AHLAN WA SAHLAN YA IKHWAH...
Sedikit kata untuk kita renungkan bersama...

Minggu, 04 September 2016

Ringkasan Kitab Syarah "HADITS ARBA'IN AN NAWAWI" Rahimahullaahu Ta'ala, Hadits Ke-29


Bismillaahir rahmaanir rahiim
Assalamu'alaykum wa rahmatullaah wa barakaatuh.


"Innal hamdalillaah nahmaduhu wanasta'iinuhu wanastaghfiruhu wana'uzdubillaahi minsyururi anfusinaa waminsayyi aati 'amaalinaa mayyahdihillaahu falaa mudhillalah wamayyudlil falaa hadiyalah."


"Asyhadu alaa ilaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu warasuuluh laa nabiy ya ba'da."


"Segala puji hanya milik Allah 'Aza wa Jalla, kita memuji-Nya, kita memohon pertolongan kepada-Nya, kita memohon ampun kepada-Nya, dan kita berlindung kepada-Nya dari kejelekan-kejelekan diri kita dan kejelekan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak ada seorangpun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak seorangpun yang dapat memberi hidayah kepadanya."


"Aku bersaksi bahwa tidak ada yang patut disembah dengan haq (benar) kecuali Allah 'Aza wa Jalla saja, dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya. Dan tidak ada Nabi setelahnya"


Qola Allaahu Ta'ala fii Kitabul Karim: "Yaa ayyuhal ladziina aamanu taqullaaha haqqo tuqootih walaa tamuutunna illaa wa antum muslimun."


Allah Ta'ala berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan beragama Islam."
(QS. Ali Imran: 102).


Wa qola Allaahu Ta'ala: "Yaa ayyuhan naasuttaquu robbakumul ladzii kholaqokum min nafsi wa hidah wa kholaqo minhaa dzaujaha wa batstsa minhuma rijaalan katsiiran wanisaa a wattaqullaah alladzii tasaa aluunabihi wal arhaama innallaaha kaana 'alaikum roqiibaa."


Dan AllahTa'ala berfirman: "Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Robb kalian yang telah menciptakan kalian dari diri yang satu, daripadanya Allah menciptakan istrinya dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan nama-Nya) kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian."
(QS. An Nisaa: 1).


Wa qola Allaahu Ta'ala: "Yaa ayyuhal ladziina aamanut taqullaah waquuluu qaulan sadiida yushlih lakum a'maalakum wa yaghfir lakum dzunuubakum wamayyuti 'illaah wa rasullahuu waqod faaza fauzan 'adzhiima."


Dan Allah Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dan katakanlah dengan perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki bagi kalian amal-amal kalian dan mengampuni bagi kalian dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar."
(QS. Al Ahzab: 70-71).


Amma ba'du, "Fa inna ashdaqol hadiitsi kitaabullaah wa khairal hadi hadi muhammadin shallallaahu 'alaihi wasallam wasyarril umuuri muhdatsaa tuhaa wakulla muhdatsa tin bid'ah wakulla bid'atin dholaalah wakulla dholaalatin fiinnar."


Amma ba'du: "Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan ada di neraka."


Ringkasan Kitab Syarah "HADITS ARBA'IN AN NAWAWI" Rahimahullaahu Ta'ala


Hadits Ke-29:


Dari Mu'az bin Jabal radhiyallahu 'anhu dia berkata: "Saya berkata: 'Ya Rasulullah, beritahukan saya tentang perbuatan yang dapat memasukkan saya ke dalam surga dan menjauhkan saya dari neraka.' Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Engkau telah bertanya tentang sesuatu yang besar, dan perkara tersebut mudah bagi mereka yang dimudahkan Allah Ta'ala: Beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya sedikitpun, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan menunaikan haji.' Kemudian beliau bersabda: 'Maukah engkau aku beritahukan tentang pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah benteng, sedekah akan mematikan (menghapus) kesalahan sebagaimana air mematikan api, dan shalatnya seseorang di tengah malam.' Kemudian beliau membacakan ayat: 'Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya...' hingga ayat: '(apa yang) mereka perbuat.' Kemudian beliau bersabda: 'Maukah engkau aku beritahukan pokok dari segala perkara, tiangnya dan puncaknya?' Saya menjawab: 'Mau ya Rasulullah.' Beliau bersabda: 'Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah jihad.' Kemudian beliau bersabda: 'Maukah engkau aku beritahukan sesuatu yang mengumpulkan semua itu?' Saya berkata: 'Mau ya Rasulullah.' Maka beliau memegang lisannya dan bersabda: 'Jagalah ini.' Saya berkata: 'Ya Nabi Allah, apakah kita akan dihukum juga atas apa yang kita bicarakan?' Beliau bersabda: 'Celaka engkau, adakah yang menyebabkan seseorang diseret wajahnya di neraka -atau beliau bersabda: 'Diatas hidungnya'- selain buah dari lisan-lisan mereka?'
[HR. Tirmidzi dan dia berkata: "Hadits Hasan Shahih"].


Ucapannya: "Saya berkata: 'Ya Rasulullah, beritahukan saya tentang perbuatan yang dapat memasukkan saya ke dalam surga dan menjauhkan saya dari neraka.' Ini menunjukkan antusias para shahabat atas kebenaran dan semangat mereka untuk mengetahui amal-amal untuk meraih surga dan selamat dari neraka. Ucapannya juga menunjukkan adanya surga dan neraka, dan para wali Allah melakukan amal-amal shalih untuk meraih surga dan selamat dari neraka. Berbeda dengan ucapan sebagian shufi bahwa mereka tidak beribadah kepada Allah karena menginginkan surga dan tidak pula karena takut kepada neraka. Ini adalah batil. Sebab para shahabat sangat antusias untuk mengetahui amal-amal yang bisa membawa kepada surga dan menjauhkan dari neraka. Dan Allah 'Aza wa Jalla telah berfirman tentang kekasih-Nya:


"Dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan."
(QS. Asy-Syu'ara': 85).


Ucapannya juga menunjukkan bahwa amal shalih merupakan sebab untuk memasuki surga. Dalam hal ini terdapat banyak ayat, diantaranya firman Allah 'Aza wa Jalla:


"Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan."
(QS. Az-Zukhruf: 72).


Dan firman-Nya 'Aza wa Jalla:


"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: 'Tuhan Kami adalah Allah', kemudian mereka tetap istiqomah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan."
(QS. Al-Ahqaf: 13-14).


Ini tidaklah menafikkan apa yang disebutkan dalam hadits:


"Salah seorang dari kalian tidak akan masuk surga dengan amalnya."


Para shahabat bertanya: "Tidak juga engkau wahai Rasulullah?"


Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Tidak juga aku. Hanya saja Allah telah melimpahkanku dengan rahmat-Nya." Diriwayatkan oleh Bukhari [6463] dan Muslim [2816].


Huruf Ba' pada hadits tersebut berfungsi untuk mengungkapkan pertukaran, sedang huruf Ba' pada ayat di atas adalah sebagai ungkapan tentang sebab. Masuk surga bukanlah bayar atau ganti bagi setiap amal. Sesungguhnya amal shalih hanyalah sebab untuk masuk surga. Dan Allah 'Aza wa Jalla memberikan keutamaan dengan memberikan taufik untuk menjalankan sebab, yaitu amal shalih. Dan Allah memberikan keutamaan dengan memberikan balasan, yaitu masuk surga. Sehingga keutamaan dalam sebab dan musababnya kembali kepada Allah 'Aza wa Jalla.


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Engkau telah bertanya tentang sesuatu yang besar, dan perkara tersebut mudah bagi mereka yang dimudahkan Allah Ta'ala." Ini menerangkan tentang besarnya kedudukan pertanyaan ini, sekaligus menerangkan urgensinya dan memotivasi untuk semisalnya. Dimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mensifati hal-hal yang ditanyakan sebagai hal yang besar. Meskipun hal ini besar dan sukar untuk mengamalkannya, Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam telah menambahinya dengan hal yang menerangkan kemudahannya atas orang yang diberi kemudahan oleh Allah 'Aza wa Jalla. Ini menunjukkan bahwa seorang muslim harus sabar dalam menjalankan ketaatan meskipun berat bagi jiwa. Sebab hasil akhir sebuah kesabaran adalah terpuji.


Allah 'Aza wa Jalla telah berfirman:


"Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya."
(QS. Ath-Thalaq: 4).


Dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


"Surga dikelilingi oleh hal-hal yang dibenci (oleh jiwa) dan neraka dikelilingi oleh hal-hal yang disenangi oleh jiwa."
[HR. Bukhari (6487) dan Muslim (2822)].


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya sedikitpun, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan menunaikan haji." Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menerangkan bahwa hal terpenting yang mendekatkan kepada Allah 'Aza wa Jalla dan memberikan keselamatan menuju surga dan keselamatan dari neraka adalah menunaikan perkara-perkara fardhu. Yaitu dalam hadits ini adalah Rukun Islam yang telah disebutkan dalam hadits Jibril dan hadits Ibnu Umar: "Islam dibangun di atas lima perkara."
Telah disebutkan pula dalam hadits qudsi:


"Tidaklah hamba-Ku mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan amalan yang lebih Aku cintai daripada dengan amal-amal yang Aku wajibkan atasnya."


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya sedikitpun." Berisi tentang penjelasan hak Allah, yaitu mengikhlaskan ibadah kepada Allah 'Aza wa Jalla. Termasuk di dalamnya Syahadat Muhammad Rasulullah, sebab ibadah kepada Allah tidak bisa diketahui kecuali dengan membenarkan beliau Shallallahu 'alaihi wasallam dan mengamalkan apa yang beliau bawa. Setiap amal yang digunakan oleh seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah tidaklah mendatangkan manfaat baginya kecuali jika diikhlaskan kepada Allah dan dilakukan berdasarkan sunnah dan petunjuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Kedua syahadat ini adalah saling berkaitan. Syahadat Laa ilaaha illallaah harus disertai dengan syahadat Muhammad Rasulullah. Dalam hadits ini semua rukun Islam disebut secara berurutan sesuai dengan urgensi masing-masing. Shalat didahulukan sebab merupakan tali ikatan yang kuat antara hamba dengan Rabbnya, dan juga karena diulang-ulangi setiap malam dan siang sebanyak lima kali. Kemudian disebutkan setelahnya zakat, sebab dilakukan hanya sekali dalam setahun, dan manfaatnya didapat oleh penuai zakat dan penerimanya. Kemudian setelah itu disebutkan puasa, sebab diulang-ulangi setiap tahun. Dan setelah itu disebutkan haji, sebab hanya diwajibkan sekali seumur hidup.


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Maukah engkau aku beritahukan tentang pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah benteng, sedekah akan mematikan (menghapus) kesalahan sebagaimana air mematikan api, dan shalatnya seseorang di tengah malam." Kemudian beliau membacakan ayat: "Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya..." hingga ayat: "(apa yang) mereka perbuat." Setelah Nabi menerangkan ibadah-ibadah fardhu yang menjadi sebab masuk surga dan selamat dari neraka, beliau Shallallahu 'alaihi wasallam membimbing kepada sejumlah ibadah sunnah yang memberikan seorang muslim tambahan iman dan pahala serta penghapusan dosa. Ibadah-ibadah tersebut adalah sedekah, puasa dan shalat malam. Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda tentang puasa: "Puasa adalah benteng." Junnah artinya adalah pelindung, puasa adalah pelindung di dunia dan di akhirat. Sesungguhnya puasa di dunia melindungi dari perbuatan maksiat. Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


"Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang telah memiliki kemampuan untuk menikah maka hendaklah dia menikah. Sesungguhnya itu lebih menjaga kemaluan dan menundukkan pandangan. Barangsiapa yang belum mampu maka hendaklah dia puasa. Sesungguhnya puasa menjadi penawar baginya."
[HR. Bukhari (1905) dan Muslim (1400)].


Dan puasa merupakan pelindung di akhirat dari neraka. Telah disebutkan dalam sebuah hadits:


"Barangsiapa yang puasa sehari di jalan Allah maka Allah jauhkan wajahnya dari neraka sejauh tujuh puluh tahun."
[HR. Bukhari (2840)].


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Dan sedekah akan mematikan (menghapus) kesalahan sebagaimana air mematikan api." Di dalamnya terkandung penjelasan tentang agungnya kedudukan sedekah yang sunnah. Bahwasanya Allah 'Aza wa Jalla menghapus dengannya dosa kesalahan sebagaimana air mematikan api. Dosa yang dimaksud di sini adalah dosa kecil, termasuk pula dosa besar jika diiringi dengan taubat. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menyerupakan sedekah mematikan dosa dengan air yang mematikan api, ini menunjukkan bahwa dosa hilang semuanya karenanya. Sebab jika air dituangkan ke atas api, maka air akan menghilangkannya hingga sirna tanpa wujud.


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Dan shalatnya seseorang di tengah malam." Inilah dia perkara ketiga dari pintu-pintu kebaikan, yang bisa digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah 'Aza wa Jalla. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menambahkan dengan membaca firman Allah Ta'ala:


"Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdo'a kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa-apa rizki yang Kami berikan. Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan."
(QS. As-Sajdah: 16-17).


Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam telah menerangkan bahwa shalat yang paling afdhal setelah shalat wajib adalah shalat malam, diriwayatkan oleh Muslim [1163]. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mengawali penjelasan tentang pintu-pintu kebaikan ini dengan pertanyaan, yaitu ucapan beliau kepada Mu'adz: "Maukah engkau aku tunjuki pintu-pintu kebaikan?" Ini beliau lakukan untuk menarik perhatian Mu'adz akan pentingnya apa yang beliau sampaikan. Agar dia siap menghapal apa yang disampaikan kepadanya.


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Maukah engkau aku beritahukan pokok dari segala perkara, tiangnya dan puncaknya?" Aku (Mu'adz) menjawab: "Mau ya Rasulullah." Beliau bersabda: "Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah jihad." Yang dimaksud dengan perkara adalah perkara paling agung, yaitu agama yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Pokoknya adalah Islam secara umum, mencakup shalat, jihad dan lainnya. Beliau menyebutkan shalat dan mensifatinya sebagai tiang Islam. Beliau menyerupakannya dengan bangunan yang tegak di atas tiang-tiangnya. Shalat merupakan ibadah fisik yang paling penting, yang manfaatnya terbatas bagi pelakunya. Kemudian beliau menyebutkan jihad yang mencakup jihad melawan hawa nafsu dan jihad melawan musuh dari kaum kafir dan munafik. Beliau mensifati jihad sebagai puncak Islam. Sebab jihad menyimpan kekuatan bagi kaum muslimin dan kemenangan agama mereka mengungguli agama lainnya.


Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Maukah engkau aku beritahukan sesuatu yang mengumpulkan semua itu?" Saya (Mu'adz) menjawab: "Mau ya Rasulullah." Maka beliau memegang lisannya dan bersabda: "Jagalah ini." Saya (Mu'adz) berkata: "Ya Nabi Allah, apakah kita akan dihukum juga atas apa yang kita bicarakan?" Beliau bersabda: "Celaka engkau, adakah yang menyebabkan seseorang diseret wajahnya di neraka -atau sabda beliau: "Di atas hidungnya"- selain buah dari lisan-lisan mereka?" ini mengandung penjelasan tentang bahaya lidah. Bahwa lidahlah yang menjerumuskan ke dalam segala kebinasaan. Dan kebaikan akan terkumpul dengan menjaga lisan. Sehingga tidak terlontar darinya kecuali kebaikan saja. Sebagaimana sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam:


"Barangsiapa yang menjamin bagiku mulut dan kemaluannya maka aku jamin baginya surga."
[HR. Bukhari (6474)].


Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda:


"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia berkata yang baik atau diam."


Ibnu Rajab rahimahullaah berkata ketika menjelaskan hadits ini dalam Jami'ul Ulum Wal Hikam [II/146-147]: "Ini menunjukkan bahwa menjaga lisan dan mengaturnya merupakan pokok dari segala kebaikan. Barangsiapa yang menguasai lidahnya maka dia telah menguasai urusannya, menguatkannya dan memantapkannya."
Dia juga berkata: "Yang dimaksud dengan buah lisan adalah balasan dan akibat dari ucapan yang haram. Sesungguhnya seorang insan dengan ucapannya dan amalnya menanam kebaikan dan keburukan. Kemudian di hari kiamat dia menuai apa yang telah dia tanam. Maka barangsiapa yang menanam kebaikan berupa ucapan dan amalan maka dia akan menuai kemuliaan. Dan barangsiapa yang menanam keburukan berupa ucapan dan amalan maka esok hari dia akan menuai penyesalan. Zhahir hadits Mu'adz ini menunjukkan bahwa kebanyakan hal yang memasukkan manusia ke dalam neraka adalah ucapan lisan mereka. Sesungguhnya maksiat ucapan termasuk di dalamnya kesyirikan yang merupakan dosa paling besar di sisi Allah 'Aza wa Jalla. Termasuk pula di dalamnya berkata atas nama Allah tanpa ilmu yang merupakan rekan kesyirikan. Termasuk pula di dalamnya persaksian palsu yang setara dengan kesyirikan kepada Allah 'Aza wa Jalla. Termasuk pula di dalamnya sihir, menuduh orang lain berbuat zina dan dosa-dosa besar dan kecil lainnya seperti dusta, menggunjing dan mengadu domba. Dan semua maksiat yang berupa perbuatan, pada umumnya tidak lepas dari ucapan yang menyertainya dan mendukungnya."


Ucapan beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Tsakilatka ummaka." Syaikh Ibnu Utsaimin berkata dalam menerangkan hadits ini: "Artinya ibumu kehilangan engkau sehingga dia binasa karenanya. Kalimat ini tidaklah dimaksudkan sesuai maknanya. Sesungguhnya maksudnya adalah memberikan motivasi dan dorongan agar memahami apa yang diucapkan." Bahkan hal semisal termasuk do'a bagi orang yang diucapkan untuknya. Ini diisyaratkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Muslim [2603] dari Anas radhiyallahu 'anhu, di dalamnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


"Wahai Ummu Sulaim, tahukah engkau bahwa aku telah mengambil syarat atas Rabbku. Aku berkata: Sesungguhnya aku hanya manusia biasa. Aku bisa ridha sebagaimana manusia ridha. Aku bisa marah sebagaimana manusia marah. Maka siapa saja dari umatku aku do'akan keburukan padahal dia tidak pantas untuk mendapatkannya, maka (aku mengambil syarat) agar Allah jadikan do'a itu sebagai pensuci, pembersih dan pendekat baginya dan kepada-Nya di hari kiamat."


Diantara kejelian Imam Muslim rahimahullaah dan bagusnya susunan kitabnya bahwa setelah hadits ini dia menyebutkan hadits Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma tentang ucapan beliau kepada Mu'awiyah: "Semoga Allah tidak mengenyangkan perutnya." Sehingga ucapan ini menjadi do'a kebaikan baginya, bukan do'a keburukan.


Di antara kandungan hadits ini adalah:

1. Semangat para shahabat radhiyallahu 'anhuma atas kebaikan dan mengenali apa-apa yang mendekatkan kepada surga dan menjauhkan dari neraka.

2. Surga dan neraka benar-benar ada. Keduanya kekal dan tidak sirna.

3. Dalam ibadah kepada Allah 'Aza wa Jalla diharapkan bisa memasuki surga dan selamat dari neraka. Tidak seperti pendapat sebagian Sufi bahwa Allah tidak diibadahi karena ingin surga-Nya dan tidak pula karena takut dari neraka-Nya.

4. Penjelasan tentang pentingnya amal yang ditanyakan dalam hadits tersebut, bahwa hal tersebut adalah agung.

5. Jalan menuju surga berat, bisa ditapaki dengan kemudahan dari Allah 'Aza wa Jalla.

6. Hal terpenting yang dibebankan kepada bangsa jin dan manusia adalah ibadah kepada Allah 'Aza wa Jalla. Karenanyalah diturunkan kitab-kitab dan diutus para rasul.

7. Ibadah kepada Allah 'Aza wa Jalla tidak dianggap kecuali jika dibangun diatas dua kalimat syahadat. Keduanya saling berkaitan. Sebuah amal tidak diterima kecuali jika diikhlaskan kepada Allah 'Aza wa Jalla dan sesuai dengan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.

8. Penjelasan tentang agungnya kedudukan rukun Islam. Dimana Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam membimbing Mu'adz radhiyallahu 'anhu untuk melakukannya di samping hal-hal fardhu yang telah diwajibkan oleh Allah 'Aza wa Jalla.

9. Perkara-perkara fardhu tersebut berurutan sesuai urgensi masing-masing.

10. Motivasi untuk melakukan ibadah-ibadah sunnah di samping yang fardhu.

11. Diantara hal terpenting untuk mendekatkan diri kepada Allah 'Aza wa Jalla setelah menunaikan ibadah fardhu adalah sedekah, puasa dan shalat malam.

12. Penjelasan tentang agungnya kedudukan shalat, bahwasanya shalat merupakan tiang agama.

13. Penjelasan tentang keutamaan jihad, bahwa jihad adalah puncak agama.

14. Penjelasan tentang bahaya lidah, bahwa lidah bisa membawa kepada kebinasaan dan neraka.



Sumber:


Kitab "Fathul Qawiyyil Matin fi Syarhil Arba'in wa Tatimmatil Khamsin Lin Nawawi wa Ibni Rajab Rahimahumallah."
Ditulis Oleh: Syaikh 'Abdul Muhsin bin Hamd al-'Abbad al-Badr.
Diterjemahkan oleh:
Abu Habiib Sofyan Saladin.
Dalam Judul Versi Indonesia: "Syarah Hadits Arba'in an-Nawawi" (Plus 8 Hadits Ibnu Rajab).
Penerbit: "Darul Ilmi", Cileungsi-Bogor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar