AHLAN WA SAHLAN YA IKHWAH...
Sedikit kata untuk kita renungkan bersama...

Jumat, 06 Maret 2015

KITAB RIYADHUSH SHALIHIN, Penjelasan Tentang Bab Sabar

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim...
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


"Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu."
(QS. Ali Imran: 200)


Sabar ada tiga macam, yaitu sabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah, sabar dari meninggalkan keharaman-keharaman Allah, dan sabar dalam menghadapi takdir Allah. Sungguh, Allah telah memerintahkan bersabar atas semua hal tersebut.


Firman Allah Ta'ala: 'Wa shoo biruu' artinya kalahkanlah orang-orang kafir dengan bersabar. Oleh karenanya, jangan sampai mereka lebih sabar dari pada kalian semua, karena sesungguhnya mereka menderita kesakitan sebagaimana mereka pun menderita kesakitan, sedang kamu masih dapat mengharapkan dari Allah apa yang tidak dapat mereka harapkan.


Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: 'Waroo bithuu' artinya tegakkanlah jihad. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Berjuang sehari dijalan Allah lebih baik dari pada dunia dan seisinya." Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda, "Maukah kalian aku tunjukkan suatu amalan yang dengannya Allah akan menghapuskan segala macam kesalahan dan mengangkat beberapa derajat?" Para shahabat menjawab, "Tentu wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Menyempurnakan wudhu' dalam kondisi yang tidak disukai, memperbanyak langkah kaki ke masjid, dan menanti shalat setelah selesai melakukan shalat. Yang sedemikian itulah yang dinamakan perjuangan."
(HR. Muslim)


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


"Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar."
(QS. Al-Baqarah: 155).


Bersabar atas cobaan dan bencana dengan menyebut-nyebut kebaikan dan mendapat pahala yang agung.


"Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan tanpa batas."
(QS. Az-Zumar: 10)


Tanpa takaran dan tanpa ukuran. Karenanya, tidak ada balasan melebihi balasan sabar.


"Tetapi barangsiapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia."
(QS. Asy-Asyura: 43)


Maksudnya disini, orang yang bersabar, lalu ia tidak mencari menang sendiri dan memaafkan orang yang menzhaliminya, sesungguhnya hal itu termasuk perbuatan yang terpuji.


"Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar."
(QS. Al-Baqarah: 153)


Maksudnya, mohonlah pertolongan untuk mendapat akhirat dengan menahan nafsu meninggalkan maksiat dan sabar melaksanakan kewajiban, karena sesungguhnya shalat mencegah perbuatan keji dan munkar.


"Dan sungguh, Kami benar-benar akan menguji sehingga Kami mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan bersabar diantara kamu."
(QS. Muhammad: 31)


Ayat-ayat tentang perintah sabar dan keutamaannya sangat banyak dan terkenal. Artinya, sungguh Kami akan menguji kalian semua dengan beberapa beban, sehingga dapat terbedakan antara orang yang bersungguh-sungguh dalam agamanya dan orang yang munafik.


Allah Subhaahu wa Ta'ala berfirman:


"Dan diantara manusia ada yang menyembah Allah hanya di tepi, maka jika dia memperoleh kebajikan, dia merasa puas, dan jika ia ditimpa suatu cobaan, ia berbalik ke belakang. Dia rugi di dunia dan di akhirat. Itulah kerugian yang nyata."
(QS. Al-Hajj: 11)


Dikatakan bahwa sesungguhnya sabar disebutkan dalam seratus tempat di dalam Al-Qur'an.


1/25.
Dari Abu Malik Al-Harits bin Ashim Al-Asy'ari radhiyallahu'anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Bersuci adalah separuh keimanan, (ucapan) Alhamdulillah itu memenuhi timbangan, (ucapan) Subhanallah dan Alhamdulillah itu dapat memenuhi atau mengisi penuh antara langit dan bumi. Shalat adalah cahaya, sedekah merupakan bukti, sabar merupakan cahaya pula, Al-Qur'an dapat menjadi hujjah yang membelamu dan dapat pula sebagai hujjah yang memberatkanmu. Setiap orang berpagi-pagi, maka ada yang menjual dirinya (kepada Allah) berarti ia membebaskan dirinya sendiri atau merusakkan dirinya sendiri."
[Shahih: Muslim (223), At-Tirmidzi (3512), An-Nasa'i (1/87), Ibnu Majjah (271)].
(HR. Muslim).


Kosakata asing:


'Ath thuhuuru syatrul iimaan' artinya 'separuhnya' karena karakter iman ada dua macam, yaitu lahir dan bathin.


Bersuci termasuk karakter yang lahir, sedangkan tauhid termasuk karakter bathin. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidak ada salah seorang diantara kalian yang berwudhu', menyempurnakan wudhu' nya, kemudian membaca, 'Asyhadu an la ilaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan abduhu warasuluh' (Saya bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak untuk disembah selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya) melainkan dibukakan baginya pintu-pintu syurga yang delapan. Ia dapat masuk melalui pintu mana saja yang ia kehendaki."


'Walhamdulillaahi taml'ul miizaan' artinya 'Pahalanya memenuhi timbangan amal orang yang memuji kepada Allah.'


Di dalam hadits lain disebutkan, "Tasbih merupakan separuh timbangan, 'Alhamdulillaah' dapat memenuhi timbangan, 'La ilaha illallaah' tidak ada penghalang selain Allah sehingga sampai kepada-Nya."


Penyebab keagungan keutamaan kalimat-kalimat ini adalah penyucian dan pengesaan serta rasa butuh kepada Allah yang tercakup di dalamnya.


'Was shalaatu Nuur' artinya 'Shalat menjadi cahaya bagi pelakunya di dunia, di dalam kubur, dan pada hari kiamat.'


'Was shabru dhiyau' artinya 'cahaya yang di dalamnya terdapat rasa panas', karena sabar tidak akan tercapai kecuali dengan memerangi nafsu.


'Wal Qur'anu hujjatul laka au alaika' artinya 'jika engkau mengamalkannya, maka Al-Qur'an akan menjadi pembelamu. Jika tidak, maka Al-Qur'an akan menjadi hujjah yang akan memberatkanmu.'


'Kullun nasi yaghdu fabai'i nafsahu famu'tiquha au mubiqha' artinya 'setiap manusia akan berusaha.'


Penjelasan hadits:


Diantara mereka ada orang yang menjual dirinya kepada Allah dengan melakukan ketaatan kepada-Nya, sehingga ia memerdekakan dirinya dari neraka. Sebagian lain menjual dirinya kepada syaitan dan hawa nafsu, sehingga ia membinasakan dirinya.


Al-Hasan berkata, "Wahai anak Adam! Sesungguhnya engkau pagi-pagi dan sore hari untuk mencari keuntungan. Hendaklah yang engkau perhatikan ialah dirimu sendiri, karena sesungguhnya engkau tidak akan beruntung seperti itu selamanya."


2/26.
Dari Abu Said, Sa'ad bin Malik bin Sinan Al-Khudri radhiyallahu'anhuma meriwayatkan bahwa ada beberapa orang dari kaum Anshar meminta-minta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, lalu beliau memberikan sesuatu kepada mereka, kemudian mereka meminta lagi dan beliau pun memberinya lagi sehingga harta di sisi beliau telah habis. Selanjutnya setelah beliau mendermakan semua harta ditangannya, beliau bersabda, "Apa saja harta yang ada di sisiku, maka tidak sekali-kali akan kusimpan sehingga tidak kuberikan padamu semua. Barang siapa yang menjaga diri (dari meminta-minta pada orang lain), maka ia akan diberi rizqy kepuasan oleh Allah dan barang siapa yang merasa dirinya cukup maka akan diberi kekayaan oleh Allah, dan barang siapa yang bersabar, maka ia akan diberi kesabaran oleh Allah. Tiada seorangpun yang dikaruniai suatu pemberian yang lebih baik serta lebih luas daripada kesabaran."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (1469, 6470); Muslim (1053)].


Penjelasan hadits:


Di dalam hadits ini terdapat motivasi untuk menjaga diri dan sesungguhnya orang yang diberi kesabaran oleh Allah dalam menghadapi kesulitan hidup dan musibah-musibah yang tidak disenangi di dunia, maka sungguh Allah telah memberinya kebaikan yang banyak.


3/27.
Dari Abu Yahya, Shuhaib bin Sinan radhiyallahu'anhu, berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Sangatlah menakjubkan keadaan seorang Mukmin. Sesungguhnya semua keadaannya merupakan kebaikan baginya dan kebaikan tersebut tidak dimiliki oleh seorang pun selain orang Mukmin, yaitu apabila ia mendapatkan kelapangan hidup, lalu ia bersyukur, maka hal tersebut merupakan kebaikan baginya. Apabila ia ditimpa kesulitan, lalu ia bersabar, maka hal ini pun merupakan kebaikan baginya."
(HR. Muslim).
[Shahih: Muslim (2999)].


Penjelasan hadits:


Di dalam hadits ini terdapat keutamaan bersyukur atas kelapangan dan keutamaan bersabar atas kesulitan. Barang siapa melakukan hal tersebut, maka ia akan meraih kebaikan dunia akhirat, dan barang siapa tidak mensyukuri kenikmatan dan tidak bersabar atas musibah, maka ia kehilangan pahala dan mendapatkan dosa.


4/28.
Dari Anas radhiyallahu'anhu berkata, "Ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam sakitnya semakin parah, maka beliau pun diliputi oleh kesusahan, kemudian Fatimah radhiyallahu'anha berkata, 'Alangkah beratnya kesusahan yang dihadapi ayahanda.' Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam lalu bersabda, 'Ayahmu tidak akan mengalami kesusahan lagi sesudah hari ini.' Selanjutnya setelah beliau wafat, Fatimah berkata, 'Aduhai ayahanda, beliau telah memenuhi panggilan Rabbnya. Aduhai ayahanda, syurga Firdaus adalah tempat kediamannya. Aduhai ayahanda, kepada Jibril kita sampaikan berita wafatnya.' Kemudian setelah beliau dimakamkan, Fatimah radhiyallahu'anha berkata pula, 'Mengapa hatimu semua merasa tenang dengan menyebarkan tanah di atas makam Rasulullahh Shallallahu 'alaihi wasallam?"
(HR. Bukhari).
[Shahih: Al-Bukhari (4462)].


Penjelasan hadits:


Di dalam hadits ini terdapat pesan boleh merasa iba kepada orang yang meninggal pada saat menghadapi kematian dan hal ini tidak termasuk niyahah (meratap). Relevansi hadits ini dalam bab sabar ialah kesabaran Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam atas sakaratul maut dan beratnya kematian yang beliau hadapi serta kerelaan beliau menerima hal tersebut dan menenangkan Sayyidah Fatimah yang menyaksikan kondisi beliau dengan berkata, "Ayahmu tidak akan merasakan kesusahan lagi sesudah hari ini."


5/29.
Dari Abu Zaid, Usamah bin Zaid bin Haritsah, hamba sahaya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam serta kekasihnya sekaligus putera kekasihnya pula radhiyallahu'anhuma berkata, "Puteri Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mengirimkan berita kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bahwa anakku sudah hampir meninggal dunia, oleh karena itu, mohonlah engkau hadir ditempat kami." Lantas beliau mengirimkan kabar sambil menyampaikan salam, beliau menyampaikan, "Sesungguhnya bagi Allah apa yang Dia ambil dan bagi-Nya pula apa yang Dia berikan, dan segala sesuatu di sisi-Nya berdasarkan ajal yang telah ditentukan, maka hendaklah bersabar dan berniat mencari keridhaan Allah."


Puteri Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mengirimkan berita lagi seraya bersumpah agar beliau benar-benar mendatanginya. Kemudian beliau Shallallahu 'alaihi wasallam bangkit disertai Sa'ad bin Ubadah, Mu'az bin Jabal, Ubai bin Ka'ab dan Zaid bin Tsabit dan beberapa shahabat lain radhiyallahu'anhuma.


Si anak kecil tersebut dihadapkan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian beliau meletakkannya diatas pangkuan beliau sedang nafas anak itu terengah-engah. Maka air mata Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam pun menetes. Lantas Sa'ad bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah air mata ini?" Beliau menjawab, "Air mata ini adalah kasih sayang yang dijadikan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam hati para hamba-Nya."


Dalam riwayat lain disebutkan, "Dalam hati para hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Allah merahmati para hamba-Nya yang mempunyai kasih sayang."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (1284, 5655, 6602, 6655, 7377, 7448); Muslim (923)].


Kosakata asing:


'Taqa'qa'u' ialah ‘bergerak dan bergoncang keras.’


Penjelasan hadits:


Di dalam hadits ini terdapat kebolehan menghadirkan orang yang mempunyai keutamaan untuk mendatangi orang yang sedang menghadapi kematian dalam rangka mengharap keberkahan dan do'a mereka, disunnahkan melaksanakan sumpah dengan baik, dan memerintahkan orang yang terkena musibah untuk bersabar sebelum datangnya kematian, agar ketika kematian telah terjadi, ia merasa rela menghadapi kesusahan dengan sabar. Di dalam hadits ini terdapat kebolehan menangis tanpa disertai dengan ratapan dan semisalnya.


6/30.
Dari Shuhaib radhiyallahu'anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Dahulu kala, ada seorang raja dari kalangan umat sebelum kalian. Ia mempunyai seorang tukang sihir. Ketika tukang sihir tersebut telah menginjak usia senja, ia berkata kepada sang raja, 'Sesungguhnya saya sudah tua. Oleh karena itu, datangkan padaku seorang anak yang akan aku ajari ilmu sihir.'


Kemudian raja itu mengutus padanya seorang anak agar diajari sihir. Di perjalanan ketika anak tersebut sedang lewat terdapat seorang rahib. Anak itu pun duduk disitu dan mendengarkan penuturan-penuturan si rahib. Ia merasa kagum kepadanya. Setiap kali ia hendak datang ke tempat penyihir, ia pun melewati tempat rahib tadi dan duduk disitu. Selanjutnya, ketika ia telah datang di tempat penyihir, ia pun dipukul olehnya (karena terlambat). Lantas ia mengadukan hal tersebut kepada rahib, lalu rahib berkata, 'Jika engkau takut pada penyihir itu, katakanlah bahwa keluargamu yang membuatmu terlambat datang. Dan jika engkau takut pada keluargamu, maka katakanlah bahwa engkau ditahan oleh penyihir.'


Suatu ketika di saat ia dalam keadaan yang demikian itu, ia mendatangi seekor binatang besar yang menghalang-halangi orang banyak. Anak tersebut berkata, 'Pada hari ini saya akan membuktikan, apakah penyihir itu yang lebih baik ataukah rahib itu yang lebih baik?' Ia pun mengambil sebuah batu kemudian berkata, 'Ya Allah, apabila rahib itu lebih Engkau cintai dari pada si penyihir, maka bunuhlah binatang ini, sehingga orang-orang dapat melewati jalan.' lantas, ia melempar binatang itu dengan batu tadi, dan ternyata binatang tersebut mati dan orang-orang pun dapat melewati jalan tersebut.


Lalu ia mendatangi rahib dan memberitahukan hal tersebut. Rahib itu pun berkata, 'Hai anakku, engkau sekarang lebih mulia daripada diriku sendiri. Keadaanmu sudah sampai disuatu tingkat yang saya sendiri dapat memakluminya. Sesungguhnya engkau akan terkena cobaan, maka jika engkau terkena cobaan itu, janganlah menunjuk keberadaanku.'


Kemudian anak tersebut dapat menyembuhkan orang buta dan orang yang berpenyakit lepra serta dapat mengobati banyak orang dari segala macam penyakit hingga teman dekat raja yang tuna netra mendengar kabar ini. Ia mendatangi anak tersebut dengan membawa banyak hadiah, lalu ia berkata, 'Apa saja yang ada di sini akan menjadi milikmu, jika engkau dapat menyembuhkanku.' Anak itu menjawab, 'Sesungguhnya saya tidak dapat menyembuhkan siapapun. Hanya Allah Ta'ala yang dapat menyembuhkan. Maka, jika anda mau beriman kepada Allah Ta'ala, saya akan berdo'a kepada Allah Ta'ala, semoga Dia menyembuhkan anda.' Setelah teman raja itu beriman kepada Allah Ta'ala, Allah pun memberinya kesembuhan.


Kemudian ia (teman dekat raja) mendatangi raja dan duduk di dekatnya sebagaimana biasanya ia duduk bersama raja. Lalu raja bertanya kepadanya, 'Siapakah yang mengembalikan penglihatanmu itu?' Ia menjawab, 'Rabbku.' Raja bertanya, 'Apakah engkau mempunyai sesembahan lain selain dari diriku?' Ia menjawab, 'Rabbku dan Rabbmu adalah Allah.' Lantas raja menangkapnya dan menyiksanya terus menerus, hingga akhirnya ia menunjukkan kepada anak yang menyembuhkannya.


Setelah anak itu didatangkan, Raja berkata padanya, 'Hai anakku! Berarti sihirmu sudah sampai ke tingkat dapat menyembuhkan orang buta dan orang yang berpenyakit lepra, dan engkau dapat melakukan ini dan itu?' Anak itu menjawab, 'Sesungguhnya saya tidak dapat menyembuhkan seorangpun. Hanya Allah Ta'ala yang menyembuhkan.' Kemudian raja menangkapnya dan menyiksanya terus menerus, sehingga akhirnya ia menunjukkan keberadaan rahib. Rahib itupun didatangkan, kemudian dikatakan kepadanya, 'Keluarlah dari agamamu!' Sang rahib menolaknya. Maka raja memerintahkan agar diambilkan gergaji. Kemudian gergaji itu diletakkanlah di bagian tengah kepalanya. Kepala itu dibelah dengan gergaji tersebut, sehingga kedua belahan kepala tersebut jatuh ke tanah.


Selanjutnya teman dekat raja didatangkan, lalu dikatakan kepadanya, 'Keluarlah dari agamamu itu!' Tetapi ia menolaknya. Lantas raja memerintahkan agar diambilkan gergaji. Kemudian gergaji itu diletakkanlah di bagian tengah kepalanya. Kepala itu dibelah dengan gergaji tersebut, sehingga kedua belahan kepala tersebut jatuh ke tanah.


Giliran anak tersebut dihadapkan kepada raja. Dikatakan kepadanya, 'Keluarlah dari agamamu.' Ia pun menolak ajakannya. Kemudian raja menyerahkan anak itu kepada beberapa anak buahnya. Raja memerintahkan, 'Bawalah anak ini ke gunung ini atau itu dan bawalah ia naik ke atas gunung tersebut. Ketika kalian telah sampai di puncaknya, maka jika anak ini mau kembali dari agamanya, maka lepaskanlah. Akan tetapi jika tidak mau, maka lemparkanlah ia dari atas gunung itu.'


Para anak buah raja itu pun pergi membawanya, lalu mereka naik ke atas gunung, kenudian anak itu berdo'a, 'Ya Allah! lepaskanlah saya dari mereka dengan kehendak-Mu.' Kemudian gunung itu pun bergoncang keras dan mereka pun jatuh semua. Anak itu lalu berjalan ke tempat raja. Raja berkata, 'Apa yang dilakukan oleh anak buahku?' Ia menjawab, 'Allah Ta'ala telah melepaskanku dari tindakan mereka.'


Lantas raja menyerahkan anak tersebut kepada anak buahnya yang lain lagi dan berkata, 'Bawa anak ini pergi. Taruhlah ia dalam sebuah kapal dan berlayarlah sampai ke tengah lautan. Jika ia mau kembali dari agamanya, maka lepaskanlah ia. Akan tetapi jika ia menolak, maka lemparkanlah ia ke lautan.' Mereka pun berangkat membawanya, lalu anak itu berdo'a, 'Ya Allah, lepaskanlah hamba dari orang-orang ini dengan kehendak-Mu.' Tiba-tiba kapal itu terbalik, maka tenggelamlah mereka semua terkecuali anak itu.


Anak itu sekali lagi berjalan ke tempat raja. Lantas raja berkata, 'Apa yang dilakukan oleh para anak buahku?' Ia menjawab, 'Allah Ta'ala telah melepaskanku dari tindakan mereka.' 'Anda tidak dapat membunuh saya, kecuali jika anda mau melakukan apa yang saya sarankan.' Tambahnya. Raja bertanya, 'Apakah itu?' Ia menjawab, 'Silahkan anda kumpulkan semua orang di suatu lapangan, lalu saliblah saya di batang pohon, kemudian ambillah sebatang anak panah dari tempat panahku ini, lalu letakkanlah anak panah itu pada busurnya, dan ucapkanlah, 'Dengan nama Allah, Rabb anak ini.' Lalu panahlah saya. Sungguh, apabila anda mau mengerjakan semua itu, tentu anda dapat membunuhku.'


Maka raja mengumpulkan semua orang di tanah lapang. Anak itu di salib pada sebatang pohon, kemudian raja mengambil sebuah anak panah dari tempat panahnya, lalu ia meletakkan anak panah pada busurnya. Selanjutnya ia mengucapkan, 'Dengan nama Allah, Rabb anak ini.' Anak panah dilesakkan dari busurnya dan tepat mengenai pelipis anak tersebut. Lalu anak tersebut meletakkan tangan pada pelipisnya, kemudian ia pun meninggal dunia.


Akhirnya, orang-orang berkata, 'Kita semua beriman kepada Rabb anak ini.' Raja pun didatangi dan diberitahukan kepadanya, 'Adakah anda mengetahui apa yang selama ini anda khawatirkan? Sungguh, demi Allah, apa yang anda khawatirkan itu telah terjadi. Semua orang telah beriman.'


Raja memerintahkan agar orang-orang itu digiring pada kubangan-kubangan di pintu lorong jalan. Kubangan-kubangan itu digali dan di dalamnya dinyalakan api. Sang raja berkata, 'Barang siapa yang tidak kembali dari agamanya, maka lemparkanlah ke dalam kubangan-kubangan tersebut.' atau dikatakan, 'Hendaklah ia melemparkan dirinya sendiri ke dalamnya.' Orang-orang pun melakukan hal tersebut, sehingga ada seorang perempuan yang datang dengan membawa bayinya. Perempuan ini agaknya ketakutan hendak menceburkan diri kedalamnya. Bayinya lalu berkata kepadanya, 'Hai bundaku! Bersabarlah, karena sesungguhnya ibu di jalan yang benar'."
(HR. Muslim).
[Shahih: Muslim (3005); At-Tirmidzi (3340)].


Kosakata asing:


‘Dzirwatul jabali’ artinya ‘puncak gunung.’
‘Al-qurqur’ adalah sejenis perahu.
‘Ash-sh'id’ artinya ‘bumi yang menonjol (bukit).’
Al-Ukhdud artinya beberapa belahan di bumi seperti sungai kecil.
‘Udhrima’ artinya ‘menyalakan.’
‘Inkafaat’ artinya ‘berubah.’
‘Taqa'asat’ artinya ‘terhenti atau merasa ketakutan.’


Penjelasan hadits:


Al-Qurthubi berkata, "Nama anak tersebut adalah Abdullah bin Tsamir." Disebutkan dari Ibnu Abbas bahwa raja yang dimaksud ialah Raja Najran.


Intisari hadits:


1. Menetapkan adanya karomah para wali.


2. Pertolongan Allah kepada orang yang bertawakkal kepada-Nya. Ia akan dibela dan dikeluarkan dari tipu daya.


3. Orang yang buta hati tidak dapat melihat kebenaran.


4. Terdapat penjelasan tentang kemuliaan sabar dan berpegang teguh dalam beragama.


7/31.
Dari Anas radhiyallahu'anhu berkata, "Suatu ketika, Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam berjalan melewati seorang perempuan yang sedang menangis di samping sebuah kubur. Beliau bersabda, 'Bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah!' Perempuan tersebut berkata, 'Menjauhlah dariku, karena engkau tidak mengalami musibah sebagaimana musibahku dan engkau tidak mengetahuinya.' Selanjutnya dikatakan kepada perempuan tersebut bahwa yang bersabda tadi adalah Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam. Lantas ia mendatangi rumah Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, ternyata di depan pintu ia tidak menemukan para penjaga pintu. Perempuan tersebut berkata, 'Saya memang tidak mengenali engkau.' Kemudian beliau Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Sesungguhnya bersabar itu pada saat permulaan datangnya musibah'."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (1252, 1283); Muslim (926); Abu Dawud (3124)].


Penjelasan hadits:


Dalam riwayat Muslim disebutkan, "Perempuan tersebut menangisi anak kecil."


Di dalam hadits ini terdapat pesan bahwa pahala sabar diperoleh pada saat datangnya musibah dan berbeda dengan setelahnya, karena orang yang terkena musibah akan lalai sebagaimana terlepasnya binatang ternak.


8/32.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, 'Tidak ada balasan bagi seseorang hamba-Ku yang Mukmin di sisi-Ku ketika Aku mengambil kekasihnya dari penduduk dunia, kemudian ia ikhlas menerima, melainkan adalah syurga balasannya."
(HR. Bukhari).
[Shahih: Al-Bukhari (6424)].


Penjelasan hadits:


Hadits ini termasuk hadits qudsi. Di dalamnya terdapat pesan bahwa orang yang bersabar atas musibah dan ikhlas menerima, maka pahalanya di sisi Allah. Sungguh, pahalanya ialah syurga.


9/33.
Aisyah radhiyallahu'anha meriwayatkan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam perihal penyakit tha'un, lalu beliau memberitahukannya bahwa sesungguhnya dahulu tha'un merupakan siksaan yang dikirimkan oleh Allah Ta'ala kepada siapa saja yang Dia kehendaki, lalu Allah menjadikannya sebagai rahmat kepada orang-orang Mukmin. Maka tidak ada seorang hamba pun yang tertimpa tha'un, kemudian menetap di daerahnya seraya bersabar dan mengharapkan  keridhaan dari Allah serta mengetahui bahwa tha'un itu tidak akan menimpanya kecuali telah ditetapkan oleh Allah kepadanya, melainkan ia akan memperoleh semisal pahala orang yang mati syahid.


Penjelasan hadits:


Di dalam hadits ini terdapat pesan tentang keutamaan sabar menghadapi takdir dan senantiasa mengharapkan pahalanya.


Sebagian ulama berkata, "Sesungguhnya orang yang bersabar menghadapi wabah penyakit tha'un akan selamat dari fitnah-fitnah kubur, karena orang yang bersabar menghadapi tha'un sebanding dengan ribath (menjaga perbatasan) di jalan Allah." Terdapat riwayat yang shahih mengenai orang yang bertahan sebagaimana di dalam riwayat Muslim dan lainnya.


10/34.
Dari Anas radhiyallahu'anhu berkata, "Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, 'Jikalau Aku memberi cobaan kepada hamba-Ku dengan melenyapkan kedua benda yang disayanginya kemudian ia bersabar, maka Aku akan memberikan ganti kepadanya syurga.'
"Yang dimaksud ialah kehilangan kedua matanya."
(HR. Al-Bukhari).
[Shahih: Al-Bukhari (5653); At-Tirmidzi (2402); Ahmad (3/283)].


Penjelasan hadits:


Di dalam hadits qudsi ini terdapat pesan bahwa orang yang bersabar kehilangan indera penglihatannya dan mengharapkan pahalanya kepada Allah, maka Allah akan menggantinya dengan syurga.


11/35.
Dari 'Atha' bin Abu Rabah berkata' "Ibnu Abbas radhiyallahu'anhuma berkata padaku, 'Apakah engkau mau saya tunjukkan seorang perempuan yang termasuk ahli syurga?' Saya berkata, 'Baiklah.' Ia melanjutkan, 'Perempuan berkulit hitam itu pernah datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam lalu ia berkata, 'Sesungguhnya saya ini terserang penyakit ayan dan karena (penyakit itu) aurat saya terbuka. Maka berdo'alah kepada Allah untuk saya.' Beliau bersabda, 'Jika engkau mau, hendaklah bersabar saja dan bagimu syurga, tetapi jika engkau berkehendak, maka saya akan berdo'a kepada Allah agar menyembuhkan penyakitmu.' Lantas perempuan tersebut berkata, 'Saya bersabar saja.' lalu berkata lagi, 'Sesungguhnya, karena penyakit ini aurat saya terbuka, maka berdo'alah kepada Allah agar aurat saya tidak sampai terbuka.' Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam pun mendo'akannya."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (5652); Muslim (2576)].


Penjelasan hadits:


Di dalam hadits ini terdapat keutamaan sabar menghadapi cobaan dan besarnya pahala orang yang menyerahkan urusannya kepada Allah.


12/36.
Dari Abu Abdir Rahman, Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu'anhu berkata, "Seakan-akan saya melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sedang menceritakan tentang seorang nabi diantara para nabi -semoga shalawat dan keselamatan dari Allah tercurahkan kepada para nabi- .Sang nabi tersebut dipukuli oleh kaumnya sampai keluar darah dan nabi tersebut mengusap darah dari wajahnya sambil mengucap, "Ya Allah, ampunilah kaum hamba ini, sebab mereka tidak mengerti."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (3477, 6929); Muslim (1792)].


Penjelasan hadits:


Di dalam hadits ini terdapat keutamaan sabar menghadapi gangguan buruk dan kebodohan dengan berbuat baik dan menahan marah."
Dan (sifat-sifat yang baik itu) tidak akan dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.
(QS. Fusshilat: 35).


13/37.
Dari Abu Said dan Abu Hurairah radhiyallahu'anhuma meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidak ada satu pun yang menimpa seorang muslim, baik berupa cobaan, sakit, kesedihan, kesusahan, gangguan, ataupun duka cita, bahkan sampai sebuah duri yang menusuk anggota tubuhnya, melainkan Allah melebur kesalahan-kesalahannya lantaran hal-hal yang menimpanya tersebut."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (5642); Muslim (2573)].


Kosakata asing dalam hadits ini:


‘Al-Washab’ artinya ‘sakit.’


Penjelasan hadits:


Di dalam hadits ini terdapat pesan bahwa penyakit dan gangguan lainnya dapat membersihkan orang Mukmin dari dosa-dosanya. Oleh karena itu, seyogyanya ia bersabar menghadapi hal tersebut agar dapat meraih pahala.


14/38.
Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu'anhu berkata, "Saya pernah mengunjungi Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam dan beliau sedang terkena penyakit panas. Kemudian saya berkata, 'Ya Rasulullah, sungguh, engkau terkena penyakit panas yang sangat berat.' Beliau kemudian bersabda, 'Benar, sesungguhnya saya terkena panas sebagaimana panas dua orang dari kalian (yang disatukan).' Saya berkata lagi, 'Kalau demikian, engkau mendapatkan dua kali pahala.' Beliau bersabda, 'Benar, memang demikian kenyataannya. Tiada seorang Muslim pun yang terkena suatu penyakit, baik itu berupa duri atau pun sesuatu yang lebih dari itu, melainkan Allah pasti melebur kesalahan-kesalahannya lantaran musibah yang menimpanya tersebut dan dosa-dosanya pun dirontokkan sebagaimana sebuah pohon merontokkan dedaunannya."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (5648); Muslim (2571)].


Kosakata asing dalam hadits ini:


‘Alwa'ku’ artinya ‘sangat panas’, tetapi ada yang mengatakan panas biasa.


‘Ajal’ adalah kata untuk menjawab seperti ‘na'am’, hanya saja 'ajal' lebih baik dari pada 'na'am' jika untuk tashdiq (pembenaran), sedangkan 'na'am' lebih baik jika untuk istifham (pertanyaan).


Penjelasan hadits:


Di dalam hadits ini terdapat keutamaan sabar dalam menghadapi penyakit dan hal-hal yang baru datang dan sesungguhnya penyakit-penyakit ini dapat melebur keburukan-keburukan dan menghapus dosa-dosa.


15/39.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda, ‘barang siapa dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memberikan musibah padanya’."
(HR. Al-Bukhari).
[Malik (2/941); Al-Bukhari (5645); Ahmad (2/237)].


Penjelasan hadits:


Di dalam hadits ini terdapat pesan bahwa seorang Mukmin tidak akan lepas dari penyakit, kekurangan, dan kehinaan. Hal tersebut lebih baik baginya, baik di dunia maupun di akhirat.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


"Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar."
(QS. Al-Baqarah: 155).


16/40.
Dari Anas radhiyallahu'anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Janganlah seseorang diantara kalian mengharapkan datangnya kematian lantaran suatu bahaya yang menimpanya. Jika memang ia terpaksa harus berbuat demikian, maka hendaklah ia mengatakan, 'Ya Allah, tetapkanlah aku hidup selama kehidupan itu masih baik untukku, dan matikanlah aku apabila kematian itu yang memang baik untukku’."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (5671, 6351, 7233); Muslim (2680)].


Penjelasan hadits:


Di dalam hadits ini terdapat larangan mengharapkan kematian lantaran mengeluh dari cobaan duniawi. Akan tetapi hendaknya bersabar atas takdir Allah dan memohon keselamatan kepada-Nya serta menyerahkan urusannya kepada Allah.


17/41.
Dari Abu Abdullah, Khabbab bin Al-Aratt radhiyallahu'anhu berkata, "Kami mengadu kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, ketika itu beliau sedang berbantal kain selimut di naungan Ka'bah. Selanjutnya kami berkata, 'Mengapa engkau tidak memohonkan pertolongan untuk kita, sehingga kita bisa menang? Mengapa engkau tidak berdo'a untuk kita? Lalu beliau bersabda, 'Pernah terjadi pada orang-orang sebelum kamu seseorang yang ditangkap kemudian digalikan tanah untuknya dan ia diletakkan di dalam kubangan tersebut, kemudian diambilkan sebuah gergaji dan diletakkan diatas kepalanya, kemudian kepalanya dibelah menjadi dua. Selain itu, ia pun disisir dengan sisir yang terbuat dari besi yang dikenakan dibawah daging dan tulangnya. Semua siksaan ini tidak memalingkannya dari agamanya. Demi Allah, pastilah Allah akan menyempurnakan hal ini, sehingga seseorang yang berkendara berjalan dari Shan'a ke Hadhramaut tidak ada yang ditakuti melainkan Allah atau karena takut pada serigala atas kambingnya. Akan tetapi, kalian semua tergesa-gesa."
(HR. Bukhari).
[Shahih: Al-Bukhari (3612, 3852, 6943); Abu Dawud (2649); An-Nasa'i (8/204)].


Penjelasan hadits:


Di dalam riwayat lain disebutkan, "Beliau sedang berbantal kain selimut padahal kami mendapati kesulitan menghadapi orang-orang musyrik."


Di dalam hadits ini terdapat pujian bersabar menghadapi siksaan dalam mempertahankan agama dan dimakruhkan untuk tergesa-gesa.


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


"Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, 'Kapankah datang pertolongan Allah?' Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat."
(QS. Al-Baqarah: 214).


18/42.
Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu'anhu berkata, "Pada saat perang Hunain, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam lebih mengutamakan beberapa orang dalam pembagian harta rampasan. Beliau memberikan kepada Al-Aqra bin Habis seratus ekor unta dan memberikan kepada 'Uyainah bin Hisn sejumlah yang sama. Beliau memberikan kepada orang-orang dari kalangan bangsawan Arab dan mengutamakan mereka dalam pembagian. Kemudian ada seorang lelaki berkata, 'Demi Allah, ini pembagian yang tidak ada keadilannya sama sekali dan tidak dikehendaki untuk mencari keridhaan Allah.' Lalu saya berkata, 'Demi Allah, saya akan beritahukan hal ini kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.' Saya pun mendatangi beliau dan memberitahukan kepada beliau tentang apa yang telah dikatakan oleh lelaki tersebut. Kontan raut muka beliau berubah, sehingga bagaikan sumba merah, beliau bersabda, 'Siapakah yang dapat berlaku adil, jika Allah dan Rasul-Nya dianggap tidak adil?" Selanjutnya beliau bersabda, 'Semoga Allah merahmati Nabi Musa. Ia telah disakiti dengan cara yang lebih berat dari ini, tetapi ia tetap sabar.' Saya sendiri berkata, 'Semestinya saya tidak mengadukan lagi kepada beliau sesuatu pembicaraan pun setelah peristiwa itu'."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (3150, 3405, 4335); Muslim (1062); Ahmad (1/380, 386, 411)].


Kosakata asing dalam hadits ini:


‘Kashshirfi’ artinya ‘sumba merah’.


Penjelasan hadits:


Di dalam hadits ini terdapat anjuran untuk berpaling dari orang bodoh, memaafkan gangguan, dan mengikuti orang-orang shaleh yang telah lalu.


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


"Adapun hamba-hamba Rabb Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan dibumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, 'salam'."
(QS. Alfurqan: 63).


19/43.
Anas radhiyallahu'anhu berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Jika Allah menghendaki kebaikan pada seseorang hamba-Nya, maka Dia mempercepatkan siksanya di dunia. Akan tetapi, jika Allah menghendaki keburukan pada seseorang hamba-Nya, maka Dia membiarkannya dengan melakukan dosanya, sehingga nanti akan dipenuhkan siksanya di hari Kiamat."
Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya besarnya pahala setimpal besarnya cobaan. Dan sesungguhnya Allah itu apabila mencintai sesuatu kaum, maka Dia akan memberi cobaan kepada mereka. Oleh karena itu, barang siapa yang rela menerimanya, ia akan memperoleh keridhaan dari Allah dan barang siapa yang marah-marah, maka ia memperoleh kemurkaan Allah."
(HR. Imam Tirmidzi dan ia mengatakan, "Hadits ini Hadits hasan.").
[Shahih: At-Tirmidzi (2398); Al-Albani menshahihkannya dalam Kitab Ash-Shahih)].


Penjelasan:


Di dalam hadits ini terdapat motivasi untuk bersikap sabar menghadapi takdir yang terjadi pada dirinya dan bahwa takdir tersebut adalah baik buat manusia di waktu itu dan waktu mendatang. Barang siapa bersabar, maka ia beruntung dan barang siapa marah-marah, maka hilanglah pahalanya, tetaplah dosanya, dan takdir pun tetap berlaku pada dirinya.


20/44.
Dari Anas radhiyallahu'anhu menceritakan, "Putera Abu Thalhah radhiyallahu'anhu sedang jatuh sakit. Lalu Abu Thalhah keluar rumah, kemudian sang anak meninggal dunia. Ketika Abu Thalhah kembali, ia bertanya, 'Bagaimanakah keadaan anakku?' Ummu Sulaim -ibu anak tersebut- menjawab, 'Ia dalam keadaan tenang sekali.' Lantas ia menyiapkan makan malam untuk Abu Thalhah. Abu Thalhah pun makan malam, selanjutnya ia menyetubuhi istrinya itu. Setelah itu, Ummu Sulaim berkata, 'Makamkanlah anak itu.' Pada pagi harinya Abu Thalhah menghadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, lalu memberitahukan hal tersebut. Kemudian Nabi bersabda, 'Apakah kalian berdua bersetubuh tadi malam?' Abu Thalhah menjawab, 'Benar, ya Rasulullah.' Beliau mendo'akan, 'Ya Allah, berikanlah keberkahan pada keduanya.'
Selanjutnya Ummu Sulaim melahirkan seorang anak laki-laki lagi. Abu Thalhah berkata padaku (Anas, perawi hadits ini), 'Bawalah anak ini kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam!' Abu Thalhah mengutusnya dengan menyertainya beberapa butir kurma. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Apakah anak ini dibawakan sesuatu?' Anas menjawab, 'Ya, ada beberapa butir kurma.' Lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mengambil kurma itu lalu beliau mengunyahnya kemudian mengambil dari mulutnya. Selanjutnya kunyahan kurma tersebut dimasukkanlah ke dalam mulut anak tersebut. Setelah itu digosokkan di langit-langit mulutnya dan beliau memberinya nama Abdullah."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (1013, 5470); Muslim (2144)].


Dalam riwayat Bukhari disebutkan: Ibnu 'Uyainah berkata, "Ada seorang dari golongan shahabat Anshar berkata, 'Lalu saya melihat sembilan orang anak lelaki yang semuanya dapat menghafal Al-Qur'an dengan baik.' Maksudnya, semuanya dari anak-anak Abdullah yang dilahirkan dari peristiwa malam tersebut."


Dalam riwayat Muslim disebutkan, "Putera Abu Thalhah dari Ummu Sulaim meninggal dunia, lalu istrinya berkata kepada seluruh keluarganya, 'Jangan dulu kalian memberitahukan kematian anak ini kepada Abu Thalhah, sehingga aku sendiri yang memberitahukannya nanti." Lantas Abu Thalhah datang, kemudian istrinya menyiapkan makan malam untuknya dan ia pun makan dan minum. Selanjutnya sang istri berhias diri dengan hiasan sebaik-baiknya yang belum pernah ia lakukan seperti itu sebelumnya. Selanjutnya, Abu Thalhah menyetubuhi istrinya. Sewaktu istrinya telah mengetahui bahwa suaminya telah kenyang dan selesai menyetubuhinya, ia pun berkata pada Abu Thalhah, 'Bagaimanakah pendapatmu, jika suatu kaum meminjamkan sesuatu kepada salah satu keluarga, kemudian mereka meminta kembali apa yang dipinjamkannya itu, apakah keluarganya berhak menolak untuk mengembalikannya?' Abu Thalhah menjawab, 'Tidak boleh.' Kemudian istrinya menambahkan, 'Ikhlaskanlah puteramu.' Abu Thalhah pun marah-marah kemudian berkata, 'Engkau biarkan aku tidak mengetahui hal ini, sehingga setelah aku berlumuran, baru engkau beritahukan kematian anakku kepadaku.'


Ia pun berangkat menghadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam lalu ia menceritakan kejadian tersebut, kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Semoga Allah memberikan keberkahan kepada kalian berdua dalam malam kalian.'


Anas radhiyallahu'anhu berkata, "Kemudian istrinya hamil." Anas radhiyallahu'anhu melanjutkan, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sedang dalam bepergian dan Ummu Sulaim itu menyertainya pula. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam apabila datang di Madinah dari bepergian (di waktu malam), tidak pernah mendatangi rumah keluarganya malam-malam. Ummu Sulaim tiba-tiba merasa sakit karena hendak melahirkan, maka Abu Thalhah tertahan di tempat tersebut, Sedangkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam berangkat."


Anas melanjutkan kisahnya, "Setelah itu Abu Thalhah berkata, 'Ya Rabbi, Sesungguhnya Engkaulah Maha Mengetahui bahwa saya ini amat tertarik sekali untuk bepergian bersama-sama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam di waktu beliau bepergian dan untuk pulang bersama-sama dengan beliau di waktu beliau pulang. Sesungguhnya saya telah tertahan saat ini sebagaimana Engkau ketahui."


Ummu Sulaim lalu berkata, 'Wahai Abu Thalhah, saya tidak merasakan sakit lagi sebagaimana yang biasanya saya rasakan. Oleh karena itu, berangkatlah!' Dan kami pun berangkat melanjutkan perjalanan. Kemudian Ummu Sulaim merasakan sakit lagi ketika keduanya telah sampai, dan akhirnya ia melahirkan seorang anak lelaki. Ibuku -Ibunda Anas- berkata padaku, 'Hai Anas! Jangan sampai anak itu disusui oleh siapa pun sebelum engkau pergi pagi-pagi membawa anak itu menghadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.' Di pagi harinya, saya membawa anak tersebut menghadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Ia lalu meneruskan kisah hadits ini sampai selesai.


Penjelasan hadits:


Intisari hadits:


1. Keutamaan sabar dan pasrah kepada Allah, dan sesungguhnya orang yang melakukan hal ini diharapkan memperoleh ganti di dunia dan pahala di akhirat sebagaimana tersebut di dalam do'a, "Ya Allah! Berilah aku pahala dalam musibahku dan berilah ganti kepadaku yang lebih baik darinya."


2. Diperbolehkan menghibur diri terhadap musibah, istri berdandan untuk suaminya, kesungguhan istri untuk melakukan kemaslahatan suaminya, disyari'atkan menggunakan bahasa sindiran yang memberikan pemahaman lain ketika dalam kondisi darurat dan tidak dan tidak mengakibatkan membatalkan suatu kebenaran.


3. Orang yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan memberikan ganti kepadanya yang lebih baik.


21/45.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Orang yang kuat itu bukanlah orang yang menang bergulat. Sesungguhnya orang yang kuat ialah orang yang dapat mengusai dirinya ketika sedang marah."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (6114); Muslim (2609)].


Kosakata asing:


‘Ash-Shurra-ah’ artinya ‘orang yang banyak membanting orang’.


Penjelasan hadits:


Di dalam hadits ini terdapat pujian terhadap orang yang dapat menguasai dirinya ketika marah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


"Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain, dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan."
(QS. Ali Imran: 134).


Yang dimaksud dengan 'ghadhab'/marah, ialah menghimpun keburukan dan menolak seluruh kebaikan. Seorang lelaki berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, "Berilah saya nasihat!" Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Janganlah engkau marah!" Lantas lelaki tersebut mengulangi berkali-kali perkatannya. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Janganlah engkau marah!"


Umar bin Abdul Aziz berkata, "Sungguh beruntung orang yang terjaga dari hawa nafsu, marah, dan tamak."


22/46.
Dari Sulaiman bin Shurad radhiyallahu'anhu berkata, "Suatu ketika saya duduk bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam dan di situ ada dua orang yang saling memaki. Salah seorang dari keduanya wajahnya telah merah padam dan urat lehernya membesar, kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Sesungguhnya saya mengetahui suatu kalimat yang apa bila diucapkan, tentulah kemarahan yang ada pada diri orang tersebut akan hilang. Jika ia mengucapkan:


'A 'udzu billaahi minasy syaithaa nirrojiim'


'Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk,' pastilah lenyap kemarahan yang ada". Selanjutnya orang-orang berkata kepada orang yang marah tadi, "Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda, 'Mohonlah perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (3282); Muslim (2610)].


Penjelasan hadits:


Di dalam hadits ini terdapat pesan bahwa setan itulah yang mengobarkan kemarahan dan menyulut api. Sesungguhnya cara memadamkannya ialah isti'adzah (mengucapkan ta'awwudz).


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


"Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui."
(QS. Al-A'raf: 200).


23/47.
Dari Mu'adz bin Anas radhiyallahu'anhu meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Barang siapa yang menahan marah padahal ia mampu melampiaskannya, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala memangilnya di hadapan kepala-kepala para makhluk pada hari Kiamat, sehingga Allah menyuruhnya memilih bidadari-bidadari yang bermata indah yang ia kehendaki."
(HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dan At-Tirmidzi mengatakan, "Hadits ini adalah hadits hasan.").
[Hasan: Abu Dawud (4777); At-Tirmidzi (2022, 2495); Ibnu Majah (4186); Al-Albani menghasankannya dalam kitab Shahih al-jami' (6522)].


Penjelasan hadits:


Diriwayatkan bahwa Husain bin Ali radhiyallahu'anhu mempunyai seorang budak yang bekerja melayani beliau menyiapkan air sesuci beliau. Pada suatu hari si budak menyiapkan air sesuci beliau dalam suatu wadah. Ketika Husain telah selesai bersuci, maka si budak mengangkat wadah tersebut dihadapan Husain, tiba-tiba mulut wadah tersebut mengenai gigi seri Husain sampai gigi Husain pecah, lalu beliau memandang kepada budaknya lalu budaknya berkata, 'wal kaadzimiinal ghaidza', Husain berkata, 'Sungguh, aku telah menahan emosiku.' Lantas budak tersebut melanjutkan, 'wal 'aafiina 'a ninnaas', Husain berkata, 'Sungguh, aku telah memaafkanmu.' Kemudian si budak melanjutkan 'wallaahu yuhibul muhsiniin.' Husain berkata, 'Pergilah! Engkau telah merdeka karena Allah.'


24/48.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, "Berilah saya nasihat!", Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Janganlah engkau marah!" lantas lelaki tersebut mengulangi berkali-kali perkataannya, tetapi Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam tetap bersabda, "Janganlah engkau marah."
(HR. Al-Bukhari).
[Shahih: Al-Bukhari (6116)].


Penjelasan hadits:


Hadits ini merupakan tausiyah yang singkat bermanfa'at, karena sesungguhnya marah dapat mengumpulkan semua keburukan. Marah ini merupakan suatu pintu dari tempat-tempat masuknya syaitan. Di dalam hadits ini terdapat dalil tentang besarnya kerusakan akibat marah dan hal-hal yang timbul akibat marah, karena sesungguhnya marah dapat mengeluarkan manusia dari pikiran normal sehingga ia berbicara dengan keliru dan melakukan perbuatan tercela dan buruk.


25/49.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Tidak henti-hentinya bencana itu menimpa seseorang Mukmin lelaki atau perempuan, baik menimpa dirinya sendiri, anaknya atau pun hartanya, sehingga ia bertemu Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam keadaan tidak ada lagi suatu kesalahan pun atas dirinya'."
(HR. At-Tirmidzi dan ia mengatakan, "Hadits ini hasan shahih.").
[Shahih: At-Tirmidzi (2401). Al-Albani menshahihkannya dalam kitab Shahih Al-Jami' (5815); dan dalam kitab Ash-shahihah (2280)].


Penjelasan hadits:


Di dalam hadits ini terdapat pesan bahwa musibah dan masalah yang menimpa seorang Mukmin yang sabar, baik berupa sakit, kefakiran, kematian orang yang disayangi, kerusakan harta, dan berkurangnya harta dapat melebur semua dosa-dosa orang Mukmin tersebut.


26/50.
Ibnu Abbas radhiyallahu'anhuma berkata, 'Uyainah bin Hish datang ke Madinah, kemudian ia singgah di tempat keponakannya, Al-Hurr bin Qais. Al-Hurr adalah salah seorang yang mempunyai kedekatan dengan Umar radhiyallahu'anhu. Karena memang para ahli baca Al-qur'an merupakan teman-teman majelis Umar radhiyallahu'anhu dan orang-orang yang diajak bermusyawarah, baik orang-orang tua maupun yang masih muda usianya.


'Uyainah berkata kepada keponakannya, "Hai keponakanku, engkau mempunyai kedekatan dengan Amirul Mukminin. Tolong mohonkan izin untukku kepada Amirul Mukminin."
Ia pun memintakan izin untuk 'Uyainah, dan Umar radhiyallahu'anhu pun mengizinkannya. Setelah 'Uyainah masuk, lalu ia berkata, "Hati-hatilah, hai putera Al-Khattab, demi Allah, engkau tidak memberikan banyak pemberian pada kami dan tidak pula menetapkan hukum di antara kita dengan adil.' Umar radhiyallahu'anhu marah sehingga hampir saja beliau menjatuhkan hukuman padanya. Al-Hurr kemudian berkata, "Ya Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman kepada Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wasallam:


"Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh."
(QS. Al-A'raf: 199)


Dan 'Uyainah ini termasuk golongan orang-orang yang bodoh.


Demi Allah, Umar tidak melewatinya ketika Al-Hurr membacakan ayat tersebut. Umar adalah seorang yang amat mematuhi Kitabullah."
(HR. Al-Bukhari).
[Shahih: Al-Bukhari (4642, 7286)].


Penjelasan hadits:


Di dalam hadits ini terdapat pesan bahwa seyogyanya bagi seorang penguasa senantiasa duduk bersama para ahli qira'ah dan para ahli fiqh agar mereka dapat mengingatkannya ketika ia lupa, dan membantunya ketika ia ingat. Di dalmnya terdapat pesan untuk menahan marah dan memaafkan orang-orang bodoh.


Ja'far Ash-Shadiq berkata, "Di dalam Al-Qur'an tidak ada ayat yang lebih mencakup terhadap akhlak mulia dari pada ayat ini (Al-A'raf: 199)."


Diriwayatkan bahwa Jibril berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, "Sesungguhnya Rabbmu memerintahkanmu untuk menyambung orang yang telah memutus persahabatan denganmu, memberi orang yang tidak mau memberimu, dan mengampuni orang yang telah berbuat zhalim kepadamu." Obyek hadits ini ialah Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam dan termasuk di dalamnya umat beliau.


27/51.
Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu'anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sungguh, akan terjadi sesudahku nanti orang yang mementingkan diri sendiri dan juga beberapa hal yang kalian semua akan mengingkarinya." Para shahabat bertanya, 'Ya Rasulullah! Lantas apakah yang akan engkau perintahkan pada kami? Beliau bersabda, "Hendaknya kalian semua menunaikan hak yang menjadi kewajiban kalian dan mohonlah kepada Allah akan hak yang memang menjadi milik kalian semua."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (13/4); Muslim (1843)].


Penjelasan hadits:


Di dalam hadits ini terdapat pesan untuk bersikap sabar atas kezhaliman penguasa meskipun mereka memonopoli harta benda. Maka, sesungguhnya Allah yang meminta pertanggung jawaban mereka atas apa yang mereka kuasai.


28/52.
Dari Abu Yahya, Usaid bin Hudhair radhiyallahu'anhu meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki dari kaum Anshar berkata, "Ya Rasulullah! mengapa engkau tidak mengangkat saya sebagai pegawai sebagaimana engkau juga mengangkat si fulan itu?" Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya sesudahku nanti kalian semua akan menemui orang yang mementingkan diri sendiri. Oleh karena itu bersabarlah, sehingga kalian semua bertemu aku di telaga."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (3792, 7057); Muslim (1845)].


Penjelasan hadits:


Dikatakan bahwa relevansi antara jawaban dan pertanyaan dalam hadits ini ialah bahwa di antara kebiasaan seorang pegawai ialah mementingkan diri sendiri kecuali orang yang dilindungi oleh Allah Ta’ala. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mengkhawatirkan orang tersebut mengalami apa yang akan terjadi pada raja-raja pada periode sesudahnya yang mementingkan orang-orang yang mempunyai hak. Ini termasuk di antara mu'jizat-mu'jizat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam. Dan kenyataannya memang terjadi sebagaimana yang beliau sabdakan.


29/53.
Dari Abu Ibrahim, Abdullah bin Abi Aufa radhiyallahu'anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam pada suatu hari di waktu beliau bertemu dengan musuh, beliau menantikan sehingga matahari condong, lalu beliau berdiri didepan banyak orang kemudian bersabda, "Hai sekalian manusia! Janganlah kalian semua mengharapkan bertemu musuh dan mohonlah kepada Allah akan diberi keselamatan. Akan tetapi, jika kalian semua telah bertemu musuh, maka bersabarlah. Ketahuilah bahwa syurga itu berada dibawah naungan pedang."


Selanjutnya Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Ya Allah yang menurunkan Kitab, yang menjalankan awan, yang memporak-porandakan pasukan musuh. Porak-porandakanlah mereka itu dan berilah kami semua kemenangan atas mereka."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (2965, 2966); Muslim (1742)].


Penjelasan hadits:


1. Terdapat anjuran berdo'a pada saat kesulitan, keluar dari daya upaya dan kekuatan, larangan berharap bertemu dengan musuh, dan perintah bersabar dan bertahan ketika bertemu musuh.


2. Terdapat motivasi untuk jihad.


3. Di dalamnya terhimpun antara melakukan sebab dan bertawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.


Sumber:

Kitab 'RIYADHUSH SHALIHIN' - Imam An-Nawawi.
Syarah: Syaikh Faishal Alu Mubarak.
Takrij: Syaikh Nasiruddin Al-Albani.
Alih bahasa: Tim Penterjemah UMMUL QURA.
Penerbit: Ummul Qura - Jkt.

1 komentar: