albani.
Alih bahasa: Tim Penterjemah UMMUL QURA.

Penerbit: Ummul Qura - Jkt.

Selasa, 15 Desember 2015

KITAB RIYADHUSH SHALIHIN, Bab Larangan Lelaki Menyerupai Wanita dan Wanita Menyerupai Lelaki dalam Hal Pakaian, Tingkah Laku, dan Lainnya

Bismillaahir rahmaanir rahiim
Assalamu'alaykum wa rahmatullaah wa barakaatuh.


"Innal hamdalillaah nahmaduhu wanasta'iinuhu wanastaghfiruhu wana'uzdubillaahi minsyururi anfusinaa wasayyaati 'amaalinaa mayyahdihillaah falaa mudhillalah wamayyudlil falaa hadiyalah."


"Asyhadu alaa ilaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu warasuuluh laa nabiy ya ba'da."


"Segala puji hanya milik Allah 'Aza wa Jalla, kita memuji-Nya, kita memohon pertolongan kepada-Nya, kita memohon ampun kepada-Nya, dan kita berlindung kepada-Nya dari kejelekan-kejelekan diri kita dan kejelekan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak ada seorangpun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak seorangpun yang dapat memberi hidayah kepadanya."


"Aku bersaksi bahwa tidak ada yang patut disembah dengan haq (benar) kecuali Allah 'Aza wa Jalla saja, dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya. Dan tidak ada Nabi setelahnya"


Qola Ta'ala fii Kitabul Karim: "Yaa ayyuhal ladziina aamanu taqullaaha haqqo tuqootih walaa tamuutunna illaa wa antum muslimun."


Allah Ta'ala berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan beragama Islam."
(QS. Ali Imran: 102).


Wa qola Ta'ala: "Yaa ayyuhan naasuttaquu robbakumul ladzii kholaqokum min nafsi wa hidah wa kholaqo minhaa dzaujaha wa batstsa minhuma rijaalan katsiiran wanisaa a wattaqullaah alladzii tasaa aluunabihi wal arhaama innallaaha kaana 'alaikum roqiibaa."


Dan AllahTa'ala berfirman: "Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Robb kalian yang telah menciptakan kalian dari diri yang satu, daripadanya Allah menciptakan istrinya dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan nama-Nya) kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian."
(QS. An Nisaa: 1).


Wa qola Ta'ala: "Yaa ayyuha lladziina aamanut taqullaah waquuluu qaulan sadiida yushlih lakum a'maalakum wa yaghfir lakum dzunuubakum wamayyuti 'illaah wa rasullahuu waqod faaza fauzan 'adzhiima."


Dan Allah Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dan katakanlah dengan perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki bagi kalian amal-amal kalian dan mengampuni bagi kalian dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar."
(QS. Al Ahzab: 70-71).


Amma ba'du, "Fa inna ashdaqol hadiitsi kitaabullaah wa khairal hadi hadi muhammadin shallallaahu 'alaihi wasallam wasyarril umuuri muhdatsaa tuhaa wakulla muhdatsa tin bid'ah wakulla bid'atin dholaalah wakulla dholaalatin fiinnar."


Amma ba'du: "Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan ada di neraka."


"Pembahasan KITAB RIYADHUSH SHALIHIN"


292. Bab Larangan Lelaki Menyerupai Wanita dan Wanita Menyerupai Lelaki Dalam Hal Pakaian, Tingkah Laku, dan Lainnya.


1/1631.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melaknat lelaki-lelaki yang meniru perempuan, dan perempuan-perempuan yang meniru lelaki."


Riwayat lain menyebutkan, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melaknat lelaki-lelaki yang menyerupai wanita dan wanita-wanita yang menyerupai lelaki."
[HR. Al-Bukhari].
[Shahih: Al-Bukhari (5885); Abu Dawud (4930); Tirmidzi (2785)].


Kosakata asing:


(Al-Mukhannatsin): Lelaki yang wataknya seperti wanita dalam tingkah laku dan tutur kata.


Penjelasan hadits:


Jika keadaan seperti itu adalah bawaan sejak lahir, maka tidaklah mengapa, namun ia tetap berusaha sebisa mungkin untuk menghilangkan kebiasaan tersebut. Jika ia terus menerus seperti itu tanpa berusaha untuk menghilangkannya, maka ia tercela. Dan jika perilaku dan kebiasaan tersebut disengaja dan dibuat-buat, maka ia tercela.


Ibnu Hubaib menjelaskan, "Mukhannats adalah lelaki yang menyerupai wanita (banci) meski ia tidak melakukan tindakan keji. Kata ini berasal dari akar kata takassur yang berarti berjalan dengan lembut dan lain sebagainya."


Perkataan perawi, "Lelaki-lelaki yang menyerupai wanita dan wanita-wanita yang menyerupai lelaki."


Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, "Al-Qurthubi berkata, 'Artinya, lelaki tidak boleh menyerupai wanita dalam hal pakaian dan hiasan yang khusus bagi kaum wanita. Juga sebaliknya.'
Ibnu Abi Hamzah berkata, 'Tekstual lafal hadits melarang menyerupai dalam segala hal. Namun melalui dalil-dalil lain diketahui, bahwa yang dimaksud menyerupai adalah dalam hal pakaian, sifat-sifat tertentu, tingkah laku dan lain sebagainya, kecuali menyerupai hal-hal baik.'
Laknat dalam hadits ini menunjukkan, bahwa semua yang disebutkan termasuk dosa besar. Dan hikmahnya adalah karena perbuatan ini mengubah salah satu jenis dari sifat yang sudah dibuat oleh Allah 'Aza wa Jalla, seperti yang diisyaratkan Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam terkait laknat untuk wanita-wanita yang menyambung rambut, 'Wanita-wanita yang mengubah ciptaan Allah'."
Demikian penjelasan Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah secara ringkas.


2/1632.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melarang lelaki mengenakan pakaian wanita dan wanita mengenakan pakaian lelaki."
[HR. Abu Dawud dengan sanad yang shahih].
[Shahih: Abu Dawud (4098) dan sanadnya shahih].


Penjelasan hadits:


1. Ancaman keras bagi lelaki yang mengenakan pakaian wanita untuk menyerupai wanita.

2. Ancaman keras bagi wanita yang mengenakan pakaian laki-laki untuk menyerupai laki-laki.


3/1633.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Ada dua golongan penduduk neraka yang keduanya belum pernah aku melihatnya. (1) Kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi, yang dipergunakannya untuk memukul orang. (2) Wanita-wanita yang berpakaian, tetapi sama seperti bertelanjang, berjalan dengan berlenggak-lenggok, mudah dirayu atau suka merayu, rambut mereka bagaikan punuk unta. Wanita-wanita tersebut tidak dapat masuk surga, bahkan tidak dapat mencium bau surga. Padahal bau surga dapat tercium dari jarak sekian dan sekian'."
[HR. Muslim].
[Shahih: Muslim (2128)].


Kosakata asing:


(Kasiyatun 'ariyatun) yaitu, mengenakan nikmat Allah 'Aza wa Jalla, tapi tidak mensyukurinya.
Pendapat lain menyatakan, maknanya adalah wanita yang menutupi sebagian tubuh dan membuka sebagian yang lain untuk memperlihatkan kecantikan tubuh dan kemolekannya.
Pendapat lain mengatakan, wanita yang mengenakan pakaian tipis yang memperlihatkan warna kulit tubuh.
(Ma ilatun) menurut salah satu pendapat, artinya condong menjauhi ketaatan kepada Allah 'Aza wa Jalla dan apa pun yang diharuskan untuk mereka jaga.
Pendapat lain mengatakan, wanita-wanita yang menyisir rambut seperti model rambut pelacur.
(Mumiilatun) yaitu mengajari wanita lain untuk melakukan perbuatan tercela seperti yang mereka lakukan.
Pendapat lain menyebutkan, wanita-wanita yang berjalan dengan sombong dengan memiringkan pundak.
Pendapat lainnya mengatakan, menyisir rambut wanita-wanita lain dengan model yang sama.
(Ruwusuhunnaka asnimati bukhti) yaitu mereka membesarkan rambut dengan melilitkan surban, kain, dan semacamnya.


Penjelasan hadits:


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam, "Kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi, yang dipergunakannya untuk memukul orang," yaitu memukuli manusia secara zalim.


"Dan kaum perempuan yang mengenakan pakaian (namun seperti) telanjang," yaitu menutupi sebagian badan dan menyingkap sebagian lainnya.


"Berjalan melenggak-lenggok dan berlagak," yaitu menyerupai lelaki yang sombong.


Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, "Hadits ini termasuk salah satu mukjizat nubuwah. Kedua golongan ini sudah ada, keduanya ada di zaman sekarang."


Al-Qadhi Iyadh menjelaskan, "Berjalan melenggak-lenggok dan berlagak," yaitu condong kepada kaum lelaki, berlagak dengan perhiasan yang mereka tampakkan.


Wallahu Ta'ala a'lam.
Wassalamu'alaykum wa rahmatullah wa barakatuh.


Sumber:

Kitab 'RIYADHUSH SHALIHIN' - Imam An-Nawawi.
Syarah: Syaikh Faishal Alu Mubarak.
Takrij: Syaikh Nasiruddin Al-Albani.
Alih bahasa: Tim Penterjemah UMMUL QURA.

Penerbit: Ummul Qura - Jkt.

Senin, 14 Desember 2015

KITAB RIYADHUSH SHALIHIN, Bab Keutamaan Kaum Muslimin Yang Lemah, Orang-orang Fakir, dan Orang-orang Yang Tidak Terkenal

Bismillaahir rahmaanir rahiim
Assalamu'alaykum wa rahmatullaah wa barakaatuh.


"Innal hamdalillaah nahmaduhu wanasta'iinuhu wanastaghfiruhu wana'uzdubillaahi minsyururi anfusinaa wasayyaati 'amaalinaa mayyahdihillaah falaa mudhillalah wamayyudlil falaa hadiyalah."


"Asyhadu alaa ilaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu warasuuluh laa nabiy ya ba'da."


"Segala puji hanya milik Allah 'Aza wa Jalla, kita memuji-Nya, kita memohon pertolongan kepada-Nya, kita memohon ampun kepada-Nya, dan kita berlindung kepada-Nya dari kejelekan-kejelekan diri kita dan kejelekan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak ada seorangpun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak seorangpun yang dapat memberi hidayah kepadanya."


"Aku bersaksi bahwa tidak ada yang patut disembah dengan haq (benar) kecuali Allah 'Aza wa Jalla saja, dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya. Dan tidak ada Nabi setelahnya"


Qola Ta'ala fii Kitabul Karim: "Yaa ayyuhal ladziina aamanu taqullaaha haqqo tuqootih walaa tamuutunna illaa wa antum muslimun."


Allah Ta'ala berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan beragama Islam."
(QS. Ali Imran: 102).


Wa qola Ta'ala: "Yaa ayyuhan naasuttaquu robbakumul ladzii kholaqokum min nafsi wa hidah wa kholaqo minhaa dzaujaha wa batstsa minhuma rijaalan katsiiran wanisaa a wattaqullaah alladzii tasaa aluunabihi wal arhaama innallaaha kaana 'alaikum roqiibaa."


Dan AllahTa'ala berfirman: "Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Robb kalian yang telah menciptakan kalian dari diri yang satu, daripadanya Allah menciptakan istrinya dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan nama-Nya) kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian."
(QS. An Nisaa: 1).


Wa qola Ta'ala: "Yaa ayyuha lladziina aamanut taqullaah waquuluu qaulan sadiida yushlih lakum a'maalakum wa yaghfir lakum dzunuubakum wamayyuti 'illaah wa rasullahuu waqod faaza fauzan 'adzhiima."


Dan Allah Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dan katakanlah dengan perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki bagi kalian amal-amal kalian dan mengampuni bagi kalian dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar."
(QS. Al Ahzab: 70-71).


Amma ba'du, "Fa inna ashdaqol hadiitsi kitaabullaah wa khairal hadi hadi muhammadin shallallaahu 'alaihi wasallam wasyarril umuuri muhdatsaa tuhaa wakulla muhdatsa tin bid'ah wakulla bid'atin dholaalah wakulla dholaalatin fiinnar."


Amma ba'du: "Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan ada di neraka."


"Pembahasan KITAB RIYADHUSH SHALIHIN"


32. Bab Keutamaan Kaum Muslimin Yang Lemah, Orang-orang Fakir, dan Orang-orang Yang Tidak Terkenal.


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang-orang yang menyeru Rabbnya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka."
(QS. Al-Kahfi: 28).


1/252.
Dari Haritsah bin Wahb radhiyallahu 'anhu berkata, "Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Maukah kalian aku beritahu tentang ahli surga? Yaitu setiap orang yang lemah dan dianggap lemah, tetapi jika ia bersumpah atas nama Allah, pastilah Allah mengabulkan apa yang diucapkannya itu. Maukah kalian aku beritahu tentang ahli neraka? Yaitu setiap orang yang keras, kikir tetapi gemar mengumpulkan harta, dan congkak'."
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih: Al-Bukhari (4918); Muslim (2853)].


Kosakata asing dalam hadits ini:


(Al-Utul) artinya orang yang keras kepala dan kasar.
(Al-Jawwadl) artinya orang yang gemar mengumpulkan harta, tetapi kikir. Ada yang mengatakan artinya ialah orang gemuk yang sombong ketika berjalan. Ada pula yang berkata, "Artinya ialah orang pendek yang suka makan."


Penjelasan hadits:


Hadits ini menjelaskan bahwa sebagian besar penduduk surga ialah orang-orang lemah, sedangkan mayoritas penduduk neraka ialah orang-orang sombong.


Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu dalam sebuah hadits marfu', "Ada tiga orang yang tidak akan masuk surga, yaitu Al-Jawwazh, Al'Utull, dan Al-Ja'zhari." Ditanyakan, "Apa yang dimaksud dengan Al-Jawwazh itu?" Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, "Orang yang gemar mengumpulkan harta yang banyak dan tidak mau memberi, kikir atas harta yang ada di tangannya. Al-Ja'zhari ialah orang yang bersikap kasar terhadap budak miliknya, bersikap keras terhadap kerabatnya, tetangganya, dan para keluarganya. Al'Utull artinya orang yang buruk akhlaknya, yang longgar rongga dalamnya, banyak makan dan banyak minum, ceroboh dan berbuat zalim'."


2/253.
Dari Abu Abbas; Sahal bin Sa'ad As-Saidi radhiyallahu 'anhu berkata, "Ada seorang lelaki berjalan melalui Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, lalu beliau bertanya kepada seseorang yang sedang duduk di sisinya, 'Bagaimana pendapatmu tentang orang yang lewat ini?' Orang tersebut menjawab, 'Orang itu adalah seorang lelaki dari golongan orang-orang mulia. Demi Allah, orang ini bisa dipastikan apabila ia melamar seorang perempuan, akan dinikahkan dan apabila ia memintakan pertolongan, tentu akan dikabulkan permintaannya.' Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam terdiam.
Selanjutnya ada seorang lelaki lain berjalan melalui Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bertanya lagi, 'Kalau tentang orang ini, bagaimana pendapatmu?' Orang tersebut menjawab, 'Ya Rasulullah. Orang itu adalah seorang lelaki dari golongan kaum muslimin yang fakir. Orang ini pastinya apabila ia meminang, tentu tidak akan diterima untuk dinikahkan, apabila memintakan pertolongan, tentu tidak akan dikabulkan permintaannya, dan jika ia berbicara, maka tidak akan didengarkan perkataannya.' Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Orang fakir ini lebih baik dari pada sepenuh bumi yang berisi orang yang pertama tadi'."
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih: Al-Bukhari (5091, 6447)].


Hadits ini diperkuat oleh firman Allah 'Aza wa Jalla:


"Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa."
(QS. Al-Hujurat: 13).


3/254.
Dari Abu Said Al-Kudri radhiyallahu 'anhu meriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam yang bersabda, "Surga dan neraka itu saling berbantah-bantahan. Neraka berkata, 'Di dalamku ada orang-orang yang memaksakan kehendaknya serta orang-orang yang sombong.' Surga berkata, 'Di dalamku ada orang-orang yang lemah serta kaum fakir miskin.' Lantas Allah memutuskan di antara keduanya dengan firman-Nya, 'Engkau adalah surga, tempat kerahmatan-Ku. Aku merahmati orang yang Aku kehendaki denganmu, sedang engkau neraka adalah tempat azab-Ku. Aku menyiksa siapa saja yang Aku kehendaki denganmu. Atas kehendak-Ku pulalah kalian berdua dipenuhi'."
[HR. Muslim].
[Shahih: Muslim (2847), lafal yang disebutkan oleh penulis adalah milik Imam Ahmad (3/79)].


Penjelasan hadits:


Hadits in terdapat keutamaan orang-orang lemah dan orang-orang miskin yang melakukan ketaatan kepada Allah serta meninggalkan kemaksiatan.


4/255.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu meriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam yang bersabda, "Sungguh, kelak pada hari kiamat akan datang seseorang yang besar lagi gemuk, tetapi di sisi Allah timbangan beratnya tidak lebih dari timbangan sehelai sayap nyamuk."
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih: Al-Bukhari (4729); Muslim (2785)].


Penjelasan hadits:


Hadits ini menunjukkan bahwa orang yang mempunyai kekuasaan dan pangkat di dunia jika ia tidak mempunyai ketakwaan, maka ia tidak mempunyai kedudukan di sisi Allah.


Dalam sebuah hadits shahih disebutkan, "Dihadapan-Mu kekayaan tidak dapat memberi manfaat apapun terhadap pemiliknya."


Di dalam hadits lain disebutkan, "Sungguh, Allah tidak memandang kepada bentuk rupa dan harta kalian, tetapi Allah memandang hati dan amal perbuatan kalian."


5/256.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu meriwayatkan bahwa ada seorang perempuan berkulit hitam yang biasanya menyapu masjid atau (dalam sebuah riwayat lain disebutkan) seorang pemuda.
Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam tidak menemukannya lagi, beliau menanyakan orang yang suka menyapu tersebut. Para shahabat menjawab bahwa ia telah meninggal dunia. Maka beliau Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Mengapa kalian semua tidak memberitahukan hal itu padaku." Mereka (para shahabat) tidak memberitahukan hal itu, seakan-akan mereka menganggap remeh kematian orang tersebut. Beliau bersabda lagi, "Tunjukkan kepadaku di mana kuburannya." Para shahabatpun menunjukkannya, kemudian beliau menshalatinya. Setelah itu beliau bersabda, "Sesungguhnya kubur ini penuh kegelapan bagi penghuninya, tetapi Allah menerangi kubur ini untuk mereka sebab shalatku untuk mereka."
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih: Al-Bukhari (458, 460, 1337); Muslim (956)].


Penjelasan hadits:


1. Sesungguhnya kubur tidak akan diterangi kecuali oleh amal kebajikan atau syafaat yang diterima.

2. Keutamaan membersihkan masjid, menghimbau untuk mendatangi jenazah orang baik, dan di syari'atkannya shalat jenazah di sisi kuburan bagi orang yang belum menshalati mayat di dalam kuburan tersebut.


6/257.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Terkadang orang-orang yang rambutnya acak-acakan, tubuhnya berdebu, ia selalu ditolak apabila di pintu, jika bersumpah atas nama Allah, maka Allah akan mengabulkan apa yang disumpahinya itu'."
[HR. Muslim].
[Shahih: Muslim (2622)].


(Madfu' bil Abwab) maksudnya ditolak di pintu-pintu para raja dan pemimpin karena kedudukannya yang rendah di sisi mereka. Dan seandainya ia bersumpah terjadinya suatu perkara karena mengharapkan kemurahan Allah, pastilah Allah mengabulkan sumpahnya lantaran memuliakannya dengan mengabulkan permintaannya dan melindunginya dari melanggar sumpahnya, sebagaimana yang dikatakan oleh Anas bin An-Nadhr, "Tidak. Demi Allah. Gigi seri Ar-Rabi' tidak akan dipecah." Lantas Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Wahai Anas! Kitab Allah menetapkan hukum qishash." Ternyata semua kaum meridhainya (tanpa di-qishash). Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah ada seseorang yang seandainya bersumpah atas nama Allah, pastilah Dia mengabulkannya."


7/258.
Dari Usamah radhiyallahu 'anhu meriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam yang bersabda, "Aku berdiri di pintu surga, ternyata kebanyakan orang yang masuk ke dalamnya adalah orang-orang miskin, sedang orang-orang yang memiliki kekayaan masih tertahan. Hanya saja para penduduk neraka sudah diperintahkan semuanya masuk neraka. Aku berdiri di pintu neraka, ternyata kebanyakan orang-orang yang masuk ke dalam neraka adalah kaum wanita."
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih: Al-Bukhari (5196, 6547); Muslim (2736)].


Kosakata asing:


(Al-Jaddu) artinya jatah dan kekayaan.
(Mahbusun) maksudnya mereka belum diizinkan masuk ke dalam surga kecuali sesudah orang-orang miskin masuk.


Penjelasan hadits:


1. Keutamaan orang-orang fakir yang bersabar atas penderitaan dan bersyukur atas kebahagiaan dan sesungguhnya mereka masuk ke dalam surga sebelum orang-orang kaya.

2. Orang-orang yang menunaikan hak-hak harta benda dan selamat dari fitnahnya, mereka itulah kelompok minoritas. Sesungguhnya orang-orang kafir masuk ke dalam neraka dan tidak ditahan untuk memasukinya.

3. Kebanyakan orang yang masuk neraka ialah kaum perempuan lantaran kebanyakan dari mereka yang melaknat dan mengingkari suaminya.


8/259.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu meriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam yang bersabda, "Tidak ada seorang bayi pun yang dapat berbicara ketika masih dalam ayunan kecuali tiga anak; yaitu Isa putra Maryam. Kedua, bayi dalam kisah shahabat Juraij. Juraij adalah seorang laki-laki ahli ibadah. Ia membuat suatu tempat ibadah. Suatu ketika, ia tengah beribadah di dalamnya, tiba-tiba ibunya datang pada saat ia sedang melaksanakan shalat. Ibunya pun memanggilnya, 'Wahai Juraij!' Juraij berkata dalam hati, 'Ya Rabb! Aku pilih menjawab ibuku atau melanjutkan shalatku.' Akhirnya, Juraij melanjutkan shalatnya, sehingga sang ibu pun berlalu.
Pada hari berikutnya, sang ibu datang lagi tepat pada saat Juraij tengah melaksanakan shalat. Sang ibu memanggil, 'Wahai Juraij!' Juraij berkata dalam hati, 'Ya Rabb! Aku pilih menjawab ibuku atau melanjutkan shalatku.' Akhirnya Juraij tetap melanjutkan shalatnya. Dan pada hari berikutnya lagi, sang ibu datang lagi tepat pada saat Juraij tengah melaksanakan shalat. Sang ibu pun memanggilnya, 'Wahai Juraij!' Juraij berkata dalam hati, 'Ya Rabb! Aku pilih menjawab ibuku atau melanjutkan shalatku.' Akhirnya Juraij tetap melanjutkan shalatnya. Kemudian sang ibu menyumpahinya, 'Ya Allah, janganlah Engkau mencabut nyawa Juraij sebelum ia melihat wajah-wajah perempuan pelacur.'


Di sisi lain, kaum Bani Israil sedang memperbincangkan mengenai Juraij dan ibadahnya. Tiba-tiba seorang perempuan pelacur yang menjadi idola karena kecantikannya berkata, 'Jika kalian mau, aku akan menggodanya,' lalu perempuan tersebut datang menggoda Juraij, tetapi Juraij tidak mengindahkannya sama sekali, kemudian perempuan tersebut mendatangi seorang penggembala yang sedang beristirahat di tempat ibadah Juraij. Perempuan tersebut menyerahkan dirinya kepada si penggembala dan mereka pun melakukan hubungan layaknya suami istri sehingga perempuan tersebut hamil. Ketika ia melahirkan seorang bayi, maka ia mengaku bahwa bayi tersebut hasil perbuatan Juraij.


Akhirnya, para warga berduyun-duyun mendatangi Juraij, menyeretnya keluar, dan merobohkan tempat ibadahnya. Mereka juga memukulinya. Juraij berkata, 'Mengapa kalian melakukan hal ini?' Mereka menjawab, 'Kamu telah berbuat zina dengan pelacur ini sehingga ia melahirkan seorang bayi.' Juraij bertanya, 'Mana bayi tersebut?' Mereka membawa bayi tersebut ke hadapan Juraij. Lalu Juraij berkata kepada mereka, 'Tolong beri aku waktu sebentar untuk melaksanakan shalat.' Kemudian Juraij melaksanakan shalatnya. Seusai shalat, Juraij menghampiri bayi tersebut dan menyentuh perutnya sambil berkata, 'Hai anak kecil!, siapakah ayahmu sesungguhnya?' Lantas bayi tersebut menjawab, 'Fulan si pengembala.' Seketika, para warga menghadap Juraij, mengecupnya, dan meminta berkah kepadanya. Mereka berkata, 'Kami akan membangun tempat ibadahmu dari emas.' Juraij menaggapi, 'Tidak usah, saya ingin membangunnya lagi dari tanah sebagaimana sebelumnya. Akhirnya mereka pun melakukannya.'


Ketiga, pada suatu ketika ada seorang bayi sedang menyusu pada ibunya. Kemudian seorang lelaki mengendarai kendaraan yang indah dan serba bagus pakaiannya melewatinya. Lantas ibunya berkata, 'Ya Allah, jadikanlah anakku ini seperti orang itu!' Lantas anak tersebut melepaskan mulutnya dari susuan ibunya, lalu menghadap dan melihat lelaki tersebut, kemudian ia berkata, 'Ya Allah, jangan Engkau jadikan aku seperti orang itu!' Selanjutnya anak tersebut kembali menyusu pada ibunya.


Saya seolah-olah melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menirukan cara anak itu menyusu dengan menggunakan jari telunjuk beliau dan beliau mengisapnya. Selanjutnya beliau bersabda, 'Selanjutnya ada orang-orang lewat dengan membawa seorang budak perempuan. Mereka memukulinya dan mereka mencercanya sambil mengatakan, 'Engkau berzina, engkau mencuri.' Sementara perempuan tersebut berkata, (Hasbiyallaah wa ni'mal wakil) 'Cukuplah Allah sebagai penolongku dan Dia adalah sebaik-baik Zat yang memberikan perlindungan.' Lantas ibu sang anak berkata, 'Ya Allah, jangan Engkau jadikan anakku seperti perempuan itu!' Anak tersebut melepaskan susuannya lalu melihat pada wanita itu kemudian berkata, 'Ya Allah, jadikanlah aku seperti perempuan itu!'


Sampai di sini kedua belah pihak (ibu dan anaknya) saling tarik menarik percakapannya. Ibunya berkata, 'Ada seorang lelaki yang kondisinya baik, lalu saya berdo'a, 'Ya Allah, jadikanlah anakku seperti orang itu,' tetapi engkau berkata, 'Ya Allah, jangan Engkau jadikan aku seperti orang itu.' Orang-orang lewat dengan membawa budak perempuan dan mereka memukulinya, juga mengatakan, 'Engkau berzina, engkau mencuri.' Lantas saya berdo'a, 'Ya Allah, janganlah Engkau menjadikan anakku seperti perempuan itu,' tetapi engkau berkata, 'Ya Allah, jadikanlah aku seperti perempuan itu.' Bayi itu menjawab, 'Lelaki itu adalah seorang yang berbuat semena-mena, maka itulah aku mengatakan, 'Ya Allah, jangan Engkau jadikan aku seperti orang itu, sedangkan perempuan yang dikatakan berzina oleh orang-orang, sebenarnya ia tidak berzina dan ia dikatakan mencuri, padahal sebenarnya ia tidak mencuri. Oleh sebab itu, aku berdo'a, 'Ya Allah, jadikanlah aku seperti perempuan itu'."
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih: Al-Bukhari (3436); Muslim (2550)].


Kosakata asing:


(Al-Mumisat) artinya perempuan pezina.
(Dabbah farihah) artinya binatang tunggangan yang bagus.
(Asy-syarah) artinya keindahan yang nampak dalam tingkah laku dan pakaian.
(Taraja'a al-hadits) artinya sang ibu berkata kepada bayinya dan si bayi berkata kepada ibunya.
Wallahu Ta'ala a'lam.


Penjelasan hadits:


Pada mulanya, Juraij adalah seorang pedagang. Suatu ketika, dagangannya mengalami peningkatan dan pada kesempatan lain mengalami kemerosotan. Lantas ia berkata, "Di dalam perdagangan ini tidak ada hal yang baik. Sungguh, saya akan mencari perdagangan yang lebih baik dari pada ini." Maka dari itu, ia membangun tempat ibadah dan ia menjadi rahib di dalamnya. Hal ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad.


Dalam hadits marfu' disebutkan, "Seandainya Juraij adalah seorang alim, pastilah ia mengetahui bahwa menjawab panggilan ibunya lebih utama dari pada shalat."


Hadits ini mengandung beberapa faedah:

1. Mengutamakan panggilan ibu adalah lebih utama dari pada shalat sunnah.

2. Orang jujur akan disertai Allah, fitnah akan tidak membahayakannya.

3. Adanya karomah para wali.

4. Jiwa-jiwa penduduk dunia akan berhenti bersama angan-angan yang nampak, berbeda dengan ahli hakikat, sebagaimana firman Allah 'Aza wa Jalla:


"Maka keluarlah dia (Qarun) kepada kaumnya dengan kemegahannya. Orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia berkata, 'Mudah-mudahan kita memiliki harta kekayaan seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun, sesungguhnya dia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.' Tetapi orang-orang yang dianugerahi ilmu berkata, 'Celakalah kamu! Ketahuilah, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebaikan, dan (pahala yang besar) itu hanya diperoleh oleh orang-orang yang sabar'."


Wallahu Ta'ala a'lam.
Wassalamu'alaykum wa rahmatullah wa barakatuh.


Sumber:

Kitab 'RIYADHUSH SHALIHIN' - Imam An-Nawawi.
Syarah: Syaikh Faishal Alu Mubarak.
Takrij: Syaikh Nasiruddin Al-Albani.
Alih bahasa: Tim Penterjemah UMMUL QURA.

Penerbit: Ummul Qura - Jkt.

KITAB RIYADHUSH SHALIHIN, Bab Keutamaan Bershalawat untuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam

Bismillaahir rahmaanir rahiim
Assalamu'alaykum wa rahmatullaah wa barakaatuh.


"Innal hamdalillaah nahmaduhu wanasta'iinuhu wanastaghfiruhu wana'uzdubillaahi minsyururi anfusinaa wasayyaati 'amaalinaa mayyahdihillaah falaa mudhillalah wamayyudlil falaa hadiyalah."


"Asyhadu alaa ilaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu warasuuluh laa nabiy ya ba'da."


"Segala puji hanya milik Allah 'Aza wa Jalla, kita memuji-Nya, kita memohon pertolongan kepada-Nya, kita memohon ampun kepada-Nya, dan kita berlindung kepada-Nya dari kejelekan-kejelekan diri kita dan kejelekan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak ada seorangpun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak seorangpun yang dapat memberi hidayah kepadanya."


"Aku bersaksi bahwa tidak ada yang patut disembah dengan haq (benar) kecuali Allah 'Aza wa Jalla saja, dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya. Dan tidak ada Nabi setelahnya"


Qola Ta'ala fii Kitabul Karim: "Yaa ayyuhal ladziina aamanu taqullaaha haqqo tuqootih walaa tamuutunna illaa wa antum muslimun."


Allah Ta'ala berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan beragama Islam."
(QS. Ali Imran: 102).


Wa qola Ta'ala: "Yaa ayyuhan naasuttaquu robbakumul ladzii kholaqokum min nafsi wa hidah wa kholaqo minhaa dzaujaha wa batstsa minhuma rijaalan katsiiran wanisaa a wattaqullaah alladzii tasaa aluunabihi wal arhaama innallaaha kaana 'alaikum roqiibaa."


Dan AllahTa'ala berfirman: "Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Robb kalian yang telah menciptakan kalian dari diri yang satu, daripadanya Allah menciptakan istrinya dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan nama-Nya) kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian."
(QS. An Nisaa: 1).


Wa qola Ta'ala: "Yaa ayyuha lladziina aamanut taqullaah waquuluu qaulan sadiida yushlih lakum a'maalakum wa yaghfir lakum dzunuubakum wamayyuti 'illaah wa rasullahuu waqod faaza fauzan 'adzhiima."


Dan Allah Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dan katakanlah dengan perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki bagi kalian amal-amal kalian dan mengampuni bagi kalian dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar."
(QS. Al Ahzab: 70-71).


Amma ba'du, "Fa inna ashdaqol hadiitsi kitaabullaah wa khairal hadi hadi muhammadin shallallaahu 'alaihi wasallam wasyarril umuuri muhdatsaa tuhaa wakulla muhdatsa tin bid'ah wakulla bid'atin dholaalah wakulla dholaalatin fiinnar."


Amma ba'du: "Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan ada di neraka."


"Pembahasan KITAB RIYADHUSH SHALIHIN"


243. Bab Keutamaan Bershalawat untuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya."
(QS. Al-Ahzab: 56).


Allah 'Aza wa Jalla memerintahkan setiap orang Mukmin untuk membaca do'a rahmat dan kesejahteraan untuk Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, dan sebelumnya Ia 'Aza wa Jalla mengabarkan tentang diri-Nya dan para malaikat-Nya, bahwa mereka senantiasa mengucapkan do'a rahmat dan sejahtera untuk beliau Shallallahu 'alaihi wasallam.


Abu Aliyah berkata, "Shalawat Allah adalah pujian yang Ia 'Aza wa Jalla berikan kepada beliau Shallallahu 'alaihi wasallam di hadapan para malaikat, dan shalawat para malaikat adalah do'a."


Ibnu Abbas menjelaskan; 'Yushallun' artinya memberkahi.


Diriwayatkan dari Sufyan Ats-Tsauri dan sejumlah ahlul ilmi, mereka menyatakan, "Shalawat Rabb adalah rahmat dan shalawat para malaikat adalah permohonan ampun."


Ibnu Katsir menafsirkan, "Maksud ayat ini adalah Allah memberitahukan kedudukan hamba dan nabi-Nya diantara al-mala'al- radhiyallahu 'anhu'la (golongan tertinggi) kepada hamba-hamba-Nya, bahwa Dia 'Aza wa Jalla memuji beliau Shallallahu 'alaihi wasallam di hadapan para malaikat-Nya yang didekatkan, dan para malaikat berdo'a untuk beliau Shallallahu 'alaihi wasallam."


Selanjutnya, Allah 'Aza wa Jalla memerintahkan para penghuni alam bawah untuk mendo'akan rahmat dan kesejahteraan untuk beliau Shallallahu 'alaihi wasallam, agar pujian dari penghuni dua alam (alam atas dan alam bawah) menyatu.


1/1397.
Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu 'anhuma, ia mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Siapa yang bershalawat satu kali untukku, maka Allah bershalawat (mengampuni) untuknya."
[HR. Muslim].
[Shahih: Muslim (384); Abu Dawud (1530); At-Tirmidzi (485); dan An-Nasa'i (3/50)].


Penjelasan hadits:


Hadits ini juga diriwayatkan Ahmad dari Abu Musa dengan lafal: "Siapa yang bershalawat satu kali untukku, Allah memberinya sepuluh rahmat, sepuluh kesalahannya digugurkan, dan sepuluh derajat diangkat untuknya."


2/1398.
Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Manusia yang paling dekat dan paling berhak (mendapat syafaatku) pada hari kiamat adalah yang paling banyak membaca shalawat untukku."
[HR. At-Tirmidzi. Ia berkata, "Hadits ini hasan"].
[Dha'if: At-Tirmidzi (484). Didhaifkan oleh Syaikh Al-Albani].


Penjelasan hadits:


Sabda beliau, "Manusia yang paling dekat dan paling berhak (mendapatkan syafaatku)," yaitu umat beliau Shallallahu 'alaihi wasallam yang paling dekat dengan beliau dan yang paling berhak mendapatkan syafaat beliau pada hari kiamat adalah yang paling banyak membaca shalawat untuk beliau Shallallahu 'alaihi wasallam.


3/1399.
Dari Aus bin Aus radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Sungguh, di antara hari kalian yang terbaik adalah hari Jum'at, maka banyak-banyaklah membaca shalawat untukku pada hari itu, karena shalawat kalian diperlihatkan kepadaku.' Mereka (para shahabat) berkata, 'Wahai Rasulullah, bagaimana shalawat kami diperlihatkan kepadamu sementara (jasad) engkau telah hancur luluh?' Beliau bersabda, 'Sungguh, Allah mengharamkan bumi memakan jasad para nabi'."
[HR. Abu Dawud dengan sanad shahih].
[Shahih: Ahmad (4/8); Abu Dawud (1047). Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Abi Dawud].


Penjelasan hadits:


Hadits ini menganjurkan banyak-banyak membaca shalawat untuk Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam pada hari Jum'at.


4//1400.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Rugilah orang yang namaku disebut di dekatnya, lalu ia tidak membaca shalawat untukku'."
[HR. At-Tirmidzi. Ia berkata, "Hadits ini hasan"].
[Shahih: At-Tirmidzi (3545). Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih At-Tirmidzi (2810)].


Penjelasan hadits:


Hadits ini berisi anjuran untuk membaca shalawat untuk Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam saat nama beliau disebut, dan celaan bagi orang yang tidak bershalawat untuk beliau saat nama beliau disebut didekatnya.


5/1401.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian kuburan, dan janganlah kalian menjadikan kuburku sebagai perayaan, dan bershalawatlah untukku, karena shalawat kalian sampai kepadaku di manapun kalian berada'."
[HR. Abu Dawud dengan sanad shahih].
[Shahih: Ahmad (2/367); dan Abu Dawud (2042). Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami' (7226)].


Penjelasan hadits:


Bagian awal hadits ini, "Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian kuburan," yaitu jangan kalian membiarkannya tanpa dijadikan tempat shalat sehingga menjadi seperti kuburan. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan ibadah dirumah, beliau melarang melakukan ibadah dikuburan, tidak seperti yang dilakukan orang-orang musyrik dari kalangan Nasrani dan orang-orang seperti mereka di antara umat ini.


Sabda beliau, "Janganlah kalian menjadikan kuburku sebagai perayaan," perayaan adalah sesuatu yang terus berulang dan dikunjungi, baik itu terkait waktu ataupun tempat.


Sabda beliau, "Dan bershalawatlah untukku, karena shalawat kalian sampai kepadaku di mana pun kalian berada," sabda beliau ini mengisyaratkan bahwa shalawat yang kita sampaikan akan beliau dapatkan, baik kita sedang berada didekat makam beliau ataupun jauh dari makam beliau Shallallahu 'alaihi wasallam. Karena itu, kita tidak perlu menjadikan makam beliau Shallallahu 'alaihi wasallam sebagai perayaan yang selalu diziarahi.


6/1402.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Setiap orang yang mengucapkan salam kepadaku, niscaya Allah mengembalikan ruhku hingga aku menjawab salamnya."
[HR.Abu Dawud dengan sanad shahih].
[Hasan: Abu Dawud (2041). Dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami' (5679) dan Ash-Shahihah (2266)].


Penjelasan hadits:


Dari Suhail bin Abu Shalih, ia berkata, "Hasan bin Husain bin Ali bin Abi Thalib melihatku di dekat makam (nabawi), lalu ia memanggilku -ia saat itu sedang makan malam dirumah Fathimah-, 'Mari kita makan malam.' Aku menjawab, 'Aku tidak mau.' Ia bertanya, 'Kenapa kau berada di dekat makam?' Aku menjawab, 'Aku mengucapkan salam kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam.' Hasan berkata, 'Saat kau masuk masjid, ucapkan salam.' Setelah itu ia berkata, 'Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Janganlah kalian menjadikan makamku sebagai perayaan.' 'Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian kuburan.' 'Bershalawatlah untukku (Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam), karena shalawat kalian sampai kepadaku di manapun kalian berada.' 'Allah 'Aza wa Jalla melaknat Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka masjid.' Hasan lalu berkata, 'Kalian sama saja seperti orang-orang Andalusia'."
[HR. Sa'id bin Manshur].


7/1403.
Dari Ali radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Orang kikir adalah orang yang namaku disebut di dekatnya, lalu ia tidak bershalawat untukku'."
[HR. At-Tirmidzi. Ia berkata, "Hadits ini hasan shahih"].
[Shahih: Ahmad (1/201) dan At-Tirmidzi (3546). Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih At-Tirmidzi (2811)].


Penjelasan hadits:


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam, "Orang kikir", yaitu orang yang benar-benar kikir.
Riwayat lain menyebutkan; "Orang yang paling kikir adalah orang yang namaku disebut di dekatnya, lalu ia tidak bershalawat untukku."


8/1404.
Dari Fadhalah bin Ubaid radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mendengar seseorang berdo'a dalam shalat tanpa memuji Allah Ta'ala dan tidak membaca shalawat untuk Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam kemudian bersabda, 'Dia ini terburu-buru.' Setelah itu beliau memanggilnya lalu bersabda padanya -atau pada orang lain-, 'Apabila salah seorang di antara kalian berdo'a, maka mulailah dengan memuji Rabbnya, kemudian bershalawat untuk Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, setelah itu berdo'a seperti yang ia kehendaki'."
[HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi. At-Tirmidzi berkata, "Hadits ini hasan shahih"].
[Shahih: Ahmad (6/18); Abu Dawud (1481); dan At-Tirmidzi (3477). Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih At-Tirmidzi (2767)].


Penjelasan hadits:


Hadits ini berisi anjuran untuk memulai do'a dengan memuji Allah 'Aza wa Jalla dan membaca shalawat untuk Nabi-Nya.


9/1405.
Dari Abu Muhammad Ka'ab bin Ujrah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam keluar menemui kami lalu kami bertanya, 'Wahai Rasulullah, kami sudah tahu bagaimana kami membaca salam kepadamu, lalu bagaimana kami membaca shalawat untukmu?' Beliau bersabda, 'Ucapkanlah, (Allahumma sholli 'ala Muhammad, wa 'ala aali Muhammad, kama shollayta 'ala aali ibrohim, innaka hamidum majid. Allahumma barik 'ala Muhammad, wa 'ala aali Muhammad, kama barokta 'ala aali ibrohim, iinaka hamidum majid) Ya Allah limpahkanlah rahmat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau melimpahkan rahmat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji, Maha Mulia. Ya Allah, berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji, Maha Mulia'."
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih: Al-Bukhari (4797); Muslim (406); Abu Dawud (976); dan An-Nasa'i (3/47)].


Penjelasan hadits:


Perkataan perawi, "Kami sudah tahu bagaimana kami membaca salam kepadamu," yaitu seperti yang Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam ajarkan kepada mereka dalam tasyahud, "Kesejahteraan, rahmat dan berkah Allah semoga terlimpah kepadamu, wahai nabi!"


10/1406.
Dari Abu Mas'ud Al-Badri radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mendatangi kami saat kami berada di majelis Sa'ad bin Ubadah radhiyallahu 'anhu, Basyir bin Sa'ad kemudian berkata, 'Allah Ta'ala memerintahkan kami untuk bershalawat untukmu, wahai Rasulullah, lalu bagaimana harus kami bershalawat untukmu?' Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam diam hingga kami berharap andai saja Basyir tidak bertanya kepada beliau, setelah itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Ucapkanlah, (Allahumma sholli 'ala Muhammad, wa 'ala aali Muhammad, kama sholayta 'ala aali Ibrohim, wa barik 'ala Muhammad wa 'ala aali Muhammad, kama barokta 'ala aali Ibrohim, innaka hamidum majid) Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau melimpahkan rahmat kepada keluarga Ibrahim, berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau memberkahi keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji, Maha Mulia,' sementara (cara) salam adalah seperti yang sudah kalian ketahui'."
[HR. Muslim].
[Shahih: Muslim (405); Abu Dawud (980); At-Tirmidzi (3218); dan An-Nas'ai (3/45)].


Penjelasan hadits:


Sabda beliau, "Sebagaimana Engkau melimpahkan rahmat kepada Ibrahim," "Sebagaimana Engkau memberkahi Ibrahim." Disebutkan dalam riwayat Al-Bukhari dalam kitab; hadits-hadits para Nabi, dalam biografi Ibrahim 'Alaihissalam, dari hadits Ka'ab bin Ajrah dengan lafal: "Sebagaimana Engkau melimpahkan rahmat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim," demikian halnya sabda, "Sebagaimana Engkau memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim."


11/1407.
Dari Abu Humaid As-Sa'idi radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Mereka (para shahabat) bertanya, 'Wahai Rasulullah, bagaimana kami bershalawat untukmu?' Beliau menjawab, 'Ucapkanlah (Allahumma sholli 'ala Muhammad, wa 'ala azwajihi wa dzurriy yatihi, kama sholayta 'ala aali Ibrohim, wa barik 'ala Muhammad, wa 'ala azwajihi wa dzurriy yatihi, kama barokta 'ala aali Ibrohima innaka hamidum majid) Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Muhammad, istri-istri dan keturunannya, sebagaimana Engkau melimpahkan rahmat kepada keluarga Ibrahim, berkahilah Muhammad, istri-istri dan keturunannya, sebagaimana Engkau memberkahi keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji, Maha Mulia'."
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih: Al-Bukhari (6360); dan Muslim (407)].


Penjelasan hadits:


Sabda beliau, "Pada istri-istrinya," istri-istri Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam ada sebelas, dua diantaranya meninggal dunia semasa hidup beliau, dan sembilan lainnya beliau tinggalkan saat beliau wafat.
Sabda beliau, "Dan keturunannya," yaitu seluruh putra-putri dan keturunan beliau.


Wallahu Ta'ala a'lam.
Wassalamu'alaykum wa rahmatullah wa barakatuh.


Sumber:

Kitab 'RIYADHUSH SHALIHIN' - Imam An-Nawawi.
Syarah: Syaikh Faishal Alu Mubarak.
Takrij: Syaikh Nasiruddin Al-Albani.
Alih bahasa: Tim Penterjemah UMMUL QURA.

Penerbit: Ummul Qura - Jkt.

KITAB RIYADHUSH SHALIHIN, Bab Ikhlas dan Menghadirkan Niat Dalam Semua Perbuatan dan Ucapan, Baik yang Jelas ataupun Samar-samar

Bismillaahir rahmaanir rahiim..
Assalamu'alaykum wa rahmatullaah wa barakaatuh.


"Innal hamdalillaah nahmaduhu wanasta'iinuhu wanastaghfiruhu wana'uzdubillaahi minsyururi anfusinaa wasayyaati 'amaalinaa mayyahdihillaah falaa mudhillalah wamayyudlil falaa hadiyalah."


"Asyhadu alaa ilaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu warasuuluh laa nabiy ya ba'da."


"Segala puji hanya milik Allah 'Aza wa Jalla, kita memuji-Nya, kita memohon pertolongan kepada-Nya, kita memohon ampun kepada-Nya, dan kita berlindung kepada-Nya dari kejelekan-kejelekan diri kita dan kejelekan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak ada seorangpun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak seorangpun yang dapat memberi hidayah kepadanya."


"Aku bersaksi bahwa tidak ada yang patut disembah dengan haq (benar) kecuali Allah 'Aza wa Jalla saja, dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya. Dan tidak ada Nabi setelahnya"


Qola Ta'ala fii Kitabul Karim: "Yaa ayyuhal ladziina aamanu taqullaaha haqqo tuqootih walaa tamuutunna illaa wa antum muslimun."


Allah Ta'ala berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan beragama Islam."
(QS. Ali Imran: 102).


Wa qola Ta'ala: "Yaa ayyuhan naasuttaquu robbakumul ladzii kholaqokum min nafsi wa hidah wa kholaqo minhaa dzaujaha wa batstsa minhuma rijaalan katsiiran wanisaa a wattaqullaah alladzii tasaa aluunabihi wal arhaama innallaaha kaana 'alaikum roqiibaa."


Dan AllahTa'ala berfirman: "Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Robb kalian yang telah menciptakan kalian dari diri yang satu, daripadanya Allah menciptakan istrinya dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan nama-Nya) kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian."
(QS. An Nisaa: 1).


Wa qola Ta'ala: "Yaa ayyuha lladziina aamanut taqullaah waquuluu qaulan sadiida yushlih lakum a'maalakum wa yaghfir lakum dzunuubakum wamayyuti 'illaah wa rasullahuu waqod faaza fauzan 'adzhiima."


Dan Allah Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dan katakanlah dengan perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki bagi kalian amal-amal kalian dan mengampuni bagi kalian dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar."
(QS. Al Ahzab: 70-71).


Amma ba'du, "Fa inna ashdaqol hadiitsi kitaabullaah wa khairal hadi hadi muhammadin shallallaahu 'alaihi wasallam wasyarril umuuri muhdatsaa tuhaa wakulla muhdatsa tin bid'ah wakulla bid'atin dholaalah wakulla dholaalatin fiinnar."


Amma ba'du: "Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan ada di neraka."


"Pembahasan KITAB RIYADHUSH SHALIHIN"


1. Bab Ikhlas dan Menghadirkan Niat Dalam Semua Perbuatan dan Ucapan, Baik yang Jelas ataupun Samar-samar.


Ikhlas ialah bertujuan hanya semata-mata karena Allah 'Aza wa Jalla, yakni seorang hamba dalam melakukan ketaatan bertujuan mendekatkan diri kepada Allah tanpa tujuan lain.


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar)."
(QS. Al-Bayyinah: 5)


Maksudnya, ahli kitab dan lainnya tidak diperintahkan melainkan untuk menyembah kepada Allah semata tanpa menyekutukan-Nya, melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat.
(Hunafa) ialah orang-orang yang cenderung kepada agama Islam serta menjauhi agama-agama lainnya. "Dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar)," maksudnya agama Islam.


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu."
(QS. Al-Hajj:37)


Maksudnya, daging-daging serta darah-darah hadiah dan kurban tidak sampai kepada Allah. Akan tetapi yang sampai kepada-Nya ialah niat dan keikhlasan kalian.


Ibnu Abbas berkata, "Dahulu orang-orang jahiliyah melumuri Baitullaah dengan darah unta, lantas kaum muslimin hendak melakukan hal ini, maka turunlah ayat tersebut."


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Katakanlah, 'Jika kamu sembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu tampakkan, Allah pasti mengetahuinya'."
(QS. Ali Imran: 29)


Maksudnya, Dia-lah Zat Yang Maha Mengetahui hal-hal yang tersembunyi di dalam hati dan sesuatu yang terkandung di dalamnya meliputi ikhlas dan riya'.


Berikut ini adalah hadits-hadits dalam Kitab Riyadhush Shalihin yang terkait dengan ke-Ikhlasan:


1/1.
Dari Amirul Mukminin Abu Hafs, Umar bin Al-Khattab bin Nufail bin Abdul 'Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin 'Adi bin Ka'ab bin Luai bin Ghalib Al-Qurasyi Al-'Adawi radhiyallahu 'anhu berkata, "Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Sesungguhnya semua amal perbuatan itu disertai dengan niat-niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang itu (tergantung) pada yang telah ia niatkan. Maka, barang siapa yang hijrahnya itu karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itupun menuju kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang hijrahnya demi harta dunia yang hendak diperolehnya ataupun untuk seorang wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnyapun menuju kepada niat yang dimaksud dalam hijrahnya itu'."
Hadits ini disepakati keshahihannya.
[Shahih: Al-Bukhari (2529, 3898, 5070, 6689, 6953); Muslim (1907)].


(HR. Dua imam ahli hadits yaitu Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Ju'fi Al-Bukhari, dan Abu Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairi An-Naisaburi -semoga Allah merahmati keduanya- dalam kedua kitab shahih masing-masing yang kedua kitab ini adalah kitab paling shahih).


Hadits ini merupakan hadits agung, mulia, dan banyak faedahnya.


Abdur Rahman bin Mahdi radhiyallahu 'anhu berkata, "Selayaknya bagi setiap penyusun kitab memulai tulisannya dengan hadits ini untuk mengingatkan para penuntut ilmu agar meluruskan niat."


Imam Syafi'i rahimahullah berkata, "Hadits ini mencakup 70 bab ilmu."


Al-Bukhari rahimahullah berkata, "Bab hadits yang menjelaskan bahwa perbuatan tergantung pada niat dan keikhlasan dan bagi setiap orang tergantung apa yang telah ia niatkan, maka termasuk dalam bab ini ialah; iman, wudhu, shalat, zakat, haji, puasa, dan beberapa hukum lainnya."


Kosakata asing:


Kata 'innama' berfungsi sebagai hashr. Maksudnya, amal perbuatan tidak akan diterima tanpa disertai dengan niat.
Ibnu Abdis Salam berkata, "Kalimat pertama (innamal a'malu binniyyati) untuk menjelaskan (syarat) amal perbuatan yang diterima. Kalimat kedua (wa Innama lukulli imriin ma nawa) untuk menjelaskan konsekuensi dari niat."
Niat adalah tujuan. Tempatnya di dalam hati.


"Fa mankanat hijratuhu ilallah wa rasulihi fa hijratuhu ilallahi wa rasulihi."
Maksudnya, orang yang hijrahnya diniatkan dan tujukan karena Allah dan Rasul-Nya, maka secara hukum dan secara syar'i hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya.


Ibnu Daqiq Al-Id berkata, "Ulama meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah dengan tidak menginginkan keutamaan hijrah. Justru ia berhijrah bertujuan agar dapat menikahi seorang perempuan yang bernama Ummu Qais. Oleh karena itu, di dalam hadits ini terdapat penyebutan perempuan secara khusus bukan hal-hal yang diniatkan lainnya."


Penjelasan hadits:


Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan, "Barang siapa yang dalam hijrahnya ia berniat meninggalkan negeri kafir sekaligus menikahi seorang perempuan, maka niat ini tidaklah buruk dan juga tidak dibenarkan. Akan tetapi, niat ini kurang utama jika dibandingkan dengan orang yang hijrahnya memang murni (karena Allah)."
Wallahu a'lam.


2/2.
Dari Ummul Mukminin, Ummi Abdillah, 'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Ada sepasukan tentara yang hendak memerangi Ka'bah. Ketika mereka berada di suatu padang pasir dari tanah lapang, lalu dibenamkanlah orang pertama sampai yang terakhir dari mereka semuanya." 'Aisyah berkata, "Wahai Rasulullah! bagaimanakah semuanya dibenamkan dari yang pertama sampai yang terakhir, sedang di antara mereka ada pedagang di pasar dan adapula orang yang tidak termasuk golongan mereka?" Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, "Semuanya dibenamkan dari yang pertama sampai yang terakhir, kemudian nantinya mereka akan dibangkitkan dari masing-masing kuburnya sesuai niatnya masing-masing."
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih: Al-Bukhari (2118); Muslim (2884)].


Penjelasan hadits:


Di dalam hadits ini terdapat peringatan untuk tidak berteman dan duduk-duduk bersama dengan orang-orang zalim. Karena azab akan menimpa mereka serta orang-orang yang bersama mereka. Meskipun ketika dihisab nanti akan diperlakukan sesuai dengan niat baik dan buruk (mereka masing-masing). Di dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar secara marfu' disebutkan, "Apabila Allah telah menurunkan azab kepada suatu kaum, maka azab tersebut akan mengenai semua orang yang berada di dalamnya, kemudian mereka akan dibangkitkan sesuai niat mereka."


3/3.
Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidak ada hijrah setelah pembebasan Mekkah, tetapi yang ada adalah jihad dan niat. Oleh karena itu, apabila kalian semua diminta untuk berangkat (berjihad), maka berangkatlah."
(Muttafaqun 'alaih).


Penjelasan hadits:


Maknanya, tiada hijrah lagi dari Mekkah, sebab saat itu Mekkah telah menjadi daerah Islam.
Al-Khaththabi dan lainnya berkata, "Pada masa awal Islam, hijrah merupakan kewajiban atas orang yang telah masuk Islam lantaran minimnya umat Islam di Madinah dan kebutuhan umat Islam untuk berkumpul. Ketika Allah telah membebaskan kota Mekkah, orang-orang berbondong-berbondong masuk Islam, maka kewajiban hijrah ke Madinah menjadi gugur. Sedangkan yang masih ada adalah kewajiban jihad dan niat bagi orang yang akan melakukannya atau diserang musuh."


Al-Mawardi berkata, "Apabila seseorang mampu menampakkan agama Islam di suatu negeri kafir, maka menetap di tempat tersebut lebih utama dari pada meninggalkannya, karena diharapkan orang lain dapat masuk Islam (karenanya)."


Al-Hafizh berkata, "Hikmah diwajibkan hijrah bagi orang yang masuk Islam ialah agar selamat dari gangguan orang-orang kafir, karena orang-orang kafir menyiksa orang yang masuk Islam agar mereka keluar dari agamanya."


4/4.
Dari Abu Abdillah, Jabir bin Abdillah Al-Anshari radhiyallahu 'anhuma berkata, "Kami beserta Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam dalam suatu peperangan, kemudian beliau bersabda, 'Sesungguhnya di Madinah ada beberapa orang yang ketika kalian menempuh suatu perjalanan dan menyeberangi suatu lembah, melainkan orang-orang tersebut (dianggap) bersama kalian. Mereka terhalang sakit'."
Dalam riwayat lain disebutkan, "Melainkan mereka yang tertinggal itu bersekutu dengan kalian dalam memperoleh pahala."
[HR. Muslim].
[Shahih: Muslim (1911)].


Imam Bukhari meriwayatkan:


Dari Anas radhiyallahu 'anhu ia berkata, "Kami kembali dari perang Tabuk bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, lalu beliau bersabda, 'Sesungguhnya ada beberapa kaum yang kita tinggalkan di Madinah. Kita tidak melintasi lereng ataupun lembah, melainkan mereka itu (dianggap) bersama-sama dengan kita. Mereka terhalang oleh suatu uzur'."
[Sahih: Al-Bukhari (4433)].


Penjelasan hadits:


Di dalam hadits ini terdapat dalil bahwa orang yang niatnya benar dan bertekad hendak melakukan kebaikan, tetapi ia tidak melakukannya karena ada uzur, maka ia mendapatkan pahala semisal pahala orang yang melakukan amalan tersebut.


5/5.
Dari Abu Yazid, Ma'an bin Yazid bin Al-Akhnas radhiyallahu 'anhuma. Ia, ayahnya, dan kakeknya termasuk golongan shahabat. Ia berkata, "Ayahku, Yazid mengeluarkan beberapa dinar yang digunakan untuk bersedekah, lalu dinar-dinar itu ia letakkan di sisi seseorang di dalam masjid. Lantas saya datang dan mengambilnya, kemudian saya menemui ayahku dengan membawa dinar-dinar tadi. Lalu ayahku berkata, 'Demi Allah, bukan engkau yang kuhendaki.' Selanjutnya hal itu saya adukan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, lalu beliau bersabda, 'Bagimu apa yang engkau niatkan wahai Yazid! Sedangkan bagimu apa yang engkau ambil, wahai Ma'n!'."
[HR. Bukhari]
[Shahih: Al-Bukhari (1422); Ad-Darimi (1638)].


Penjelasan hadits:


Di dalam hadits ini terdapat dalil bahwa orang yang berniat sedekah kepada orang yang membutuhkan, maka ia akan mendapatkan pahalanya meskipun yang mengambil sedekah tersebut ialah orang yang wajib dinafkahinya atau bukan orang yang berhak menerima sedekah sebagaimana dalam kisah seseorang yang bersedekah kepada tiga orang.


6/6.
Dari Abu Ishaq, Sa'ad bin Abi Waqqash, Malik bin Uhaib bin Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luai Al-Qurasyi Az-Zuhri radhiyallahu 'anhu -beliau adalah salah satu dari sepuluh orang radhiyallahu 'anhuma yang diberi kesaksian akan masuk surga-, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam datang kepadaku untuk menjengukku pada tahun Haji Wada' karena sakit berat yang menimpa diriku, lalu saya berkata, 'Ya Rasulullah! Sesungguhnya sakit yang ada pada diriku telah mencapai keadaan yang engkau ketahui, sedangkan saya seorang yang berharta dan tidak ada yang mewarisi hartaku melainkan seorang puteriku saja. Oleh karena itu, apakah boleh jika saya menyedekahkan dua pertiga hartaku?' Beliau menjawab, 'Jangan.' Saya berkata lagi, 'Jika separuhnya, wahai Rasulullah?' Beliau menjawab, 'Jangan juga.' Saya melanjutkan, 'Sepertiga, bagaimana wahai Rasulullah?'
Beliau lalu bersabda, 'Ya, baiklah. Sebenarnya sepertiga itu sudah banyak atau sudah besar jumlahnya. Sesungguhnya jikalau engkau meninggalkan para ahli warismu dalam keadaan kaya harta, maka itu adalah lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin sehingga meminta-minta pada orang lain. Sesungguhnya tiada sesuatu nafkah yang engkau berikan dengan niat untuk mendapatkan keridhaan Allah, melainkan engkau pasti akan mendapatkan pahalanya sekalipun makanan yang engkau berikan ke dalam mulut istrimu'."


Abu Ishaq melanjutkan riwayatnya, "Saya berkata lagi, 'Apakah saya ditinggalkan (di Mekkah) setelah kepulangan shahabat-shahabatku itu?' Beliau menjawab, 'Sesungguhnya engkau tidak akan tertinggal. Kemudian apabila engkau melakukan suatu amal kebaikan yang engkau maksudkan untuk mendapatkan keridhaan Allah, melainkan derajat dan kedudukanmu akan bertambah. Barangkali sekalipun engkau ditinggalkan, tetapi nantinya akan ada beberapa kaum yang dapat mengambil kemanfaatan darimu dan ada kaum lainnya yang mendapat mudarat lantaran dirimu. Ya Allah, sempurnakanlah pahala untuk shahabat-shahabatku dalam hijrah mereka itu, dan janganlah Engkau balikkan mereka pada tumit-tumit mereka (murtad). Akan tetapi, yang miskin lagi rugi itu ialah Sa'ad bin Khaulah'."
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam merasa sangat kasihan padanya sebab matinya di Mekkah.
[Muttafaqun 'alaih]
[Shahih: Al-Bukhari (1295); Muslim (1628)].


Penjelasan dan intisari hadits:


1. Disyari'atkan menjenguk orang sakit.

2. Kewajiban infak terhadap orang yang menjadi tanggungannya untuk dinafkahi. Motivasi untuk berbuat ikhlas dalam melakukan hal tersebut.

3. Orang yang meninggalkan sedikit harta, maka sebaiknya ia tidak melakukan wasiat dan menyisakan hartanya untuk para ahli warisnya. Sedangkan orang yang meninggalkan harta yang banyak, maka ia boleh melakukan wasiat sepertiga hartanya atau kurang dari itu.


Wallahu a'lam.


7/7.
Dari Abu Hurairah, Abdur Rahman bin Shakhr radhiyallahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh-tubuh kalian dan tidak pula kepada bentuk rupa kalian, tetapi Dia melihat hati-hati kalian."
[HR. Muslim]
[Shahih: Muslim (2564); Ibnu Majah (4143)].


Penjelasan hadits:


Di dalam hadits ini terdapat anjuran untuk memperhatikan akan kondisi hati dan sifat-sifatnya, meluruskan tujuan hati, dan membersihkannya dari setiap sifat tercela, karena perbuatan hati itulah yang meluruskan amal perbuatan yang bersifat syar'i. Kesempurnaan hal ini dengan melakukan muraqabah kepada Allah 'Aza wa Jalla (merasa selalu diawasi oleh Allah).


8/8.
Dari Abu Musa, Abdullah bin Qais Al-Asy'ari radhiyallahu 'anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang seseorang yang berperang karena ingin menunjukkan keberanian, ada lagi yang berperang karena kesombongan, dan ada pula yang berperang karena riya'. Manakah diantara semua itu yang termasuk berperang fisabilillah? Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, 'Barangsiapa yang berperang dengan tujuan agar kalimat Allah menjadi luhur, maka itulah perang fisabilillah'."
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih: Al-Bukhari (123, 281); Muslim (1904)].


Penjelasan hadits:


Ibnu Abbas berkata, "Yang dimaksud kalimat Allah ialah La Ilaha Illallah."


Intisari hadits:


1. Setiap amalan akan dihitung kebaikan jika diniatkan untuk kebaikan.

2. Celaan terhadap sikap rakus kepada dunia dan berperang demi kepentingan pribadi, bukan didasari ketaatan.

3. Keutamaan jihad akan diberikan kepada para mujahid yang meniatkan berperang untuk membela agama Allah.


Ibnu Abu Jamrah menjelaskan, "Apabila motivasi utama ialah bermaksud meninggikan kalimat Allah, maka niatan lebih dari itu tidak ada masalah."


Al-Hafizh berkata, "Perang dapat terjadi dikarenakan lima faktor, yaitu mencari harta rampasan, memperlihatkan keberanian, riya', sombong, dan marah. Masing-masing dari semua itu ada yang tercela dan ada yang terpuji. Oleh karena itu, tidak dapat dijawab dengan menetapkan atau meniadakan."


9/9.
Dari Abu Bakrah, Nufai' bin Haris As-Tsaqafi radhiyallahu 'anhu meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda, "Apabila dua orang muslim berhadap-hadapan dengan membawa pedangnya masing-masing, maka yang membunuh dan yang terbunuh akan masuk neraka." Saya bertanya, "Ini yang membunuh (sudah jelas), tetapi bagaimanakah dengan orang yang terbunuh?" Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, "Karena sesungguhnya orang yang terbunuh itu juga ingin sekali membunuh kawannya."
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih: Al-Bukhari (31, 6875, 7083); Muslim (2888)].


Penjelasan hadits:


Kandungan hadits ini ialah adanya siksa bagi orang yang berazam dan mempersiapkan diri untuk melakukan kemaksiatan.


10/10.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu  berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Shalatnya seorang lelaki dengan berjama'ah itu melebihi shalatnya di pasar atau rumahnya dengan terpaut dua puluh sekian tingkat derajatnya. Hal ini karena apabila seseorang berwudhu dan melakukannya dengan baik, kemudian mendatangi masjid, tidak ada yang mendorongnya ke masjid melainkan untuk shalat dan tidak ada keinginan lain kecuali shalat, maka setiap kali ia melangkahkan kakinya selangkah kecuali dinaikkan baginya satu derajat dan dilebur darinya satu kesalahan sampai ia masuk ke dalam masjid.
Apabila ia telah masuk ke dalam masjid, maka ia memperoleh pahala sebagaimana dalam keadaan shalat, selama memang shalat itu yang menyebabkan ia bertahan di dalam masjid, dan para malaikat mendo'akan salah seorang di antara kalian agar mendapatkan rahmat selama ia masih berada di tempat shalat. Para malaikat itu berdo'a, "Ya Allah, kasihanilah orang ini! Ya Allah, ampunilah dia! Ya Allah, terimalah taubatnya!" Hal ini berlangsung selama orang tersebut tidak berbuat buruk dan selama ia belum berhadats'."
[Muttafaqun 'alaih].
Lafal ini milik Imam Muslim.
[Shahih: Al-Bukhari (647); Muslim (272, 649)].


Kosakata asing:


'Yanhazuhu' artinya, mengeluarkannya dan menggerakkannya.
'Laa yuriidu illash sholata', maksudnya (menginginkan untuk) shalat berjama'ah. Di dalam kalimat ini terdapat isyarat agar memperhatikan keikhlasan.


Penjelasan hadits:


Hadits ini isyarat untuk (melakukan) sebab-sebab yang dapat mengangkat derajat, yaitu pada sabda Nabi, "Hal ini ketika ia berwudhu, melakukan wudhu dengan baik, kemudian ia berangkat ke masjid. Ia tidak keluar dari rumahnya melainkan untuk shalat. Maka, ia tidak melangkahkan kaki satu langkah melainkan diangkat baginya satu derajat dan dihapus darinya satu keburukan."


Hadits ini juga menunjukkan anjuran berkumpul dan tolong menolong dalam melakukan ketaatan, bersikap ramah terhadap para tetangga, berlepas diri dari sifat kemunafikan, dan buruk sangka.


Hadits ini menunjukkan bahwa para malaikat mendo'akan dan memintakan ampun untuknya dan untuk yang lainnya juga.


11/11.
Dari Abul Abbas, Abdullah bin Abbas bin Abdul Muththalib, radhiyallahu 'anhuma meriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah 'Aza wa Jalla mencatat semua kebaikan dan keburukan, kemudian menjelaskan hal tersebut; barang siapa yang berkehendak mengerjakan kebaikan, kemudian tidak jadi melakukannya, maka Allah yang Maha Suci dan Maha Tinggi mencatatnya sebagai suatu kebaikan yang sempurna di sisi-Nya, dan barang siapa berkehendak mengerjakan kebaikan kemudian jadi melakukannya, maka Allah mencatatnya sebagai sepuluh kebaikan di sisi-Nya hingga berlipat menjadi tujuh ratus kali lipat bahkan lebih, menjadi sangat banyak sekali.
Selanjutnya barang siapa yang berkehendak mengerjakan keburukan kemudian tidak jadi melakukannya, maka Allah 'Aza wa Jalla mencatatnya sebagai suatu kebaikan yang sempurna di sisi-Nya, dan barang siapa yang berkehendak mengerjakan keburukan kemudian jadi melakukannya, maka Allah 'Aza wa Jalla mencatatnya sebagai satu keburukan saja di sisi-Nya."
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih: Al-Bukhari (6491); Muslim (131)].


Penjelasan hadits:


Ini merupakan hadits yang mulia dan agung. Melalui hadits ini Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan kadar keutamaan yang dianugerahkan oleh Allah 'Aza wa Jalla kepada para makhluk-Nya, yaitu melipatgandagakan kebajikan dan meminimalkan keburukan. Imam Muslim menambahkan dalam riwayatnya, setelah sabda Nabi, "Jika seseorang hendak melakukan keburukan, lalu ia melakukannya, maka Allah mencatatnya satu keburukan." Beliau menambahkan:


"Atau Allah akan menghapusnya. Tidak akan binasa atas Allah melainkan orang yang binasa."


Ibnu Mas'ud berkomentar, "Celakalah bagi orang yang hitungan satunya (keburukannya) dapat mengalahkan hitungan sepuluhnya (kebaikannya)."


Ulama mengatakan, "Sesungguhnya keburukan terkadang dapat menjadi besar disebabkan kemuliaan waktu dan tempat. Terkadang keburukan dilipatgandakan lantaran kemuliaan pelakunya dan sangat kuat pengetahuannya." Sebagaimana firman Allah 'Aza wa Jalla, "Wahai istri-istri Nabi! Barang siapa di antara kamu yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya azabya akan dilipatgandakan dua kali lipat, dan yang demikian itu, mudah bagi Allah. Dan barang siapa di antara kamu (istri-istri Nabi) tetap taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan kebaikan, niscaya Kami berikan pahala kepadanya dua kali lipat dan Kami sediakan rizki yang mulia baginya."
(QS. Al-Ahzab: 30-31).


12/12.
Dari Abu Abdur Rahman, Abdullah bin Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhuma meriwayatkan, "Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Ada tiga orang dari golongan umat sebelum kalian sedang bepergian hingga mereka terpaksa menginap di sebuah gua, kemudian mereka masuk ke dalamnya. Tiba-tiba sebongkah batu besar jatuh dari gunung lalu menutup mulut gua itu. Mereka berkata, 'Tidak ada yang dapat menyelamatkan kita dari batu besar ini melainkan jika kita berdo'a kepada Allah 'Aza wa Jalla dengan perantaraan amal salih kita.'
Lalu salah seorang dari mereka berdo'a, 'Ya Allah, saya mempunyai dua orang tua yang sudah tua renta dan lanjut usia. Saya tidak  pernah memberi minum kepada siapapun sebelum keduanya itu, baik kepada keluarga ataupun hamba sahaya. Kemudian pada suatu hari, saya terlalu jauh mencari kayu bakar, sehingga mereka berdua sudah tidur sebelum saya pulang. Selanjutnya saya pun memerahkan susu sebagai minuman untuk keduanya, dan saya mendapati mereka berdua telah tidur. Saya enggan membangunkan mereka dan saya enggan memberikan minuman itu kepada orang lain sebelum mereka berdua, baik pada keluarga atau hamba sahaya.
Saya tetap berdiam. Sementara gelas minuman masih di tangan saya. Saya menunggu mereka bangun sampai fajar menyingsing dan anak-anak menangis di dekat tumit saya karena lapar. Setelah keduanya bangun lalu mereka meminum minuman mereka. Ya Allah, jika saya mengerjakan yang demikian itu dengan niat benar-benar mengharapkan ridha-Mu, maka lapangkanlah kesukaran yang sedang kami hadapi dari batu besar yang menutup ini.'
Maka batu besar itu tiba-tiba membuka sedikit, tetapi mereka masih belum bisa keluar dari gua.
Yang lain berdo'a, 'Ya Allah, sesungguhnya saya mempunyai seorang sepupu perempuan. Ia merupakan orang yang paling kucintai -di dalam sebuah riwayat lain disebutkan. 'Saya mencintainya sebagaimana orang-orang lelaki sangat mencintai perempuan'- kemudian saya merayunya, tetapi ia menolak keinginanku. Hingga ia mengalami paceklik ia mendatangiku, lalu saya memberikan seratus dua puluh dinar padanya dengan syarat ia mau berduaan denganku di tempat sepi. Ia pun mau melakukannya. Sehingga, setelah saya dapat menguasai dirinya -dalam sebuah riwayat lain disebutkan, 'Setelah saya dapat duduk di antara kedua kakinya- ia berkata, 'Takutlah kepada Allah dan janganlah engkau merenggut kesucianku melainkan dengan haknya.' Lantas saya berpaling darinya, padahal ia adalah perempuan yang paling kucintai, dan saya biarkan emas yang telah saya berikan untuknya. Ya Allah, jikalau saya melakukan hal ini dengan niat untuk mengharapkan ridha-Mu, maka lapangkanlah kesukaran yang sedang kami hadapi ini.'
Lantas batu besar itu kemudian terbuka lagi, namun mereka masih juga belum bisa keluar dari gua.
Orang yang ketiga berdo'a, 'Ya Allah, saya mengupah beberapa buruh dan semuanya telah kuberikan upahnya masing-masing, kecuali seorang lelaki. Ia meninggalkan upahnya dan pergi. Upahnya itu saya kembangkan sehingga nilainya bertambah banyak. Pada suatu waktu ia mendatangi saya, kemudian ia berkata, 'Hai hamba Allah, tolong berikan upahku yang dulu itu.' Saya berkata, 'Semua yang engkau lihat ini adalah berasal dari hasil upahmu itu, baik yang berupa unta, sapi, kambing, dan hamba sahaya.' Ia berkata, 'Hai hamba Allah, janganlah engkau bercanda denganku.' Saya menjawab, 'Saya tidak bercanda.' Kemudian orang itu pun mengambil segala yang dimilikinya. Semuanya digiring dan tidak seekor pun ia tinggalkan. Ya Allah, jika apa yang saya lakukan ini dengan niat mengharapkan ridha-Mu, maka lapangkanlah kami dari kesukaran yang sedang kami hadapi ini.'
Batu besar itu lalu membuka lagi dan mereka pun dapat keluar dari gua itu'."
[HR. Al-Bukhari dan Muslim].
[Shahih: Al-Bukhari (2215, 2272, 2333, 3465, 5974); Muslim (2743)].


Penjelasan dan intisari hadits:


1. Keutamaan ikhlas dalam beramal dan ikhlas dapat memudahkan pelakunya saat menghadapi kesulitan.

2. Keutamaan berbakti kepada kedua orang tua serta melayani keduanya, dan lebih mendahulukan keduanya dari pada anak dan keluarganya sekaligus rela menanggung beban lantaran kedua orang tua.

3. Menjaga dan menahan diri dari perbuatan yang haram semaksimal mungkin.

4. Keutamaan menepati janji dan menjaga amanat serta bersikap toleran dalam bertransaksi.


Wallahu Ta'ala a'lam.
Wassalamu'alaykum wa rahmatullah wa barakatuh.


Sumber:

Kitab 'RIYADHUSH SHALIHIN' - Imam An-Nawawi.
Syarah: Syaikh Faishal Alu Mubarak.
Takrij: Syaikh Nasiruddin Al-Albani.
Alih bahasa: Tim Penterjemah UMMUL QURA.

Penerbit: Ummul Qura - Jkt.