Bismillaahir rahmaanir rahiim
Assalamu'alaykum wa rahmatullaah wa barakaatuh.
"Innal hamdalillaah
nahmaduhu wanasta'iinuhu wanastaghfiruhu wana'uzdubillaahi minsyururi anfusinaa
waminsayyi aati 'amaalinaa mayyahdihillaahu falaa mudhillalah wamayyudlil falaa
hadiyalah."
"Asyhadu alaa ilaha
illallaah wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu warasuuluh laa nabiy ya
ba'da."
"Segala puji hanya milik
Allah 'Aza wa Jalla, kita memuji-Nya, kita memohon pertolongan kepada-Nya, kita
memohon ampun kepada-Nya, dan kita berlindung kepada-Nya dari
kejelekan-kejelekan diri kita dan kejelekan amal perbuatan kita. Barangsiapa
yang diberi hidayah oleh Allah 'Aza wa Jalla maka tidak ada seorangpun yang
dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah 'Aza wa Jalla
maka tidak seorangpun yang dapat memberi hidayah kepadanya."
"Aku bersaksi bahwa tidak
ada yang patut disembah dengan haq (benar) kecuali Allah 'Aza wa Jalla saja,
dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu
'alaihi wasallam adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya. Dan tidak ada Nabi
setelahnya"
Qola Allaahu Ta'ala fii Kitabul Karim: "Yaa
ayyuhal ladziina aamanu taqullaaha haqqo tuqootih walaa tamuutunna illaa wa
antum muslimun."
Allah Ta'ala berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman,
bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya, dan
janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan beragama Islam."
(QS. Ali Imran: 102).
Wa qola Allaahu Ta'ala: "Yaa ayyuhan naasuttaquu
robbakumul ladzii kholaqokum min nafsi wa hidah wa kholaqo minhaa dzaujaha wa
batstsa minhuma rijaalan katsiiran wanisaa a wattaqullaah alladzii tasaa
aluunabihi wal arhaama innallaaha kaana 'alaikum roqiibaa."
Dan AllahTa'ala berfirman: "Hai sekalian manusia,
bertaqwalah kepada Robb kalian yang telah menciptakan kalian dari diri yang
satu, daripadanya Allah menciptakan istrinya dan daripada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah
kepada Allah yang dengan (mempergunakan nama-Nya) kamu saling meminta satu sama
lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga
dan mengawasi kalian."
(QS. An Nisaa: 1).
Wa qola Allaahu Ta'ala: "Yaa ayyuhal ladziina
aamanut taqullaah waquuluu qaulan sadiida yushlih lakum a'maalakum wa yaghfir
lakum dzunuubakum wamayyuti 'illaah wa rasullahuu waqod faaza fauzan
'adzhiima."
Dan Allah Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang
beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dan katakanlah dengan perkataan yang
benar, niscaya Allah akan memperbaiki bagi kalian amal-amal kalian dan
mengampuni bagi kalian dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa mentaati Allah dan
Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar."
(QS. Al Ahzab: 70-71).
Amma ba'du,
"Fa inna ashdaqol hadiitsi kitaabullaah wa khairal hadi hadi muhammadin
shallallaahu 'alaihi wasallam wasyarril umuuri muhdatsaa tuhaa wakulla muhdatsa
tin bid'ah wakulla bid'atin dholaalah wakulla dholaalatin fiinnar."
Amma ba'du: "Sesungguhnya
sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, dan sejelek-jelek perkara
adalah yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan
setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan ada di neraka."
Ringkasan Kitab Syarah
"HADITS ARBA'IN AN NAWAWI" Rahimahullaahu
Ta'ala
Hadits Ke-29:
Dari Mu'az bin Jabal radhiyallahu
'anhu dia berkata: "Saya
berkata: 'Ya Rasulullah, beritahukan saya tentang perbuatan yang dapat
memasukkan saya ke dalam surga dan menjauhkan saya dari neraka.' Beliau Shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: 'Engkau telah
bertanya tentang sesuatu yang besar, dan perkara tersebut mudah bagi mereka
yang dimudahkan Allah Ta'ala: Beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya
sedikitpun, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan menunaikan
haji.' Kemudian beliau bersabda: 'Maukah
engkau aku beritahukan tentang pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah benteng,
sedekah akan mematikan (menghapus) kesalahan sebagaimana air mematikan api, dan
shalatnya seseorang di tengah malam.' Kemudian beliau membacakan ayat: 'Lambung mereka jauh dari tempat
tidurnya...' hingga ayat: '(apa
yang) mereka perbuat.' Kemudian beliau bersabda: 'Maukah engkau aku beritahukan pokok dari segala perkara, tiangnya dan
puncaknya?' Saya menjawab: 'Mau ya Rasulullah.' Beliau bersabda: 'Pokok perkara adalah Islam, tiangnya
adalah shalat dan puncaknya adalah jihad.' Kemudian beliau bersabda: 'Maukah engkau aku beritahukan sesuatu yang
mengumpulkan semua itu?' Saya berkata: 'Mau ya Rasulullah.' Maka beliau
memegang lisannya dan bersabda: 'Jagalah
ini.' Saya berkata: 'Ya Nabi Allah, apakah kita akan dihukum juga atas apa
yang kita bicarakan?' Beliau bersabda: 'Celaka
engkau, adakah yang menyebabkan seseorang diseret wajahnya di neraka -atau
beliau bersabda: 'Diatas hidungnya'-
selain buah dari lisan-lisan mereka?'
[HR. Tirmidzi dan dia berkata: "Hadits Hasan Shahih"].
Ucapannya: "Saya
berkata: 'Ya Rasulullah, beritahukan saya tentang perbuatan yang dapat
memasukkan saya ke dalam surga dan menjauhkan saya dari neraka.' Ini
menunjukkan antusias para shahabat atas kebenaran dan semangat mereka untuk
mengetahui amal-amal untuk meraih surga dan selamat dari neraka. Ucapannya juga
menunjukkan adanya surga dan neraka, dan para wali Allah melakukan amal-amal
shalih untuk meraih surga dan selamat dari neraka. Berbeda dengan ucapan
sebagian shufi bahwa mereka tidak beribadah kepada Allah karena menginginkan
surga dan tidak pula karena takut kepada neraka. Ini adalah batil. Sebab para
shahabat sangat antusias untuk mengetahui amal-amal yang bisa membawa kepada
surga dan menjauhkan dari neraka. Dan Allah 'Aza
wa Jalla telah berfirman tentang kekasih-Nya:
"Dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga
yang penuh kenikmatan."
(QS. Asy-Syu'ara': 85).
Ucapannya juga menunjukkan bahwa amal shalih merupakan sebab
untuk memasuki surga. Dalam hal ini terdapat banyak ayat, diantaranya firman
Allah 'Aza wa Jalla:
"Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal
yang dahulu kamu kerjakan."
(QS. Az-Zukhruf: 72).
Dan firman-Nya 'Aza wa
Jalla:
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: 'Tuhan Kami adalah
Allah', kemudian mereka tetap istiqomah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni
surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka
kerjakan."
(QS. Al-Ahqaf: 13-14).
Ini tidaklah menafikkan apa yang disebutkan dalam hadits:
"Salah seorang dari kalian tidak akan masuk surga dengan
amalnya."
Para shahabat bertanya: "Tidak
juga engkau wahai Rasulullah?"
Beliau Shallallahu
'alaihi wasallam menjawab: "Tidak juga aku. Hanya saja Allah telah
melimpahkanku dengan rahmat-Nya." Diriwayatkan oleh Bukhari [6463]
dan Muslim [2816].
Huruf Ba' pada
hadits tersebut berfungsi untuk mengungkapkan pertukaran, sedang huruf Ba' pada ayat di atas adalah sebagai
ungkapan tentang sebab. Masuk surga bukanlah bayar atau ganti bagi setiap amal.
Sesungguhnya amal shalih hanyalah sebab untuk masuk surga. Dan Allah 'Aza wa Jalla memberikan keutamaan
dengan memberikan taufik untuk menjalankan sebab, yaitu amal shalih. Dan Allah
memberikan keutamaan dengan memberikan balasan, yaitu masuk surga. Sehingga
keutamaan dalam sebab dan musababnya kembali kepada Allah 'Aza wa Jalla.
Sabda beliau Shallallahu
'alaihi wasallam: "Engkau telah bertanya tentang sesuatu
yang besar, dan perkara tersebut mudah bagi mereka yang dimudahkan Allah
Ta'ala." Ini menerangkan tentang besarnya kedudukan pertanyaan
ini, sekaligus menerangkan urgensinya dan memotivasi untuk semisalnya. Dimana
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mensifati
hal-hal yang ditanyakan sebagai hal yang besar. Meskipun hal ini besar dan
sukar untuk mengamalkannya, Nabi Shallallahu
'alaihi wasallam telah menambahinya dengan hal yang menerangkan
kemudahannya atas orang yang diberi kemudahan oleh Allah 'Aza wa Jalla. Ini menunjukkan bahwa seorang muslim harus sabar
dalam menjalankan ketaatan meskipun berat bagi jiwa. Sebab hasil akhir sebuah
kesabaran adalah terpuji.
Allah 'Aza wa Jalla
telah berfirman:
"Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah
menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya."
(QS. Ath-Thalaq: 4).
Dan Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Surga dikelilingi oleh hal-hal yang dibenci (oleh jiwa) dan
neraka dikelilingi oleh hal-hal yang disenangi oleh jiwa."
[HR. Bukhari (6487) dan Muslim (2822)].
Sabda beliau Shallallahu
'alaihi wasallam: "Beribadah kepada Allah dan tidak
menyekutukan-Nya sedikitpun, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa
Ramadhan dan menunaikan haji." Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menerangkan bahwa hal terpenting yang
mendekatkan kepada Allah 'Aza wa Jalla
dan memberikan keselamatan menuju surga dan keselamatan dari neraka adalah
menunaikan perkara-perkara fardhu. Yaitu dalam hadits ini adalah Rukun Islam
yang telah disebutkan dalam hadits Jibril dan hadits Ibnu Umar: "Islam
dibangun di atas lima perkara."
Telah disebutkan pula dalam hadits qudsi:
"Tidaklah hamba-Ku mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan amalan
yang lebih Aku cintai daripada dengan amal-amal yang Aku wajibkan
atasnya."
Sabda beliau Shallallahu
'alaihi wasallam: "Beribadah kepada Allah dan tidak
menyekutukannya sedikitpun." Berisi tentang penjelasan hak Allah,
yaitu mengikhlaskan ibadah kepada Allah 'Aza
wa Jalla. Termasuk di dalamnya Syahadat
Muhammad Rasulullah, sebab ibadah kepada Allah tidak bisa diketahui kecuali
dengan membenarkan beliau Shallallahu
'alaihi wasallam dan mengamalkan apa yang beliau bawa. Setiap amal yang
digunakan oleh seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah tidaklah
mendatangkan manfaat baginya kecuali jika diikhlaskan kepada Allah dan
dilakukan berdasarkan sunnah dan petunjuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Kedua syahadat ini adalah saling
berkaitan. Syahadat Laa ilaaha illallaah
harus disertai dengan syahadat Muhammad
Rasulullah. Dalam hadits ini semua rukun Islam disebut secara berurutan
sesuai dengan urgensi masing-masing. Shalat didahulukan sebab merupakan tali
ikatan yang kuat antara hamba dengan Rabbnya, dan juga karena diulang-ulangi
setiap malam dan siang sebanyak lima kali. Kemudian disebutkan setelahnya
zakat, sebab dilakukan hanya sekali dalam setahun, dan manfaatnya didapat oleh
penuai zakat dan penerimanya. Kemudian setelah itu disebutkan puasa, sebab
diulang-ulangi setiap tahun. Dan setelah itu disebutkan haji, sebab hanya
diwajibkan sekali seumur hidup.
Sabda beliau Shallallahu
'alaihi wasallam: "Maukah engkau aku beritahukan tentang
pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah benteng, sedekah akan mematikan (menghapus)
kesalahan sebagaimana air mematikan api, dan shalatnya seseorang di tengah
malam." Kemudian beliau membacakan ayat: "Lambung mereka jauh dari
tempat tidurnya..." hingga ayat: "(apa yang) mereka
perbuat." Setelah Nabi menerangkan ibadah-ibadah fardhu yang
menjadi sebab masuk surga dan selamat dari neraka, beliau Shallallahu 'alaihi wasallam membimbing kepada sejumlah ibadah
sunnah yang memberikan seorang muslim tambahan iman dan pahala serta
penghapusan dosa. Ibadah-ibadah tersebut adalah sedekah, puasa dan shalat
malam. Beliau Shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda tentang puasa: "Puasa adalah benteng." Junnah artinya adalah pelindung, puasa
adalah pelindung di dunia dan di akhirat. Sesungguhnya puasa di dunia melindungi
dari perbuatan maksiat. Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang telah
memiliki kemampuan untuk menikah maka hendaklah dia menikah. Sesungguhnya itu
lebih menjaga kemaluan dan menundukkan pandangan. Barangsiapa yang belum mampu
maka hendaklah dia puasa. Sesungguhnya puasa menjadi penawar baginya."
[HR. Bukhari (1905) dan Muslim (1400)].
Dan puasa merupakan pelindung di akhirat dari neraka. Telah
disebutkan dalam sebuah hadits:
"Barangsiapa yang puasa sehari di jalan Allah maka Allah jauhkan
wajahnya dari neraka sejauh tujuh puluh tahun."
[HR. Bukhari (2840)].
Sabda beliau Shallallahu
'alaihi wasallam: "Dan sedekah akan mematikan (menghapus)
kesalahan sebagaimana air mematikan api." Di dalamnya terkandung
penjelasan tentang agungnya kedudukan sedekah yang sunnah. Bahwasanya Allah 'Aza wa Jalla menghapus dengannya dosa
kesalahan sebagaimana air mematikan api. Dosa yang dimaksud di sini adalah dosa
kecil, termasuk pula dosa besar jika diiringi dengan taubat. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menyerupakan
sedekah mematikan dosa dengan air yang mematikan api, ini menunjukkan bahwa
dosa hilang semuanya karenanya. Sebab jika air dituangkan ke atas api, maka air
akan menghilangkannya hingga sirna tanpa wujud.
Sabda beliau Shallallahu
'alaihi wasallam: "Dan shalatnya seseorang di tengah
malam." Inilah dia perkara ketiga dari pintu-pintu kebaikan, yang
bisa digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah 'Aza wa Jalla. Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam menambahkan dengan membaca firman Allah Ta'ala:
"Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu
berdo'a kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan
apa-apa rizki yang Kami berikan. Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang
menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka
kerjakan."
(QS. As-Sajdah: 16-17).
Nabi Shallallahu
'alaihi wasallam telah menerangkan bahwa shalat yang paling afdhal setelah
shalat wajib adalah shalat malam, diriwayatkan oleh Muslim [1163]. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mengawali
penjelasan tentang pintu-pintu kebaikan ini dengan pertanyaan, yaitu ucapan
beliau kepada Mu'adz: "Maukah engkau aku tunjuki pintu-pintu
kebaikan?" Ini beliau lakukan untuk menarik perhatian Mu'adz akan
pentingnya apa yang beliau sampaikan. Agar dia siap menghapal apa yang
disampaikan kepadanya.
Sabda beliau Shallallahu
'alaihi wasallam: "Maukah engkau aku beritahukan pokok
dari segala perkara, tiangnya dan puncaknya?" Aku (Mu'adz)
menjawab: "Mau ya Rasulullah."
Beliau bersabda: "Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya
adalah jihad." Yang dimaksud dengan perkara adalah perkara paling agung,
yaitu agama yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam. Pokoknya adalah Islam secara umum, mencakup shalat, jihad
dan lainnya. Beliau menyebutkan shalat dan mensifatinya sebagai tiang Islam.
Beliau menyerupakannya dengan bangunan yang tegak di atas tiang-tiangnya.
Shalat merupakan ibadah fisik yang paling penting, yang manfaatnya terbatas
bagi pelakunya. Kemudian beliau menyebutkan jihad yang mencakup jihad melawan
hawa nafsu dan jihad melawan musuh dari kaum kafir dan munafik. Beliau mensifati
jihad sebagai puncak Islam. Sebab jihad menyimpan kekuatan bagi kaum muslimin
dan kemenangan agama mereka mengungguli agama lainnya.
Sabda beliau Shallallahu
'alaihi wasallam: "Maukah engkau aku beritahukan sesuatu
yang mengumpulkan semua itu?" Saya (Mu'adz) menjawab: "Mau ya Rasulullah." Maka
beliau memegang lisannya dan bersabda: "Jagalah ini." Saya
(Mu'adz) berkata: "Ya Nabi Allah,
apakah kita akan dihukum juga atas apa yang kita bicarakan?" Beliau
bersabda: "Celaka engkau, adakah yang menyebabkan seseorang diseret wajahnya
di neraka -atau sabda beliau: "Di atas hidungnya"- selain
buah dari lisan-lisan mereka?" ini mengandung penjelasan tentang
bahaya lidah. Bahwa lidahlah yang menjerumuskan ke dalam segala kebinasaan. Dan
kebaikan akan terkumpul dengan menjaga lisan. Sehingga tidak terlontar darinya
kecuali kebaikan saja. Sebagaimana sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam:
"Barangsiapa yang menjamin bagiku mulut dan kemaluannya maka aku
jamin baginya surga."
[HR. Bukhari (6474)].
Beliau Shallallahu
'alaihi wasallam juga bersabda:
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka
hendaklah dia berkata yang baik atau diam."
Ibnu Rajab rahimahullaah
berkata ketika menjelaskan hadits ini dalam Jami'ul
Ulum Wal Hikam [II/146-147]: "Ini
menunjukkan bahwa menjaga lisan dan mengaturnya merupakan pokok dari segala
kebaikan. Barangsiapa yang menguasai lidahnya maka dia telah menguasai
urusannya, menguatkannya dan memantapkannya."
Dia juga berkata: "Yang
dimaksud dengan buah lisan adalah balasan dan akibat dari ucapan yang haram.
Sesungguhnya seorang insan dengan ucapannya dan amalnya menanam kebaikan dan
keburukan. Kemudian di hari kiamat dia menuai apa yang telah dia tanam. Maka
barangsiapa yang menanam kebaikan berupa ucapan dan amalan maka dia akan menuai
kemuliaan. Dan barangsiapa yang menanam keburukan berupa ucapan dan amalan maka
esok hari dia akan menuai penyesalan. Zhahir hadits Mu'adz ini menunjukkan
bahwa kebanyakan hal yang memasukkan manusia ke dalam neraka adalah ucapan lisan
mereka. Sesungguhnya maksiat ucapan termasuk di dalamnya kesyirikan yang
merupakan dosa paling besar di sisi Allah 'Aza wa Jalla. Termasuk pula di
dalamnya berkata atas nama Allah tanpa ilmu yang merupakan rekan kesyirikan.
Termasuk pula di dalamnya persaksian palsu yang setara dengan kesyirikan kepada
Allah 'Aza wa Jalla. Termasuk pula di dalamnya sihir, menuduh orang lain
berbuat zina dan dosa-dosa besar dan kecil lainnya seperti dusta, menggunjing
dan mengadu domba. Dan semua maksiat yang berupa perbuatan, pada umumnya tidak
lepas dari ucapan yang menyertainya dan mendukungnya."
Ucapan beliau Shallallahu
'alaihi wasallam: "Tsakilatka ummaka."
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata dalam menerangkan hadits ini: "Artinya ibumu kehilangan engkau sehingga dia binasa karenanya.
Kalimat ini tidaklah dimaksudkan sesuai maknanya. Sesungguhnya maksudnya adalah
memberikan motivasi dan dorongan agar memahami apa yang diucapkan."
Bahkan hal semisal termasuk do'a bagi orang yang diucapkan untuknya. Ini
diisyaratkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Muslim [2603] dari Anas radhiyallahu 'anhu, di dalamnya
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Wahai Ummu Sulaim, tahukah engkau bahwa aku telah mengambil
syarat atas Rabbku. Aku berkata: Sesungguhnya aku hanya manusia biasa. Aku bisa
ridha sebagaimana manusia ridha. Aku bisa marah sebagaimana manusia marah. Maka
siapa saja dari umatku aku do'akan keburukan padahal dia tidak pantas untuk
mendapatkannya, maka (aku mengambil syarat) agar Allah jadikan do'a itu sebagai
pensuci, pembersih dan pendekat baginya dan kepada-Nya di hari kiamat."
Diantara kejelian Imam Muslim rahimahullaah dan bagusnya susunan kitabnya bahwa setelah hadits
ini dia menyebutkan hadits Ibnu Abbas radhiyallahu
'anhuma tentang ucapan beliau kepada Mu'awiyah: "Semoga Allah tidak mengenyangkan perutnya." Sehingga
ucapan ini menjadi do'a kebaikan baginya, bukan do'a keburukan.
Di antara kandungan
hadits ini adalah:
1. Semangat para shahabat radhiyallahu 'anhuma atas kebaikan dan mengenali apa-apa yang
mendekatkan kepada surga dan menjauhkan dari neraka.
2. Surga dan neraka benar-benar ada. Keduanya kekal dan
tidak sirna.
3. Dalam ibadah kepada Allah 'Aza wa Jalla diharapkan bisa memasuki surga dan selamat dari
neraka. Tidak seperti pendapat sebagian Sufi bahwa Allah tidak diibadahi karena
ingin surga-Nya dan tidak pula karena takut dari neraka-Nya.
4. Penjelasan tentang pentingnya amal yang ditanyakan dalam
hadits tersebut, bahwa hal tersebut adalah agung.
5. Jalan menuju surga berat, bisa ditapaki dengan kemudahan
dari Allah 'Aza wa Jalla.
6. Hal terpenting yang dibebankan kepada bangsa jin dan
manusia adalah ibadah kepada Allah 'Aza
wa Jalla. Karenanyalah diturunkan kitab-kitab dan diutus para rasul.
7. Ibadah kepada Allah 'Aza
wa Jalla tidak dianggap kecuali jika dibangun diatas dua kalimat syahadat.
Keduanya saling berkaitan. Sebuah amal tidak diterima kecuali jika diikhlaskan
kepada Allah 'Aza wa Jalla dan sesuai
dengan sunnah Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam.
8. Penjelasan tentang agungnya kedudukan rukun Islam. Dimana
Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam membimbing
Mu'adz radhiyallahu 'anhu untuk
melakukannya di samping hal-hal fardhu yang telah diwajibkan oleh Allah 'Aza wa Jalla.
9. Perkara-perkara fardhu tersebut berurutan sesuai urgensi
masing-masing.
10. Motivasi untuk melakukan ibadah-ibadah sunnah di samping
yang fardhu.
11. Diantara hal terpenting untuk mendekatkan diri kepada
Allah 'Aza wa Jalla setelah
menunaikan ibadah fardhu adalah sedekah, puasa dan shalat malam.
12. Penjelasan tentang agungnya kedudukan shalat, bahwasanya
shalat merupakan tiang agama.
13. Penjelasan tentang keutamaan jihad, bahwa jihad adalah
puncak agama.
14. Penjelasan tentang bahaya lidah, bahwa lidah bisa
membawa kepada kebinasaan dan neraka.
Sumber:
Kitab "Fathul Qawiyyil Matin fi
Syarhil Arba'in wa Tatimmatil Khamsin Lin Nawawi wa Ibni Rajab
Rahimahumallah."
Ditulis Oleh: Syaikh
'Abdul Muhsin bin Hamd al-'Abbad al-Badr.
Diterjemahkan oleh:
Abu Habiib Sofyan Saladin.
Dalam Judul Versi Indonesia:
"Syarah
Hadits Arba'in an-Nawawi" (Plus 8 Hadits Ibnu Rajab).
Penerbit: "Darul Ilmi",
Cileungsi-Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar