AHLAN WA SAHLAN YA IKHWAH...
Sedikit kata untuk kita renungkan bersama...

Selasa, 25 November 2014

KITAB RIYADHUS SHALIHIN, Penjelasan Tentang Hukum Mendatangi & Meminta Kepada Dukun, Ahli Nujum, Peramal, dan Sejenisnya.

PEMBAHASAN KITAB RIYADHUS SHALIHIN, Penjelasan Tentang Hukum Mendatangi & Meminta Kepada Dukun, Ahli Nujum, Peramal, dan Sejenisnya.
Assalamu'alaikum wa Rahmatullaah wa Barakaatuh..


303. Bab Larangan Mendatangi Para Dukun, Ahli Nujum, Peramal, Orang-orang yang Meramal dengan Pasir, Batu-batu Kerikil, Biji-biji Gandum, dan Semacamnya.



1/1668.
Dari Aisyah Radhiyallahu 'anha, ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam ditanya oleh sejumlah orang tentang para dukun, beliau menjawab, 'Mereka bukan apa-apa.' Mereka berkata, 'Wahai Rasulullah, mereka kadang mengatakan sesuatu kepada kami, lalu terjadi seperti yang mereka katakan.' Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, Kata-kata itu adalah kebenaran yang dihafal oleh jin lalu ia bisikan ketelinga temannya, lalu ia campurkan dengan seratus kebohongan'."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al Bukhari (5762) dan Muslim (2228)].



Disebutkan dalam riwayat Al-Bukhari dari Aisyah Radhiyallahu 'anha, ia mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya para malaikat turun di awan lalu menyebutkan urusan yang telah ditentukan di langit, kemudian setan mencuri dengar, ia mendengar perihal tersebut lalu ia bisikkan kepada para dukun, lalu mereka campurkan seratus kebohongan padanya dari karangan-karangan mereka sendiri."



Penjelasan:



Dukun adalah orang yang memberitahukan hal-hal gaib. Nujum adalah sejenis perdukunan. Ramalan adalah sejenis praktik nujum. Para peramal dengan media pasir dan batu-batu kerikil termasuk golongan dukun. Syariat mendustakan mereka; melarang membenarkan dan mendatangi mereka.



Al-Khattabi berkata, "Seperti diketahui melalui bukti percobaan, para dukun adalah orang-orang yang memiliki pikiran tajam, jiwa yang buruk dan watak-watak jahat. Mereka selalu berlindung kepada jin dalam segala urusan, menanyakan tentang berbagai peristiwa kepada mereka, lalu jin membisikkan kata-kata kepada mereka."



Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam, "Mereka bukan apa-apa," yaitu kata-kata mereka tidak bisa dijadikan pedoman.



Hadits ini mengandung beberapa faedah:



1. Setan-setan senantiasa mencuri dengar berita langit, tapi hanya sedikt sekali dan jarang, bahkan nyaris tidak ada jika dibandingkan dengan yang mereka lakukan di masa Jahiliyah.



2. Larangan mendatangi para dukun.



Al-Qurthubi berkata, "Siapapun yang memiliki wewenang untuk mengatasi perdukunan, wajib menghukum orang yang melakukan praktik-praktik semacam ini, mengingkari mereka dengan keras dan mengingkari orang-orang yang datang kepada mereka. Janganlah terpedaya dengan kebenaran kata-kata mereka dalam sebagian urusan. Jangan pula terpedaya dengan banyaknya orang yang mendatangi mereka. Sesungguhnya, ilmu mereka tidaklah mendalam, bahkan termasuk orang-orang bodoh. Mendatangi dukun dan peramal juga termasuk perbuatan terlarang."



2/1669.
Dari Shafiyah binti Abu Ubaid, dari salah seorang istri Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, beliau berkata, "Barangsiapa mendatangi peramal lalu bertanya sesuatu kepadanya lalu membenarkannya, shalatnya tidak diterima selama empat puluh hari."
(HR. Muslim).
[Shahih Muslim (2230)].



Penjelasan:



Al-Khattabi dan lainnya menjelaskan, "Al-'Arrafu adalah orang yang berusaha mengetahui tempat barang yang dicuri, tempat barang hilang, dan lainnya."



Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam, "Shalatnya tidak diterima selama empat puluh hari." Pensyarah menjelaskan, "Lantaran tidak ada pahalanya, meski cukup untuk menggugurkan kewajiban dari yang bersangkutan."



3/1670.
Dari Qabishah bin Mukhariq Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Ilyafah (garis), thiarah (merasa sial terhadap sesuatu), dan tharq (meramal dengan burung) termasuk perdukuna'."
(HR. Abu Dawud dengan sanad hasan).
[Dhaif: Ahmad (3/477), Abu Dawud (3907), Dhaif Al-Jami' (3900)].



Penjelasan:



Abu Dawud menjelaskan, "Ath-tharq adalah meramal, yakni meramal dengan perantara burung yang dilepas untuk menentukan hari baik dan buruk. Jika burung yang dilepas terbang ke kanan, berarti hari baik (keberuntungan) dan jika terbang ke kiri, berarti hari buruk (sial)."



Abu Dawud berkata, "Iyafah adalah garis."



Al-Jauhari menjelaskan dalam Ash-Shihah, "Al-Jibt adalah ungkapan untuk berhala, dukun, tukang sihir, dan semacamnya."



Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam (minal jibti), pensyarah menjelaskan, "Maksudnya adalah termasuk kekufuran. Jika seseorang menghalalkan praktik sihir dan perdukunan padahal telah diingatkan, maka ia kafir."



4/1671.
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Barangsiapa mempelajari sebagian ilmu nujum, maka ia telah mempelajari sebagian dari sihir. Ilmu sihirnya bertambah seiring bertambahnya ilmu nujum'."
(HR. Abu Dawud dengan sanad shahih).
[Shahih: Ahmad (1/227), Abu Dawud (3905), Shahih Al-Jami' (6074)].



Penjelasan:



Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam, "Barangsiapa mempelajari sebagian ilmu nujum," pensyarah menjelaskan, "Maksudnya adalah mempelajari alur peristiwa-peristiwa yang terjadi. Adapun ilmu tentang waktu dan arah kiblat bukanlah yang dimaksudkan dalam pembahasan ini."



Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam, "Ia mempelajari sebagian dari sihir," yaitu sebagian dari sihir. Artinya, ilmu nujum termasuk dosa besar, dan bisa jadi kekufuran.



"Ilmu sihirnya bertambah seiring bertambahnya ilmu nujum." Maksudnya, sihirnya semakin bertambah seiring bertambahnya ilmu nujum yang ia pelajari.



Al-Khattabi berkata, "Ilmu nujum yang dilarang adalah ilmu tentang berbagai peristiwa yang belum terjadi yang dinyatakan oleh para ahli nujum, dan akan terjadi pada masa yang akan datang, seperti waktu hembusan angin, turunnya hujan, perubahan suhu panas, dan lainnya yang mereka klaim mereka ketahui melalui pergerakan bintang. Mereka mengklaim bahwa pergerakan bintang berpengaruh terhadap kejadian-kejadian di masa yang akan datang. Pernyataan-pernyataan seperti ini namanya menerka hal ghaib tanpa dasar dan mempelajari ilmu yang hanya diketahui Allah, karena tidak ada yang mengetahui hal ghaib selain Allah semata.



Terkait ilmu astronomi yang diketahui melalui pengamatan dan pengetahuan, seperti ilmu untuk mengetahui waktu condongnya matahari kebarat atau untuk mengetahui arah kiblat, tidak termasuk ilmu yang dilarang. Sebab, ilmu ini mengacu pada pengamatan bayangan untuk mengetahui kapan matahari condong ke barat, dan posisi bintang untuk mengetahui arah kiblat." Demikian penjelasan Al-Khattabi secara ringkas.



5/1672.
Dari Mu'awiyah bin Hakam Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Wahai Rasulullah, aku belum lama meninggalkan kejahiliyaan, dan Allah Ta'ala mendatangkan Islam. Diantara kami ada sejumlah orang yang sering mendatangi dukun?" Beliau bersabda, "Jangan kau datangi mereka." Aku berkata, "Di antara kami ada sejumlah orang yang merasa sial." Beliau bersabda, 'Itu adalah sesuatu yang mereka rasakan di dalam dada. Jangan sampai rasa sial menghalangi mereka untuk melakukan sesuatu." Aku berkata, "Diantara kami ada sejumlah orang yang (meramal dengan membuat) garis." Beliau bersabda, "Dulu, ada seorang nabi yang meramal dengan membuat garis, maka siapa yang garisnya sesuai dengan garis (nabi tersebut) berarti benar."
(HR. Muslim)
[Shahih Muslim (537)].



Penjelasan:



Hadits ini menunjukkan keharaman mendatangi dukun.



Perkataan Mu'awiyah, "Diantara kami ada sejumlah orang yang merasa sial." Lalu beliau Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Itu adalah sesuatu yang mereka rasakan didalam dada." Pensyarah menjelaskan, "Maksudnya, sesuatu yang bersifat naluri sesuai watak manusia. Orang tidak diperintahkan untuk menghilangkan perasaan ini, yang diperintahkan adalah agar tidak melakukan sesuatu berdasarkan arahan perasaan tersebut, seperti yang beliau sampaikan, "Jangan sampai rasa sial menghalangi mereka untuk melakukan sesuatu, "yaitu jangan sampai perasaan tersebut menghalangi untuk melakukan sesuatu dimana mereka keluar rumah untuk tujuan tersebut, karena yang melakukan adalah Allah, yang lain sama sekali tidak berpengaruh.



Perkataan Mu'awiyah, "Di antara kami ada sejumlah orang yang (meramal dengan membuat) garis." Beliau bersabda, "Dulu ada seorang nabi yang meramal dengan membuat garis, maka siapa yang garisnya sesuai dengan garis (nabi tersebut), berarti benar."



Di dalam An-Nihayah, Ibnu Abbas menjelaskan, "Al-Khat adalah garis yang dibuat peramal. Ini adalah ilmu warisan orang-orang terdahulu. Orang yang punya keperluan mendatangi peramal lalu memberikan upah kepadanya. Si peramal kemudian berkata kepada orang tersebut, 'Duduklah, aku akan membuatkan garis ramalan untukmu.' Di depan si peramal terdapat anak kecil yang membawa celak mata, setelah itu si peramal pergi ke tanah lunak dan membuat banyak sekali garis-garis, setelah itu ia kembali dari awal dan menghapus garis-garis tersebut dua garis demi dua garis, sementara itu si anak kecil komat-kamit mengharap nasib baik, 'Wahai dua anak Iyan, segeralah beri kami penjelasan!' Jika tersisa dua garis berarti menandakan keberhasilan, dan jika tersisa satu garis berarti menandakan kegagalan'."



Al-Harbi menjelaskan, "Al-Khat adalah seorang peramal yang membuat tiga garis, kemudian garis-garis tersebut diberi gandum atau biji-bijian lalu berkata, 'Akan terjadi begini dan begitu.' Ini semacam praktik perdukunan."



Saya jelaskan, Al-Khat yang disebut dalam hadits ini adalah ilmu yang sudah dikenal dan masih digunakan hingga sekarang. Ada banyak buku yang ditulis tentang ilmu ini. Di dalamnya ada banyak istilah dan simbol. Dengan ilmu ini, mereka biasanya mengungkapkan isi hati orang, dan sering kali benar. Demikian penjelasan dalam An-Nihayah.



Al-Khattabi berkata, "Perdukunan ada banyak macamnya, diantaranya ada yang dipelajari dari jin," dan seterusnya sampai pada perkataan, "Yang ketiga adalah perdukunan yang bertumpu pada dugaan dan terkaan. Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan ramalan jenis ini penambah semangat bagi sebagian orang disertai banyak kedustaan. Yang keempat adalah perdukunan yang bertumpu pada pengalaman dan kebiasaan. Kejadian-kejadian sebelumnya dijadikan pertanda untuk suatu peristiwa yang akan terjadi. Jenis perdukunan terakhir mirip ilmu sihir. Sebagian diantara mereka ada yang menggunakan cara menerbangkan burung, perbintangan, dan lainnya. Semua ini tercela secara syar'i."



Al-Khattabi juga berkata, "Adapun sabda beliau, 'Maka siapa yang garisnya sesuai dengan garis (nabi tersebut), berarti benar,' mungkin maknanya adalah larangan melakukan ramalan seperti ini, karena ramalan ini adalah mukjizat nabi tersebut, tidak boleh dilakukan seorangpun setelahnya demi mengharap kebenaran ramalan."
Wallahu a'lam.



6/1673.
Dari Abu Mas'ud Al-Badri Radhiyallahu 'anhu, "Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melarang harga (penjualan) anjing, mahar pelacur, dan upah dukun."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (2237), Muslim (1567)].



Penjelasan:



Perkataan Abu Mas'ud, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melarang harga (penjualan) anjing," Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata, "Secara tekstual, haram menjual anjing. Larangan ini berlaku secara umum untuk semua anjing, baik terlatih maupun tidak, yang boleh dipelihara atau tidak. Konsekuensinya, orang yang membunuh anjing tidak diwajibkan membayar nilai anjing tersebut." Jumhur juga berpendapat demikian.



Atha' dan An-Nakha'i berpendapat, "Diperbolehkan menjual anjing pemburu saja, bukan yang lain, berdasarkan riwayat An-Nasa'i dari Jabir, ia berkata, 'Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melarang harga (penjualan) anjing, kecuali anjing pemburu'."



Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam, "Mahar pelacur," yaitu upah yang diberikan atas perzinaan. Disebut mahar sebagai majaz. Upah ini haram hukumnya karena sebagai kompensasi perbuatan haram.



Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam, "Upah dukun," yaitu upah yang diberikan kepada dukun atas praktik perdukunan yang ia lakukan. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, "Upah dukun hukumnya haram berdasarkan ijmak, karena ada unsur menerima kompensasi untuk suatu kebatilan. Termasuk dalam pengertian ini adalah praktik nujum, meramal dengan kerikil, dan yang lainnya yang dilakukan para peramal untuk mengetahui hal ghaib."



Perdukunan adalah kalimat untuk mengetahui hal ghaib, seperti memberitahukan sesuatu yang akan terjadi di muka bumi disertai serangkaian sebab-sebabnya. Pengakuan tentang hal ghaib ini pada dasarnya berasal dari perkataan para malaikat yang didengar jin, lalu ia bisikkan ke telinga dukun.



Dukun adalah sebuah istilah untuk peramal, ahli nujum, dan orang yang meramal dengan pasir. Juga diperuntukkan kepada mereka yang melakukan praktik lain dan berusaha memenuhi segala keperluan orang yang datang.



Al-Khattabi berkata, "Para dukun adalah orang-orang yang memiliki pikiran tajam, jiwa yang buruk dan watak jahat. Setan-setan berhubungan dengan mereka secara harmonis karena adanya kecocokan dalam hal-hal tersebut, dan membantu mereka dengan segenap kemampuan yang dimiliki."
Wallahu a'lam.




Sumber:
‘KITAB RIYADHUS SHALIHIN’, Imam An-Nawawi.
Syarah: Syaikh Faishal Alu Mubarak.
Takhrij: Syaikh Nashiruddin Al-Albani.
Alih bahasa: Tim Penterjemah UMMUL QURA.
Penerbit: UMMUL QURA; Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar