Bismillaahir rahmaanir rahiim
Assalamu'alaykum wa rahmatullaah wa barakaatuh.
"Innal hamdalillaah
nahmaduhu wanasta'iinuhu wanastaghfiruhu wana'uzdubillaahi minsyururi anfusinaa
waminsayyi aati 'amaalinaa mayyahdihillaahu falaa mudhillalah wamayyudlil falaa
hadiyalah."
"Asyhadu alaa ilaha
illallaah wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu warasuuluh laa nabiy ya
ba'da."
"Segala puji hanya milik
Allah 'Aza wa Jalla, kita memuji-Nya, kita memohon pertolongan kepada-Nya, kita
memohon ampun kepada-Nya, dan kita berlindung kepada-Nya dari kejelekan-kejelekan
diri kita dan kejelekan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang diberi hidayah
oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak ada seorangpun yang dapat menyesatkannya,
dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak seorangpun
yang dapat memberi hidayah kepadanya."
"Aku bersaksi bahwa tidak
ada yang patut disembah dengan haq (benar) kecuali Allah 'Aza wa Jalla saja,
dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu
'alaihi wasallam adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya. Dan tidak ada Nabi
setelahnya"
Qola Ta'ala fii Kitabul Karim: "Yaa ayyuhal ladziina aamanu taqullaaha
haqqo tuqootih walaa tamuutunna illaa wa antum muslimun."
Allah Ta'ala berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman,
bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya, dan
janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan beragama Islam."
(QS. Ali Imran: 102).
Wa qola Ta'ala: "Yaa ayyuhan naasuttaquu robbakumul ladzii kholaqokum min nafsi wa
hidah wa kholaqo minhaa dzaujaha wa batstsa minhuma rijaalan katsiiran wanisaa
a wattaqullaah alladzii tasaa aluunabihi wal arhaama innallaaha kaana 'alaikum
roqiibaa."
Dan AllahTa'ala berfirman: "Hai sekalian manusia,
bertaqwalah kepada Robb kalian yang telah menciptakan kalian dari diri yang
satu, daripadanya Allah menciptakan istrinya dan daripada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah
kepada Allah yang dengan (mempergunakan nama-Nya) kamu saling meminta satu sama
lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga
dan mengawasi kalian."
(QS. An Nisaa: 1).
Wa qola Ta'ala: "Yaa ayyuha lladziina aamanut taqullaah waquuluu qaulan sadiida
yushlih lakum a'maalakum wa yaghfir lakum dzunuubakum wamayyuti 'illaah wa
rasullahuu waqod faaza fauzan 'adzhiima."
Dan Allah Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang
beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dan katakanlah dengan perkataan yang
benar, niscaya Allah akan memperbaiki bagi kalian amal-amal kalian dan
mengampuni bagi kalian dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa mentaati Allah dan
Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar."
(QS. Al Ahzab: 70-71).
Amma ba'du,
"Fa inna ashdaqol hadiitsi kitaabullaah wa khairal hadi hadi muhammadin
shallallaahu 'alaihi wasallam wasyarril umuuri muhdatsaa tuhaa wakulla muhdatsa
tin bid'ah wakulla bid'atin dholaalah wakulla dholaalatin fiinnar."
Amma ba'du: "Sesungguhnya
sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, dan sejelek-jelek perkara
adalah yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan
setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan ada di neraka."
Ringkasan "KITAB RIYADHUSH SHALIHIN"
241. Bab Keutamaan
Ilmu.
Allah 'Aza wa Jalla
berfirman:
"Dan katakanlah, 'Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu
pengetahuan."
(QS. Thaha: 114).
Firman ini adalah salah satu dalil kemuliaan dan keagungan
ilmu, karena Nabi Shallallahu 'alaihi
wasallam tidak diperintahkan untuk meminta tambahan sesuatu pun kepada
Rabb, selain ilmu.
At-Tirmidzi dan lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda, 'Ya Allah, buatlah
aku bermanfa'at dengan (ilmu) yang Engkau ajarkan kepadaku (dengan
mengamalkannya), ajarkanlah padaku apa yang bermanfa'at bagiku, berilah aku
ilmu yang bermanfa'at bagiku, dan tambahkanlah ilmu kepadaku, segala puji bagi
Allah dalam segala kondisi, dan aku berlindung kepada Allah dari kondisi para
penghuni neraka'."
Allah 'Aza wa Jalla
berfirman:
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang
tidak mengetahui?"
(QS.Az-Zumar: 9).
Ini pertanyaan ingkari yang berarti menafikan. Yaitu, mereka
tidaklah sama.
Allah 'Aza wa Jalla
berfirman:
"Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman
di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat."
(QS. Al-Mujadilah: 11).
Yaitu, Allah 'Aza wa
Jalla mengangkat orang-orang yang berilmu di antara kaum Mukminin beberapa
derajat karena mereka menyatukan ilmu dan amal.
Allah 'Aza wa Jalla
berfirman:
"Diantara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para
ulama."
(QS. Fathir: 28).
Ibnu Abbas menafsirkan, "Di
antara makhluk-Ku yang takut kepada-Ku, hanyalah siapa yang mengetahui
keperkasaan, kemuliaan, dan kekuasaan-Ku."
Ibnu Mas'ud berkata, "Ilmu
itu bukanlah banyaknya hadits (yang dikuasai), tetapi ilmu adalah banyaknya
rasa takut."
Hasan Al-Bashri berkata, "Orang
berilmu adalah orang yang takut kepada Allah Yang Maha Pengasih meski tidak
terlihat di mata, menyukai apa yang Allah sukai, dan menahan diri dari apa yang
Allah murkai."
Setelah itu ia membaca:
"Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama."
(QS. Fathir: 28).
1/1376.
Dari Mu'awiyah radhiyallahu
'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, 'Siapa yang
dikehendaki Allah (menjadi) baik, niscaya Dia memberikan pemahaman (ilmu) agama
kepadanya'."
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih:
Al-Bukhari (71, 3316, 3641, 7312, 746); Muslim (1037)].
Penjelasan hadits:
Hadits ini secara jelas menunjukkan keutamaan orang-orang
yang berilmu di antara seluruh manusia, dan keutamaan mendalami ilmu agama di
antara seluruh ilmu yang lain.
Al-Hafizh berkata, "Konteks
hadits; siapa yang tidak mendalami agama, yaitu tidak mempelajari kaidah-kaidah
Islam atau kaidah untuk mengetahui masalah-masalah furu', ia terhalang dari
kebaikan."
2/1377.
Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu
'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, 'Tidak ada
hasad kecuali terhadap dua orang; 1) Seseorang yang diberi Allah harta, lalu
Allah memberikan kuasa kepadanya untuk menggunakannya dalam kebenaran, dan 2)
Seseorang yang diberi hikmah oleh Allah, lalu dengannya ia memutuskan perkara
dan mengajarkannya'."
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih:
Al-Bukhari (73, 1409, 7316); Muslim (816)].
Penjelasan hadits:
Yang dimaksud hasad di sini adalah ghibthah, yaitu berharap menjadi seperti orang lain.
Al-Bukhari menyebutkan; bab mengharapkan ilmu dan hikmah
seperti yang dimiliki orang lain. Umar berkata, "Dalamilah (ilmu) sebelum kalian memimpin." Al-Bukhari
kemudian menyebutkan hadits di atas.
Hasad yang disebut dalam hadits di atas maksudnya adalah ghibthah, bukan hasad tercela yang
berarti mengharapkan hilangnya nikmat dari orang lain. Hikmah yang dimaksud di
dalam hadits ini adalah Al-Qur'an. Pendapat lain menyebutkan apa pun yang
menghalangi kebodohan dan mencegah keburukan.
1/1378.
Dari Abu Musa radhiyallahu
'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, 'Perumpamaan
petunjuk dan ilmu yang dengannya aku diutus, laksana hujan yang menyiram bumi,
di antaranya ada (tanah) yang baik (subur) yang menerima air, sehingga
menumbuhkan tetumbuhan dan rerumputan yang banyak; ada (juga) tanah tandus yang
menahan air, sehingga dengannya Allah memberi manfa'at untuk manusia, mereka
meminumnya, memberi minum (hewan ternak) dan bercocok tanam; dan (ada juga)
yang hanya berupa tanah lapang yang tidak menahan air dan tidak pula
menumbuhkan tanaman. Itulah (tanah yang subur) perumpamaan orang yang mendalami
agama Allah, dan apa yang dengannya Allah mengutusku bermanfa'at baginya,
sehingga ia belajar dan mengajarkan (ilmu nya) dan itulah (tanah tandus)
perumpamaan orang yang tidak memperdulikannya, dan tidak menerima petunjuk
Allah yang dengannya Dia mengutusku'."
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih:
Al-Bukhari (79); Muslim (2282); Ahmad (4/399)].
Penjelasan hadits:
Al-Bukhari menyebutkan; bab keutamaan orang yang belajar dan
mengajarkan (ilmu). Al-Bukhari kemudian menyebutkan hadits diatas.
Sabda beliau Shallallahu
'alaihi wasallam (ajadib) artinya
tanah keras yang tidak mengeluarkan air. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menyatukan dua kelompok manusia
terpuji ini, karena sama-sama memberi manfa'at bagi orang lain, dan beliau
memisahkan kelompok ketiga yang tercela, karena tidak memberi manfa'at.
4//1379.
Dari Sahal bin Sa'ad radhiyallahu
'anhu, Nabi Shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda kepada Ali radhiyallahu
'anhu, "Demi Allah, ketika Allah
memberikan petunjuk kepada seseorang melalui (usaha)mu, maka itu lebih baik
bagimu daripada unta merah."
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih:
Al-Bukhari (4210); Muslim (2406)].
Penjelasan hadits:
Hadits ini menunjukkan keutamaan menyebarkan ilmu dan
mendakwahi manusia untuk masuk Islam.
Allah 'Aza wa Jalla
berfirman:
"Katakanlah (Muhammad), 'Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan yakin, Maha Suci Allah, dan aku
tidak termasuk orang-orang musyrik'."
(QS. Yusuf: 108).
5/1380.
Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiyallahu 'anhuma, Nabi Shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, "Sampaikanlah dariku meski satu ayat,
berceritalah tentang Bani Israil dan itu tidak mengapa, dan siapa berdusta atas
namaku dengan sengaja, maka tempatilah tempat duduknya dari neraka."
[HR. Al-Bukhari].
[Shahih:
Al-Bukhari (2461)].
Penjelasan hadits:
Hadits ini mendorong untuk mempelajari Al-Qur'an.
Sebagaimana firman Allah 'Aza
wa Jalla:
"Al-Qur'an ini diwahyukan kepadaku agar dengan itu aku memberi
peringatan kepadamu dan kepada orang yang sampai (Al-Qur'an kepadanya)."
(QS. Al-An'am: 19).
Ayat ini mengharamkan berdusta atas nama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan ancaman
neraka atas hal itu. Dusta macam ini termasuk salah satu dosa besar.
Sabda beliau Shallallahu
'alaihi wasallam, "Berceritalah
tentang Bani Israil dan itu tidak mengapa," Al-Hafizh berkata, "Yaitu tidak terlarang bagi kalian
untuk membicarakan mereka, karena sebelumnya Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam pernah
melarang untuk mengambil apa saja berita dari mereka dan membaca kitab-kitab
mereka, kemudian setelah itu ada keleluasaan. Larangan tersebut seakan-akan
berlaku sebelum hukum-hukum Islam dan kaidah-kaidah agama telah kokoh, karena
dikhawatirkan memicu fitnah. Kemudian ketika sebab larangan hilang, ada izin
untuk menceritakan berita-berita tentang Bani Israil, karena mendengarkan
berbagai kabar yang terjadi di masa mereka bisa menjadi pelajaran."
6/1381.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda, "Siapa menempuh jalan untuk menuntut
ilmu, Allah akan memudahkan jalan menuju surga untuknya."
[HR. Muslim].
[Shahih: Muslim
(2699)].
Penjelasan hadits:
Hadits ini menunjukkan keutamaan menuntut ilmu agama, dan
Allah 'Aza wa Jalla memberikan
kemudahan bagi penuntut ilmu untuk menempuh jalan ke surga.
7/1382.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda, "Siapa mengajak menuju petunjuk, ia
mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi
sedikitpun dari pahala mereka."
[HR. Muslim].
[Shahih: Muslim
(2674); Abu Dawud (4609); At-Tirmidzi (2674); dan Ibnu Majah (206)].
Penjelasan dan
intisari hadits:
1. Keutamaan menyeru (manusia) menuju petunjuk, meski hanya
dengan menjelaskan dan memperlihatkannya, entah sedikit ataupun banyak.
2. Bahwa si penyeru (da'i) akan mendapatkan pahala seperti
pahala orang yang mengamalkan petunjuk yang ia sampaikan itu. Ini merupakan
keagungan karunia Allah dan kemuliaan-Nya yang sempurna.
8/1383.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, 'Apabila anak
Adam meninggal dunia, terputuslah amalannya, kecuali dari tiga hal; sedekah
jariyah (yang pahalanya terus mengalir), ilmu yang bermanfa'at, dan anak yang
shalih yang mendo'akannya'."
[HR. Muslim].
[Shahih: Muslim
(1631)].
Penjelasan hadits:
Hadits ini menunjukkan bahwa pahala seluruh amalan terputus
setelah kematian, kecuali tiga amalan tersebut karena pahalanya terus mengalir
setelah kematian, karena manfa'atnya terus berlaku. Ketiga amalan tersebut
adalah:
1. Sedekah jariyah, seperti wakaf dan lainnya.
2. Ilmu yang bermanfa'at, seperti mengajar dan menulis buku.
3. Do'a anak yang shalih.
9/1484.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu, ia berkata, "Aku
mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Dunia itu terlaknat, semua isinya
terlaknat kecuali zikir kepada Allah dan apa pun yang mendekatinya, orang
berilmu atau orang yang belajar'."
[HR. At-Tirmidzi dan beliau mengatakan, "Hadits hasan."].
[Hasan:
At-Tirmidzi (2322), beliau berkata, "Hadits
ini hasan,"; dan Ibnu Majah (4112)].
Penjelasan hadits:
Sabda beliau, "Dan apa pun yang mendekatinya,"
maksudnya ketaatan kepada Allah.
Yang dilaknat dari dunia adalah apa saja yang melalaikan
hamba untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah 'Aza wa Jalla.
Allah 'Aza wa Jalla
berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta-bendamu dan
anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barang siapa berbuat
demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi."
(QS. Al-Munafiqun: 9).
10/1385.
Dari Anas radhiyallahu
'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, 'Siapa yang
pergi untuk menuntut ilmu maka ia berada di jalan Allah hingga kembali'."
[HR. At-Tirmidzi dan beliau mengatakan, "Hadits hasan."].
[Dhaif:
At-Tirmidzi (2647), beliau berkata, "Hadits
ini hasan." Didha'ifkan oleh Syaikh Al Bani di dalam Dha'if Al-Jami' (5580)].
Penjelasan hadits:
Kesamaan antara menuntut ilmu dan berjihad di jalan Allah
adalah sama-sama menghidupkan agama, menundukkan syaitan, meletihkan jiwa,
mengalahkan hawa nafsu dan kesenangan.
Imam Al-Bukhari menyebutkan dalam bab Pergi Menuntut Ilmu; Jabir bin Abdullah melakukan perjalanan selama
satu bulan untuk menemui Abdullah bin Unais untuk mencari satu hadits.
Al-Bukhari juga menyebutkan hadits Ibnu Abbas terkait perjalanan Musa 'Alaihissalam untuk menemui khidhir.
Hadits ini menunjukkan kegigihan para shahabat untuk
mempelajari sunnah nabawiyah.
Imam Ahmad ditanya, "Ada seseorang menuntut ilmu,
'apakah ia harus mendampingi seseorang yang punya banyak ilmu, ataukah harus
berkelana?' Imam Ahmad menjawab, 'Berkelana
untuk menulis (hadits-hadits) dari ulama-ulama berbagai negeri, menemui banyak
orang dan berguru kepada mereka'."
11/1386.
Dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu
'anhu, dari Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam, beliau bersabda, "Orang Mukmin tidak akan kenyang
kebaikan hingga berakhir di syurga."
[HR. At-Tirmidzi dan beliau mengatakan, "Hadits hasan."].
[Dha'if:
At-Tirmidzi (2686). Beliau berkata, "Hadits
ini hasan." Didha'ifkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Dha'if Al-Jami' (4783)].
Penjelasan hadits:
Sabda beliau, "Orang mukmin tidak akan kenyang
kebaikan," yaitu dari segala sesuatu yang mendekatkan diri kepada
Allah, dan yang paling mulia adalah ilmu agama.
Disebutkan dalam atsar; "Dua
orang yang tidak pernah kenyang dan keduanya tidak sama; penuntut ilmu dan
pencari dunia."
12/1387.
Dari Abu Umamah radhiyallahu
'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda, "Keutamaan orang yang berilmu atas ahli
ibadah laksana keutamaanku atas orang yang paling rendah di antara
kalian." Setelah itu Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sungguh, Allah, para malaikat-Nya,
para penghuni langit dan bumi, bahkan semut dilubangnya, dan bahkan ikan pun
mendo'akan orang yang mengajarkan kebaikan pada manusia."
[HR. At-Tirmidzi. Ia berkata, "Hadits hasan"].
[Shahih:
At-Tirmidzi (2685). Beliau berkata, "Hadits
ini hasan." Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalama Shahih Al-Jami' (4213)].
Penjelasan hadits:
Hadits ini menunjukkan besarnya kemuliaan orang-orang
berilmu yang mempelajari ilmu dan menunaikan hak ilmu; diamalkan,
dimanfa'atkan, ditunjukkan kepada orang lain, dan hak-hak ilmu yang bermanfa'at
lainnya. Dan kedudukan mereka laksana para nabi.
13/1388.
Dari Abu Darda' radhiyallahu
'anhu, ia berkata, "Aku
mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Siapa menempuh suatu jalan untuk menuntut
ilmu, Allah memudahkan jalan menuju syurga untuknya. Sungguh, para malaikat
meletakkan sayap-sayap mereka untuk penuntut ilmu karena senang dengan apa yang
ia lakukan. Sungguh, orang berilmu itu dimintakan ampun oleh siapa pun yang
berada di langit dan siapa pun yang berada di bumi, bahkan ikan-ikan di air.
Keutamaan orang berilmu atas ahli ibadah laksana keutamaan bulan atas seluruh
bintang-bintang. Ulama itu pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar
ataupun dirham, mereka hanya mewariskan ilmu. Maka siapa yang mengambil (ilmu),
ia mengambil bagian yang banyak'."
[HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi].
[Shahih: Abu
Dawud (3641); At-Tirmidzi (2682)].
Penjelasan hadits:
Sabda beliau, "Ulama itu pewaris para nabi,"
yaitu dalam hal ilmu, amal, dan kesempurnaan. Ini hanya berlaku bagi orang yang
jernih ilmu dan amalnya, terhindar dari kecenderungan terhadap syahwat-syahwat
tercela.
Hasan berkata, "Siapa
menuntut ilmu demi menginginkan apa yang ada di sisi Allah, maka ilmu itu lebih
baik baginya daripada dunia yang disinari matahari (seisinya)."
Asy-Syafi'i berkata, "Menuntut
ilmu lebih baik daripada shalat nafilah."
14/1389.
Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu
'anhu, ia berkata, "Aku mendengar
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Semoga Allah membahagiakan orang yang mendengarkan sesuatu dari kami,
lalu ia sampaikan seperti yang ia dengar, karena mungkin orang yang diberitahu
lebih memahami daripada orang yang mendengar'."
[HR. At-Tirmidzi. Ia berkata, "Hadits ini hasan shahih."].
[Shahih: Ahmad
(1/437); At-Tirmidzi (2657); dan Ibnu Majah (230). Dishahihkan oleh Syaikh
Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami'
(6763)].
Penjelasan hadits:
Sabda beliau Shallallahu
'alaihi wasallam (nadhdharallahu
imra'an) artinya semoga Allah membahagiakannya.
Makna asal nadhdharah
adalah air muka yang baik dan bersinar, dan yang dimaksud adalah akhlak dan
kedudukan yang baik. Demikian yang dijelaskan dalam An-Nihayah.
Sebagian orang mengatakan, "Aku melihat keceriaan di wajah para ahli hadits."
Sebagai isyarat bahwa do'a mereka dikabulkan.
Hadits ini menunjukkan keutamaan orang yang menghafal
lafal-lafal sunnah dengan baik.
Asy-Syafi'i dan lainnya meriwayatkan, "Semoga Allah membahagiakan
orang yang mendengarkan perkataanku lalu ia hafal dan jaga, karena mungkin saja
orang yang menghafal suatu pemahaman bukan orang yang mendalam pemahamannya,
dan mungkin saja orang yang menghafal suatu pemahaman menyampaikan pemahaman
pada orang yang lebih paham darinya."
15/1390.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, 'Siapa
ditanya tentang suatu ilmu lalu menyembunyikannya, maka pada hari Kiamat diikat
dengan tali kekang dari api'."
[HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi. At-Tirmidzi berkata, "Hadits ini hasan"].
[Shahih: Abu
Dawud (3657); At-Tirmidzi (2649); dan Ibnu Majah (261). Dishahihkan oleh Syaikh
Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami'
(6284)].
Penjelasan hadits:
Hadits ini menunjukkan ancaman keras bagi orang yang
menyembunyikan ilmu syar'i demi tujuan dunia.
Allah 'Aza wa Jalla
berfirman:
"Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah
diturunkan Allah, yaitu Kitab, dan menjualnya dengan harga murah, mereka hanya
menelan api nerakan ke dalam perutnya, dan Allah tidak akan menyapa mereka pada
hari Kiamat, dan tidak akan menyucikan mereka. Mereka akan mendapat azab yang
sangat pedih."
(QS. Al-Baqarah: 174).
16/1391.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, 'Siapa
mempelajari suatu ilmu yang (seharusnya) untuk mencari wajah Allah 'Aza wa
Jalla, (tetapi) ia mempelajarinya hanya demi mendapatkan harta benda dunia, ia
tidak mendapatkan aroma surga pada hari Kiamat'."
[HR. Abu Dawud dengan sanad yang shahih].
[Shahih: Abu
Dawud (3664); Ibnu Majah (252). Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami' (6159)].
Penjelasan hadits:
Hadits ini menunjukkan peringatan keras terhadap siapa pun
yang mempelajari ilmu-ilmu agama dengan maksud untuk mencari dunia.
Allah 'Aza wa Jalla
berfirman:
"Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti
Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaaan mereka di dunia (dengan sempurna)
dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak
memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang
telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka
kerjakan."
(QS. Hud: 15-16).
17/1392.
Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiyallahu 'anhuma, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Sungguh, Allah tidak mencabut ilmu dengan
mencabutnya dari manusia, tetapi Dia mencabut ilmu dengan mewafatkan ulama,
hingga ketika tidak tersisa seorang alim pun, orang-orang mengangkat
pemimpin-pemimpin yang bodoh. Mereka ditanya lantas mereka memberikan jawaban
tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan'."
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih:
Al-Bukhari (100); Muslim (2673); dan At-Tirmidzi (2652)].
Penjelasan hadits:
Al-Bukhari menyebutkan; bab bagaimana ilmu dicabut.
Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada Abu Bakar bin
Hazm; "Carilah hadits-hadits
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, lalu tulislah, karena aku khawatir
ilmu akan menghilang dan ulama lenyap. Dan janganlah engkau menerima selain
hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, dan hendaklah mereka (ulama)
menyebarkan ilmu dan duduk untuk mengajari orang yang tidak tahu, karena ilmu
tidak akan binasa hingga ia disembunyikan." Al-Bukhari selanjutnya
menyebutkan hadits di atas.
Al-Hafizh menjelaskan, "Hadits
ini mendorong untuk menghafal ilmu dan larangan mengangkat orang-orang bodoh
menjadi pemimpin."
Hadits ini menunjukkan bahwa fatwa adalah kepemimpinan
hakiki, dan juga celaan orang yang memberikan fatwa tanpa ilmu.
Al-Bukhari juga menyebutkan; bab diangkatnya ilmu dan
menyebarnya kebodohan.
Rabi'ah berkata, "Tidak
patut bagi siapa pun yang memiliki suatu ilmu untuk menyia-nyiakan
dirinya." Al-Bukhari selanjutnya menyebutkan hadits Anas radhiyallahu 'anhu; ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda, 'Sungguh, di antara
tanda-tanda Kiamat adalah ilmu diangkat, kebodohan bertahan, khamar diminum dan
perzinaan tampak terang-terangan'."
Al-Hafizh menjelaskan, "Maksud
perkataan Rabi'ah adalah siapa memiliki pemahaman dan keahlian untuk belajar
dan mengajarkan ilmu maka tidak sepatutnya membiarkan diri (menganggur) dan
tidak mengajarkan ilmu. Yang demikian itu agar tidak menyebabkan dicabutnya
ilmu.
Atau yang dimaksud
adalah dorongan untuk menyebarkan ilmu pada ahlinya agar seorang alim tidak
meninggal dunia sebelum itu, agar hal itu tidak menyebabkan tercabutnya ilmu.
Atau yang dimaksud
adalah seorang alim seyogianya memperkenalkan diri agar orang-orang menimba
ilmu darinya, agar ilmunya tidak hilang.
Ada juga yang
menyatakan, maksudnya adalah mengagungkan dan menghormati ilmu. Dengan begitu,
seorang alim tidak merendahkan diri dengan menjadikan ilmu sebagai sarana untuk
meraih dunia. Makna ini bagus, hanya saja yang sesuai dengan bab penulis adalah
makna sebelumnya."
Demikian penuturan Al-Hafizh Ibnu Hajar.
Wallahu Ta'ala a'lam.
Wassalamu'alaykum wa rahmatullah wa barakatuh.
Sumber:
Kitab 'RIYADHUSH SHALIHIN' - Imam
An-Nawawi.
Syarah: Syaikh Faishal Alu
Mubarak.
Takrij: Syaikh Nasiruddin
Al-Albani.
Alih bahasa: Tim Penterjemah
UMMUL QURA.
Penerbit: Ummul Qura - Jkt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar