AHLAN WA SAHLAN YA IKHWAH...
Sedikit kata untuk kita renungkan bersama...

Selasa, 12 Januari 2016

KITAB RIYADHUSH SHALIHIN, Bab Keutamaan Ilmu Syar'i

Bismillaahir rahmaanir rahiim
Assalamu'alaykum wa rahmatullaah wa barakaatuh.


"Innal hamdalillaah nahmaduhu wanasta'iinuhu wanastaghfiruhu wana'uzdubillaahi minsyururi anfusinaa waminsayyi aati 'amaalinaa mayyahdihillaahu falaa mudhillalah wamayyudlil falaa hadiyalah."


"Asyhadu alaa ilaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu warasuuluh laa nabiy ya ba'da."


"Segala puji hanya milik Allah 'Aza wa Jalla, kita memuji-Nya, kita memohon pertolongan kepada-Nya, kita memohon ampun kepada-Nya, dan kita berlindung kepada-Nya dari kejelekan-kejelekan diri kita dan kejelekan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak ada seorangpun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak seorangpun yang dapat memberi hidayah kepadanya."


"Aku bersaksi bahwa tidak ada yang patut disembah dengan haq (benar) kecuali Allah 'Aza wa Jalla saja, dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya. Dan tidak ada Nabi setelahnya"


Qola Ta'ala fii Kitabul Karim: "Yaa ayyuhal ladziina aamanu taqullaaha haqqo tuqootih walaa tamuutunna illaa wa antum muslimun."


Allah Ta'ala berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan beragama Islam."
(QS. Ali Imran: 102).


Wa qola Ta'ala: "Yaa ayyuhan naasuttaquu robbakumul ladzii kholaqokum min nafsi wa hidah wa kholaqo minhaa dzaujaha wa batstsa minhuma rijaalan katsiiran wanisaa a wattaqullaah alladzii tasaa aluunabihi wal arhaama innallaaha kaana 'alaikum roqiibaa."


Dan AllahTa'ala berfirman: "Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Robb kalian yang telah menciptakan kalian dari diri yang satu, daripadanya Allah menciptakan istrinya dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan nama-Nya) kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian."
(QS. An Nisaa: 1).


Wa qola Ta'ala: "Yaa ayyuha lladziina aamanut taqullaah waquuluu qaulan sadiida yushlih lakum a'maalakum wa yaghfir lakum dzunuubakum wamayyuti 'illaah wa rasullahuu waqod faaza fauzan 'adzhiima."


Dan Allah Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dan katakanlah dengan perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki bagi kalian amal-amal kalian dan mengampuni bagi kalian dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar."
(QS. Al Ahzab: 70-71).


Amma ba'du, "Fa inna ashdaqol hadiitsi kitaabullaah wa khairal hadi hadi muhammadin shallallaahu 'alaihi wasallam wasyarril umuuri muhdatsaa tuhaa wakulla muhdatsa tin bid'ah wakulla bid'atin dholaalah wakulla dholaalatin fiinnar."


Amma ba'du: "Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan ada di neraka."


Ringkasan "KITAB RIYADHUSH SHALIHIN"


241. Bab Keutamaan Ilmu.


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Dan katakanlah, 'Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."
(QS. Thaha: 114).


Firman ini adalah salah satu dalil kemuliaan dan keagungan ilmu, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam tidak diperintahkan untuk meminta tambahan sesuatu pun kepada Rabb, selain ilmu.


At-Tirmidzi dan lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Ya Allah, buatlah aku bermanfa'at dengan (ilmu) yang Engkau ajarkan kepadaku (dengan mengamalkannya), ajarkanlah padaku apa yang bermanfa'at bagiku, berilah aku ilmu yang bermanfa'at bagiku, dan tambahkanlah ilmu kepadaku, segala puji bagi Allah dalam segala kondisi, dan aku berlindung kepada Allah dari kondisi para penghuni neraka'."


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?"
(QS.Az-Zumar: 9).


Ini pertanyaan ingkari yang berarti menafikan. Yaitu, mereka tidaklah sama.


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat."
(QS. Al-Mujadilah: 11).


Yaitu, Allah 'Aza wa Jalla mengangkat orang-orang yang berilmu di antara kaum Mukminin beberapa derajat karena mereka menyatukan ilmu dan amal.


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Diantara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama."
(QS. Fathir: 28).


Ibnu Abbas menafsirkan, "Di antara makhluk-Ku yang takut kepada-Ku, hanyalah siapa yang mengetahui keperkasaan, kemuliaan, dan kekuasaan-Ku."


Ibnu Mas'ud berkata, "Ilmu itu bukanlah banyaknya hadits (yang dikuasai), tetapi ilmu adalah banyaknya rasa takut."


Hasan Al-Bashri berkata, "Orang berilmu adalah orang yang takut kepada Allah Yang Maha Pengasih meski tidak terlihat di mata, menyukai apa yang Allah sukai, dan menahan diri dari apa yang Allah murkai."
Setelah itu ia membaca:
"Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama." (QS. Fathir: 28).


1/1376.
Dari Mu'awiyah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Siapa yang dikehendaki Allah (menjadi) baik, niscaya Dia memberikan pemahaman (ilmu) agama kepadanya'."
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih: Al-Bukhari (71, 3316, 3641, 7312, 746); Muslim (1037)].


Penjelasan hadits:


Hadits ini secara jelas menunjukkan keutamaan orang-orang yang berilmu di antara seluruh manusia, dan keutamaan mendalami ilmu agama di antara seluruh ilmu yang lain.


Al-Hafizh berkata, "Konteks hadits; siapa yang tidak mendalami agama, yaitu tidak mempelajari kaidah-kaidah Islam atau kaidah untuk mengetahui masalah-masalah furu', ia terhalang dari kebaikan."


2/1377.
Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Tidak ada hasad kecuali terhadap dua orang; 1) Seseorang yang diberi Allah harta, lalu Allah memberikan kuasa kepadanya untuk menggunakannya dalam kebenaran, dan 2) Seseorang yang diberi hikmah oleh Allah, lalu dengannya ia memutuskan perkara dan mengajarkannya'."
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih: Al-Bukhari (73, 1409, 7316); Muslim (816)].


Penjelasan hadits:


Yang dimaksud hasad di sini adalah ghibthah, yaitu berharap menjadi seperti orang lain.


Al-Bukhari menyebutkan; bab mengharapkan ilmu dan hikmah seperti yang dimiliki orang lain. Umar berkata, "Dalamilah (ilmu) sebelum kalian memimpin." Al-Bukhari kemudian menyebutkan hadits di atas.


Hasad yang disebut dalam hadits di atas maksudnya adalah ghibthah, bukan hasad tercela yang berarti mengharapkan hilangnya nikmat dari orang lain. Hikmah yang dimaksud di dalam hadits ini adalah Al-Qur'an. Pendapat lain menyebutkan apa pun yang menghalangi kebodohan dan mencegah keburukan.


1/1378.
Dari Abu Musa radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang dengannya aku diutus, laksana hujan yang menyiram bumi, di antaranya ada (tanah) yang baik (subur) yang menerima air, sehingga menumbuhkan tetumbuhan dan rerumputan yang banyak; ada (juga) tanah tandus yang menahan air, sehingga dengannya Allah memberi manfa'at untuk manusia, mereka meminumnya, memberi minum (hewan ternak) dan bercocok tanam; dan (ada juga) yang hanya berupa tanah lapang yang tidak menahan air dan tidak pula menumbuhkan tanaman. Itulah (tanah yang subur) perumpamaan orang yang mendalami agama Allah, dan apa yang dengannya Allah mengutusku bermanfa'at baginya, sehingga ia belajar dan mengajarkan (ilmu nya) dan itulah (tanah tandus) perumpamaan orang yang tidak memperdulikannya, dan tidak menerima petunjuk Allah yang dengannya Dia mengutusku'."
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih: Al-Bukhari (79); Muslim (2282); Ahmad (4/399)].


Penjelasan hadits:


Al-Bukhari menyebutkan; bab keutamaan orang yang belajar dan mengajarkan (ilmu). Al-Bukhari kemudian menyebutkan hadits diatas.


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam (ajadib) artinya tanah keras yang tidak mengeluarkan air. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menyatukan dua kelompok manusia terpuji ini, karena sama-sama memberi manfa'at bagi orang lain, dan beliau memisahkan kelompok ketiga yang tercela, karena tidak memberi manfa'at.


4//1379.
Dari Sahal bin Sa'ad radhiyallahu 'anhu, Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada Ali radhiyallahu 'anhu, "Demi Allah, ketika Allah memberikan petunjuk kepada seseorang melalui (usaha)mu, maka itu lebih baik bagimu daripada unta merah."
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih: Al-Bukhari (4210); Muslim (2406)].


Penjelasan hadits:


Hadits ini menunjukkan keutamaan menyebarkan ilmu dan mendakwahi manusia untuk masuk Islam.


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Katakanlah (Muhammad), 'Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan yakin, Maha Suci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik'."
(QS. Yusuf: 108).


5/1380.
Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiyallahu 'anhuma, Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sampaikanlah dariku meski satu ayat, berceritalah tentang Bani Israil dan itu tidak mengapa, dan siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka tempatilah tempat duduknya dari neraka."
[HR. Al-Bukhari].
[Shahih: Al-Bukhari (2461)].


Penjelasan hadits:


Hadits ini mendorong untuk mempelajari Al-Qur'an.


Sebagaimana firman Allah 'Aza wa Jalla:


"Al-Qur'an ini diwahyukan kepadaku agar dengan itu aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang yang sampai (Al-Qur'an kepadanya)."
(QS. Al-An'am: 19).


Ayat ini mengharamkan berdusta atas nama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan ancaman neraka atas hal itu. Dusta macam ini termasuk salah satu dosa besar.


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam, "Berceritalah tentang Bani Israil dan itu tidak mengapa," Al-Hafizh berkata, "Yaitu tidak terlarang bagi kalian untuk membicarakan mereka, karena sebelumnya Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam pernah melarang untuk mengambil apa saja berita dari mereka dan membaca kitab-kitab mereka, kemudian setelah itu ada keleluasaan. Larangan tersebut seakan-akan berlaku sebelum hukum-hukum Islam dan kaidah-kaidah agama telah kokoh, karena dikhawatirkan memicu fitnah. Kemudian ketika sebab larangan hilang, ada izin untuk menceritakan berita-berita tentang Bani Israil, karena mendengarkan berbagai kabar yang terjadi di masa mereka bisa menjadi pelajaran."


6/1381.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, Allah akan memudahkan jalan menuju surga untuknya."
[HR. Muslim].
[Shahih: Muslim (2699)].


Penjelasan hadits:


Hadits ini menunjukkan keutamaan menuntut ilmu agama, dan Allah 'Aza wa Jalla memberikan kemudahan bagi penuntut ilmu untuk menempuh jalan ke surga.


7/1382.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Siapa mengajak menuju petunjuk, ia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala mereka."
[HR. Muslim].
[Shahih: Muslim (2674); Abu Dawud (4609); At-Tirmidzi (2674); dan Ibnu Majah (206)].


Penjelasan dan intisari hadits:


1. Keutamaan menyeru (manusia) menuju petunjuk, meski hanya dengan menjelaskan dan memperlihatkannya, entah sedikit ataupun banyak.

2. Bahwa si penyeru (da'i) akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengamalkan petunjuk yang ia sampaikan itu. Ini merupakan keagungan karunia Allah dan kemuliaan-Nya yang sempurna.


8/1383.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Apabila anak Adam meninggal dunia, terputuslah amalannya, kecuali dari tiga hal; sedekah jariyah (yang pahalanya terus mengalir), ilmu yang bermanfa'at, dan anak yang shalih yang mendo'akannya'."
[HR. Muslim].
[Shahih: Muslim (1631)].


Penjelasan hadits:


Hadits ini menunjukkan bahwa pahala seluruh amalan terputus setelah kematian, kecuali tiga amalan tersebut karena pahalanya terus mengalir setelah kematian, karena manfa'atnya terus berlaku. Ketiga amalan tersebut adalah:


1. Sedekah jariyah, seperti wakaf dan lainnya.

2. Ilmu yang bermanfa'at, seperti mengajar dan menulis buku.

3. Do'a anak yang shalih.


9/1484.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Dunia itu terlaknat, semua isinya terlaknat kecuali zikir kepada Allah dan apa pun yang mendekatinya, orang berilmu atau orang yang belajar'."
[HR. At-Tirmidzi dan beliau mengatakan, "Hadits hasan."].
[Hasan: At-Tirmidzi (2322), beliau berkata, "Hadits ini hasan,"; dan Ibnu Majah (4112)].


Penjelasan hadits:


Sabda beliau, "Dan apa pun yang mendekatinya," maksudnya ketaatan kepada Allah.


Yang dilaknat dari dunia adalah apa saja yang melalaikan hamba untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah 'Aza wa Jalla.


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta-bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barang siapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi."
(QS. Al-Munafiqun: 9).


10/1385.
Dari Anas radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Siapa yang pergi untuk menuntut ilmu maka ia berada di jalan Allah hingga kembali'."
[HR. At-Tirmidzi dan beliau mengatakan, "Hadits hasan."].
[Dhaif: At-Tirmidzi (2647), beliau berkata, "Hadits ini hasan." Didha'ifkan oleh Syaikh Al Bani di dalam Dha'if Al-Jami'  (5580)].


Penjelasan hadits:


Kesamaan antara menuntut ilmu dan berjihad di jalan Allah adalah sama-sama menghidupkan agama, menundukkan syaitan, meletihkan jiwa, mengalahkan hawa nafsu dan kesenangan.


Imam Al-Bukhari menyebutkan dalam bab Pergi Menuntut Ilmu; Jabir bin Abdullah melakukan perjalanan selama satu bulan untuk menemui Abdullah bin Unais untuk mencari satu hadits. Al-Bukhari juga menyebutkan hadits Ibnu Abbas terkait perjalanan Musa 'Alaihissalam untuk menemui khidhir.


Hadits ini menunjukkan kegigihan para shahabat untuk mempelajari sunnah nabawiyah.


Imam Ahmad ditanya, "Ada seseorang menuntut ilmu, 'apakah ia harus mendampingi seseorang yang punya banyak ilmu, ataukah harus berkelana?' Imam Ahmad menjawab, 'Berkelana untuk menulis (hadits-hadits) dari ulama-ulama berbagai negeri, menemui banyak orang dan berguru kepada mereka'."


11/1386.
Dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu, dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda, "Orang Mukmin tidak akan kenyang kebaikan hingga berakhir di syurga."
[HR. At-Tirmidzi dan beliau mengatakan, "Hadits hasan."].
[Dha'if: At-Tirmidzi (2686). Beliau berkata, "Hadits ini hasan." Didha'ifkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Dha'if Al-Jami' (4783)].


Penjelasan hadits:


Sabda beliau, "Orang mukmin tidak akan kenyang kebaikan," yaitu dari segala sesuatu yang mendekatkan diri kepada Allah, dan yang paling mulia adalah ilmu agama.


Disebutkan dalam atsar; "Dua orang yang tidak pernah kenyang dan keduanya tidak sama; penuntut ilmu dan pencari dunia."


12/1387.
Dari Abu Umamah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Keutamaan orang yang berilmu atas ahli ibadah laksana keutamaanku atas orang yang paling rendah di antara kalian." Setelah itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sungguh, Allah, para malaikat-Nya, para penghuni langit dan bumi, bahkan semut dilubangnya, dan bahkan ikan pun mendo'akan orang yang mengajarkan kebaikan pada manusia."
[HR. At-Tirmidzi. Ia berkata, "Hadits hasan"].
[Shahih: At-Tirmidzi (2685). Beliau berkata, "Hadits ini hasan." Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalama Shahih Al-Jami' (4213)].


Penjelasan hadits:


Hadits ini menunjukkan besarnya kemuliaan orang-orang berilmu yang mempelajari ilmu dan menunaikan hak ilmu; diamalkan, dimanfa'atkan, ditunjukkan kepada orang lain, dan hak-hak ilmu yang bermanfa'at lainnya. Dan kedudukan mereka laksana para nabi.


13/1388.
Dari Abu Darda' radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Siapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, Allah memudahkan jalan menuju syurga untuknya. Sungguh, para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka untuk penuntut ilmu karena senang dengan apa yang ia lakukan. Sungguh, orang berilmu itu dimintakan ampun oleh siapa pun yang berada di langit dan siapa pun yang berada di bumi, bahkan ikan-ikan di air. Keutamaan orang berilmu atas ahli ibadah laksana keutamaan bulan atas seluruh bintang-bintang. Ulama itu pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar ataupun dirham, mereka hanya mewariskan ilmu. Maka siapa yang mengambil (ilmu), ia mengambil bagian yang banyak'."
[HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi].
[Shahih: Abu Dawud (3641); At-Tirmidzi (2682)].


Penjelasan hadits:


Sabda beliau, "Ulama itu pewaris para nabi," yaitu dalam hal ilmu, amal, dan kesempurnaan. Ini hanya berlaku bagi orang yang jernih ilmu dan amalnya, terhindar dari kecenderungan terhadap syahwat-syahwat tercela.


Hasan berkata, "Siapa menuntut ilmu demi menginginkan apa yang ada di sisi Allah, maka ilmu itu lebih baik baginya daripada dunia yang disinari matahari (seisinya)."


Asy-Syafi'i berkata, "Menuntut ilmu lebih baik daripada shalat nafilah."


14/1389.
Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Semoga Allah membahagiakan orang yang mendengarkan sesuatu dari kami, lalu ia sampaikan seperti yang ia dengar, karena mungkin orang yang diberitahu lebih memahami daripada orang yang mendengar'."
[HR. At-Tirmidzi. Ia berkata, "Hadits ini hasan shahih."].
[Shahih: Ahmad (1/437); At-Tirmidzi (2657); dan Ibnu Majah (230). Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami' (6763)].


Penjelasan hadits:


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam (nadhdharallahu imra'an) artinya semoga Allah membahagiakannya.
Makna asal nadhdharah adalah air muka yang baik dan bersinar, dan yang dimaksud adalah akhlak dan kedudukan yang baik. Demikian yang dijelaskan dalam An-Nihayah.


Sebagian orang mengatakan, "Aku melihat keceriaan di wajah para ahli hadits." Sebagai isyarat bahwa do'a mereka dikabulkan.


Hadits ini menunjukkan keutamaan orang yang menghafal lafal-lafal sunnah dengan baik.


Asy-Syafi'i dan lainnya meriwayatkan, "Semoga Allah membahagiakan orang yang mendengarkan perkataanku lalu ia hafal dan jaga, karena mungkin saja orang yang menghafal suatu pemahaman bukan orang yang mendalam pemahamannya, dan mungkin saja orang yang menghafal suatu pemahaman menyampaikan pemahaman pada orang yang lebih paham darinya."


15/1390.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Siapa ditanya tentang suatu ilmu lalu menyembunyikannya, maka pada hari Kiamat diikat dengan tali kekang dari api'."
[HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi. At-Tirmidzi berkata, "Hadits ini hasan"].
[Shahih: Abu Dawud (3657); At-Tirmidzi (2649); dan Ibnu Majah (261). Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami' (6284)].


Penjelasan hadits:


Hadits ini menunjukkan ancaman keras bagi orang yang menyembunyikan ilmu syar'i demi tujuan dunia.


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Kitab, dan menjualnya dengan harga murah, mereka hanya menelan api nerakan ke dalam perutnya, dan Allah tidak akan menyapa mereka pada hari Kiamat, dan tidak akan menyucikan mereka. Mereka akan mendapat azab yang sangat pedih."
(QS. Al-Baqarah: 174).


16/1391.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Siapa mempelajari suatu ilmu yang (seharusnya) untuk mencari wajah Allah 'Aza wa Jalla, (tetapi) ia mempelajarinya hanya demi mendapatkan harta benda dunia, ia tidak mendapatkan aroma surga pada hari Kiamat'."
[HR. Abu Dawud dengan sanad yang shahih].
[Shahih: Abu Dawud (3664); Ibnu Majah (252). Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami' (6159)].


Penjelasan hadits:


Hadits ini menunjukkan peringatan keras terhadap siapa pun yang mempelajari ilmu-ilmu agama dengan maksud untuk mencari dunia.


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan."
(QS. Hud: 15-16).


17/1392.
Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiyallahu 'anhuma, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Sungguh, Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari manusia, tetapi Dia mencabut ilmu dengan mewafatkan ulama, hingga ketika tidak tersisa seorang alim pun, orang-orang mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh. Mereka ditanya lantas mereka memberikan jawaban tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan'."
[Muttafaqun 'alaih].
[Shahih: Al-Bukhari (100); Muslim (2673); dan At-Tirmidzi (2652)].


Penjelasan hadits:


Al-Bukhari menyebutkan; bab bagaimana ilmu dicabut.


Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada Abu Bakar bin Hazm; "Carilah hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, lalu tulislah, karena aku khawatir ilmu akan menghilang dan ulama lenyap. Dan janganlah engkau menerima selain hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, dan hendaklah mereka (ulama) menyebarkan ilmu dan duduk untuk mengajari orang yang tidak tahu, karena ilmu tidak akan binasa hingga ia disembunyikan." Al-Bukhari selanjutnya menyebutkan hadits di atas.


Al-Hafizh menjelaskan, "Hadits ini mendorong untuk menghafal ilmu dan larangan mengangkat orang-orang bodoh menjadi pemimpin."


Hadits ini menunjukkan bahwa fatwa adalah kepemimpinan hakiki, dan juga celaan orang yang memberikan fatwa tanpa ilmu.


Al-Bukhari juga menyebutkan; bab diangkatnya ilmu dan menyebarnya kebodohan.
Rabi'ah berkata, "Tidak patut bagi siapa pun yang memiliki suatu ilmu untuk menyia-nyiakan dirinya." Al-Bukhari selanjutnya menyebutkan hadits Anas radhiyallahu 'anhu; ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Sungguh, di antara tanda-tanda Kiamat adalah ilmu diangkat, kebodohan bertahan, khamar diminum dan perzinaan tampak terang-terangan'."


Al-Hafizh menjelaskan, "Maksud perkataan Rabi'ah adalah siapa memiliki pemahaman dan keahlian untuk belajar dan mengajarkan ilmu maka tidak sepatutnya membiarkan diri (menganggur) dan tidak mengajarkan ilmu. Yang demikian itu agar tidak menyebabkan dicabutnya ilmu.


Atau yang dimaksud adalah dorongan untuk menyebarkan ilmu pada ahlinya agar seorang alim tidak meninggal dunia sebelum itu, agar hal itu tidak menyebabkan tercabutnya ilmu.


Atau yang dimaksud adalah seorang alim seyogianya memperkenalkan diri agar orang-orang menimba ilmu darinya, agar ilmunya tidak hilang.


Ada juga yang menyatakan, maksudnya adalah mengagungkan dan menghormati ilmu. Dengan begitu, seorang alim tidak merendahkan diri dengan menjadikan ilmu sebagai sarana untuk meraih dunia. Makna ini bagus, hanya saja yang sesuai dengan bab penulis adalah makna sebelumnya."
Demikian penuturan Al-Hafizh Ibnu Hajar.


Wallahu Ta'ala a'lam.
Wassalamu'alaykum wa rahmatullah wa barakatuh.


Sumber:

Kitab 'RIYADHUSH SHALIHIN' - Imam An-Nawawi.
Syarah: Syaikh Faishal Alu Mubarak.
Takrij: Syaikh Nasiruddin Al-Albani.
Alih bahasa: Tim Penterjemah UMMUL QURA.

Penerbit: Ummul Qura - Jkt.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar