AHLAN WA SAHLAN YA IKHWAH...
Sedikit kata untuk kita renungkan bersama...

Sabtu, 20 Juni 2015

KITAB RIYADHUSH SHALIHIN, Bab Memelihara Sunnah

Assalamu'alaykum wa Rahmatullah wa Barakatuh


KITAB RIYADHUSH SHALIHIN


16. Bab Memelihara Sunnah dan Adab-adabnya.


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah."
(QS. Al-Hasyr: 7).


Di dalam ayat ini terdapat dalil kewajiban melaksanakan perintah-perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan meninggalkan larangan-larangannya.


"Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) menurut keinginannya, tidak lain (Al-Qur'an itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)."
(Qs. An-Najm: 3-4).


Maksudnya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam tidak akan mengatakan kecuali kebenaran dan bukan berasal keinginan dan tujuan beliau, karena apa yang disabdakan beliau merupakan wahyu dari Allah 'Aza wa Jalla.


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Katakanlah (Muhammad), 'Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosamu'."
(QS. Ali Imran: 31).


Ayat ini turun ketika kafir ahli kitab mengaku cinta kepada Allah 'Aza wa Jalla. Jadi, barang siapa mengaku cinta kepada Allah 'Aza wa Jalla padahal ia tidak mengikuti jalan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, maka pada esensinya orang tersebut berdusta.


Sebagian ulama berkata, "(Pada pembahasan ini) bukan seseorang yang mencintai, akan tetapi dia akan dicintai (oleh Allah)."
Al-Hasan Al-Bashri berkata, "Suatu kaum menganggap bahwa mereka mencintai Allah, maka Allah pun menguji mereka dengan ayat ini."


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat."
(QS. Al-Ahzab: 21).


'Al-uswatu' artinya mengikuti Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam baik dalam perkataannya, perbuatannya, dan tingkah lakunya.


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Maka demi Rabbmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya."
(QS. An-Nisa: 65).


Sebab turunnya ayat ini ialah ada seorang laki-laki dari kalangan Anshar sedang bersengketa dengan Zubair radhiyallahu 'anhu mengenai aliran air di tanah batuan yang mereka gunakan air tersebut untuk menyiram. Sedangkan Zubair di bagian paling atas. Lantas Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Siramilah wahai Zubair, kemudian alirkan air tersebut kepada tetanggamu." Maka shahabat Anshar tersebut emosi, lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah! Mentang-mentang dia adalah putera pamanmu." Maka, raut muka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam pun berubah, kemudian beliau bersabda kepada Zubair, "Siramilah, kemudian tahanlah air itu agar kembali ke sumbernya."


Ketika itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam memenuhi hak Zubair. Semula Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam memberi isyarat kepada Zubair dengan suatu pendapat yang bermaksud memberi kelonggaran kepada Zubair dan kepada shahabat Anshar tersebut. Ketika si Anshar tadi membuat marah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam hanya memenuhi hak Zubair dalam hukum secara jelas. Zubair berkata, "Demi Allah, saya tidak menyangka ayat ini turun kecuali berkenan dengan masalah tersebut."


Ibnu Katsir berkata, "Allah bersumpah dengan Zat-Nya sendiri Yang Maha Mulia dan Maha Suci bahwa seseorang tidak akan beriman sehingga ia menjadikan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sebagai hakim dalam segala urusan. Jadi, apa pun yang beliau Shallallahu 'alaihi wasallam putuskan, maka itu adalah benar dan wajib tunduk kepadanya, baik lahir maupun bathin, sebagaimana tersebut didalam hadits, 'Demi Zat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, tidak beriman salah seorang di antara kalian sehingga keinginannya mengikuti apa yang aku bawa'."


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian."
(QS. An-Nisa: 59)


Ulama berkata, "Maksudnya ialah kembali kepada Al-Qur'an dan sunnah."


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Barang siapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya ia telah menaati Allah."
(QS. An-Nisa: 80).


Maksudnya, barang siapa menaati Rasul dalam perkara yang diperintahkannya, maka sungguh ia telah menaati Allah 'Aza wa Jalla, karena Allah 'Aza wa Jalla memerintahkan untuk menaati Rasul dan mengikutinya.


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Dan sungguh engkau benar-benar membimbing (manusia) kepada jalan yang lurus."
(QS. Asy-Syura: 52).


Maksudnya adalah agama Islam.


"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih."
(QS. An-Nur: 63).


Di dalam ayat ini terdapat ancaman yang berat terhadap orang yang menyalahi perintah Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, ada kalanya berupa fitnah di dunia atau pun siksa di akhirat.


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu)."
(QS. Ahzab: 34).


Di dalam ayat ini terdapat perintah kepada para istri Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam agar tidak melupakan kenikmatan yang agung ini, yaitu kitab Allah 'Aza wa Jalla dan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam yang dibacakan di rumah-rumah mereka.


Ayat-ayat diatas tersebut mengenai bab ini, yakni Bab Memelihara Sunnah dan Adab-adabnya.
Sedangkan hadits-haditsnya sebagai berikut:


1/156.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu meriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Biarkanlah apa yang tidak aku jelaskan pada kalian, karena sesungguhnya yang menyebabkan kebinasaan umat-umat sebelum kalian ialah mereka terlalu banyak bertanya dan menyalahi nabi-nabi mereka. Oleh karena itu, jika aku melarang kalian akan sesuatu, maka jauhilah itu dan jika aku memerintah kalian melakukan sesuatu, maka lakukanlah semampu kalian."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (7288); Muslim (1337)].


Penjelasan hadits:


Hadits ini mempunyai sababul wurud, yaitu bahwa suatu ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam berkhutbah dan beliau berkata, "Wahai manusia! Sungguh, Allah telah mewajibkan kalian ibadah haji. Oleh karena itu, lakukanlah ibadah haji!" Lantas seorang laki-laki bertanya, "Apakah setiap tahun wahai Rasulullah?" Beliau pun terdiam sehingga lelaki tersebut mengatakannya berulang-ulang. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Seandainya aku berkata ya, pastinya menjadi wajib dan kalian tidak akan mampu." Kemudian beliau bersabda (hadits di atas), "Biarkanlah apa yang aku tinggalkan untuk kalian...."


Hadits ini termasuk di antara kaidah Islam yang penting. Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah"
(QS. Al-Hasyr: 7).


"Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu."
(QS. At-Taghabun: 16).


Dalam hadits ini terdapat kemakruhan banyak bertanya tanpa ada perlunya. Imam Malik rahimahullah berkata, "Membantah dan berdebat dapat menghilangkan cahaya ilmu dari hati seseorang."


Dalam sebagian atsar disebutkan, "Apabila Allah 'Aza wa Jalla menghendaki kebaikan pada seorang hamba, maka Allah 'Aza wa Jalla membukakan baginya pintu ilmu dan menutup darinya pintu berdebat. Dan apabila Allah 'Aza wa Jalla menghendaki buruk pada seorang hamba, maka Allah 'Aza wa Jalla membukakan baginya pintu berdebat dan menutup darinya pintu ilmu."


2/157.
Dari Abu Najih, Al-'Irbadh bin Sariyah radhiyallahu 'anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam pernah memberikan nasihat kepada kami dengan suatu nasihat yang mengesankan sekali, membuat hati gemetar, dan air mata pun bercucuran. Kemudian kami berkata, 'Ya Rasulullah, seolah-olah nasihat itu adalah nasihat seseorang yang hendak berpisah. Oleh karena itu, berilah wasiat kepada kami semua!' Beliau pun bersabda, 'Aku wasiatkan kepada kalian semua agar bertakwa kepada Allah, mendengar dan patuh, meskipun yang memerintah kalian semua adalah seorang budak Habsyi. Sesungguhnya barang siapa diantara kalian yang masih hidup, maka ia akan melihat berbagai perselisihan yang banyak sekali. Oleh karena itu, hendaklah kalian berpegang teguh pada suunahku dan sunnah para Khulafa' Rasyidin yang memperoleh petunjuk. Gigitlah sunnah-sunnah tersebut dengan gigi-gigi geraham kalian. Jauhilah melakukan perkara-perkara baru yang diada-adakan, karena sesungguhnya setiap bid'ah adalah sesat'."
(HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi. At-Tirmidzi berkata, "Hadits ini hasan shahih).
[Shahih: Abu Dawud (4607); At-Tirmidzi (2678). Dishahihkan oleh syaikh Al-Albani dalam kitab Shahih Al-Jami' (2549)].


Kosakata dalam hadits ini:


An-nawajidz artinya gigi taring. Ada yang berpendapat artinya gigi geraham.
Khulafa' Rasyidin; mereka adalah Abu Bakr, Umar, Utsman, dan Ali radhiyallahu 'anhuma.


Di dalam Hadits ini terdapat wasiat untuk berpegang teguh pada sunnah, baik dalam keyakinan, perbuatan, dan ucapan serta menjauhi bid'ah, yaitu hal-hal yang baru dalam tatanan agama yang tidak ada dasarnya dalam syari'at.
Uushiikum bitaqwallaah, wassam'i wath tho'ah, dua kalimat tersebut menghimpun kebahagiaan dunia dan akhirat.


Penjelasan hadits:


Al-Hasan berkata, "Demi Allah, agama ini tidak akan ditegakkan dengan stabil tanpa melalui pemerintah, meskipun ia berbuat zhalim. Demi Allah, sungguh hal yang dibuat baik oleh Allah melalui mereka lebih banyak dari pada yang mereka rusak."


3/158.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Semua umatku masuk syurga, melainkan orang yang enggan." Beliau ditanya, 'Siapakah orang yang enggan, wahai Rasulullah?' Beliau menjawab, "Barang siapa yang taat kepadaku, maka ia masuk syurga dan barang siapa yang durhaka kepadaku, maka sungguh dialah orang yang enggan."
(HR. Bukhari).
[Shahih: Al-Bukhari (7280)].


Penjelasan hadits:


Didalam hadits ini terdapat kabar gembira paling agung bagi orang-orang yang taat dari kalangan umat ini bahwa mereka semuanya akan masuk syurga kecuali orang yang berbuat maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya serta mengikuti syahwat dan hawa nafsunya.


Allah 'Aza wa Jalla berfirman:


"Maka adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sungguh nerakalah tempat tinggalnya. Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh syurgalah tempat tinggal(nya)."
(QS. An-Nazi'at: 37-41).


4/159.
Dari Abu Muslim; ada yang mengatakan, dari Abu Iyas, Salamah bin 'Amr bin Al-Akwa' radhiyallahu 'anhu meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki makan di samping Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dengan tangan kirinya. Kemudian beliau bersabda, "Makanlah dengan tangan kananmu!" Orang itu berkata, "Aku tidak bisa." Beliau bersabda, "Kamu tidak akan bisa." Tidak ada yang mencegahnya melakukan hal itu kecuali karena kesombongannya. Akhirnya ia tidak bisa mengangkat tangan kanannya ke mulutnya.
(HR. Muslim).
[Shahih: Muslim (2021)].


Penjelasan hadits:


Di dalam hadits ini terdapat pensyari'atan memakan dengan tangan kanan dan kemakruhan makan dengan tangan kiri tanpa ada alasan.


5/160.
Dari Abu Abdillah; An-Nu'man bin Basyir radhiyallahu'anhuma meriwayatkan, "Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Hendaklah kalian benar-benar meratakan shaf-shaf kalian, atau sungguh Allah akan membalikkan antara wajah-wajah kalian semua'."
(Muttafaq 'alaih).


Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam meratakan shaf-shaf kita sehingga beliau seakan-akan meratakan letaknya anak panah sampai-sampai beliau meyakinkan bahwa kita semua telah mengerti akan meratakan barisan itu. Kemudian pada suatu hari beliau keluar, lalu beliau berdiri sehingga hampir saja beliau bertakbir, tiba-tiba beliau melihat seorang lelaki yang menonjolkan dadanya, lalu beliau bersabda, 'Hai hamba-hamba Allah, hendaklah kalian benar-benar meratakan shaf kalian atau sungguh Allah akan membalikkan antara wajah-wajah kalian."


Penjelasan hadits:


Di dalam hadits ini terdapat ancaman yang keras kepada orang yang tidak mau meratakan barisan, dan motivasi untuk meratakan barisan, serta diperbolehkan berbicara pada waktu antara iqamat dan saat akan melakukan shalat.


6/161.
Dari Abu Musa radhiyallahu 'anhu berkata, "Sebuah rumah di Madinah terbakar dan mengena pada penghuninya di malam hari. Ketika kejadian ini diceritakan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda, 'Sesungguhnya api itu adalah musuh kalian. Oleh karena itu, jika kalian tidur, padamkanlah api itu dari kalian'."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (6294); Muslim (2016)].


Penjelasan hadits:


Di dalam hadits ini terdapat perintah memadamkan api ketika tidur lantaran dikhawatirkan terjadi kebakaran. Termasuk dalam hal ini api lampu dan lainnya kecuali jika dirasa aman dari bahaya.


7/162.
Dari Abu Musa radhiyallahu 'anhu juga berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Sesungguhnya perumpamaan petunjuk dan ilmu yang aku diutus oleh Allah untuk membawanya ialah bagaikan hujan yang mengenai bumi. Di antara bumi ada bagian yang baik. Tanah bagian ini dapat menerima air, sehingga ia dapat menumbuhkan rumput dan ilalang yang banyak sekali. Dan di antara bumi ada pula yang gersang. Tanah bagian ini dapat menahan air, maka Allah memberikan kemanfaatan kepada manusia dengan tanah ini, karena mereka dapat minum darinya, dapat menyiram dan menanam.
Ada pula hujan mengenai bagian bumi yang lain. Tanah ini hanyalah merupakan tanah rata lagi licin, tidak dapat menahan air dan tidak dapat menumbuhkan rumput. Jadi itulah perumpamaan orang yang pandai dalam agama Allah dan dapat pula memberikan kemanfaatan dengan apa yang aku diutus oleh Allah untuk membawanya, lalu ia dapat memahami dan mengajarkannya. Dan juga perumpamaan orang yang enggan mengangkat kepala untuk menerima petunjuk dan ilmu dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus untuk membawanya."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (79); Muslim (2282)].


Kosakata asing:


Faquha artinya menjadi ahli fiqh.


Penjelasan hadits:


Al-Qurthubi berkata, "Ini merupakan perumpamaan yang dibuat oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam terhadap agama yang dibawanya dan beliau mengumpamakan para pendengar beliau sebagai tanah yang berbeda-beda. Sebagian dari mereka adalah orang yang mengetahui, mau mengamalkan dan mengajarkannya. Orang ini sama halnya dengan tanah yang baik dan dapat menyerap air sehingga ia dapat bermanfaat untuk dirinya sendiri serta dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan sehingga ia bermanfaat untuk lainnya juga.


Sebagian lain adalah orang yang mengumpulkan ilmu yang menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu. Hanya saja ia tidak mau melakukan hal-hal yang sunnah atau ia tidak memahami ilmu yang ia kumpulkan. Akan tetapi, ia menyampaikan ilmunya kepada orang lain. Orang ini bagaikan tanah yang digenangi air sehingga orang lain dapat mengambil manfaat darinya, yaitu orang yang diisyaratkan dalam sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, 'Semoga Allah menjadikan baik orang yang mendengar perkataanku, lalu ia sampaikan sebagaimana yang ia dengar.'


sebagian lain ada orang yang mendengar ilmu, tetapi ia tidak mau menjaganya, tidak mengamalkannya, dan tidak menyampaikannya kepada orang lain. Orang ini sama halnya dengan tanah yang berair atau tanah tandus yang tidak dapat menerima air atau justru merusak air.


Kesimpulannya, manusia dalam masalah agama ada tiga kategori, yaitu:


1. Orang-orang yang mengetahui dan mau mengamalkan, yaitu orang mukmin secara umum.

2. Orang-orang yang mengetahui, mau mengamalkan, dan mengajarkan, yaitu para ulama.

3. Orang-orang yang tidak mau mengamalkan, yaitu orang-orang kafir dan orang fasik.


8/163.
Dari Jabir radhiyallahu 'anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Perumpamaanku dan perumpamaan kalian semua adalah bagaikan seorang lelaki yang menyalakan api, kemudian banyak belalang dan kupu-kupu yang jatuh ke dalam api tadi, sedang orang itu mencegah binatang-binatang itu agar jangan sampai terjun di situ. Aku ini adalah seorang yang merintangi kalian dari neraka. Akan tetapi, kalian masih juga hendak lepas dari peganganku."
(HR. Muslim).
[Shahih: Muslim (2285)].


Kosakata asing:


Al-janadibu seperti belalang dan kupu-kupu. Binatang ini merupakan binatang yang terbiasa jatuh ke dalam api.

Al-hujazu artinya tempat mengikatkan sarung atau celana.


Penjelasan hadits:


Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menyerupakan jatuhnya orang-orang bodoh dan orang-orang yang menyimpang dengan melakukan kemaksiatan dan syahwat mereka ke dalam neraka, serta semangat mereka untuk tercebur ke dalamnya, padahal Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam telah mencegah mereka bagaikan terjatuhnya kupu-kupu ke dalam api di dunia lantaran keinginannya dan lemah pikirannya. Keduanya sama-sama berjalan menuju kerusakan dirinya karena kebodohannya.


9/164.
Dari Jabir radhiyallahu 'anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menyuruh menjilat jari-jari dan piring seraya bersabda, "Sesungguhnya kalian tidak tahu di manakah yang ada berkahnya."
(HR. Muslim).
[Shahih: Muslim (2033, 135)].


Penjelasan:


Dalam riwayat lain dari Imam Muslim disebutkan, "Jika sesuap makanan salah seorang di antara kalian jatuh, maka hendaklah ia mengambilnya, lalu hendaklah ia menyingkirkan kotoran yang melekat padanya. Kemudian hendaklah ia memakannya dan janganlah makanan itu dibiarkan untuk setan. Dan jangan pula seseorang mengusap tangannya dengan sapu tangan sehingga ia menjilati jari-jarinya terlebih dahulu, karena sesungguhnya dia tidak mengetahui di bagian makanan yang mana yang terdapat keberkahan."


Dalam riwayat Imam Muslim pula disebutkan, "Sesungguhnya setan akan mendatangi seseorang di antara kalian di setiap keadaannya, bahkan setan pun mendatangi orang itu ketika ia sedang makan. Maka, jika sesuap makanan salah seorang dari kalian jatuh, maka hendaklah ia menyingkirkan kotoran-kotoran yang melekat padanya, kemudian hendaklah dia memakannya dan jangan dibiarkan untuk setan."


Di dalam hadits ini terdapat anjuran untuk menundukkan jiwa dengan sikap rendah hati dan mengambil sesuap makanan yang terjatuh dan tidak membiarkannya sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang-orang elit karena sombong, dan perintah menjilati jari-jari dan piring.


10/165.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam berdiri di hadapan kami untuk memberikan nasihat. Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Hai sekalian manusia, sesungguhnya kalian semua akan dikumpulkan untuk menghadap kepada Allah 'Aza wa Jalla dalam keadaan telanjang kaki, telanjang badan, dan tidak berkhitan, 'Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya lagi. (Suatu) janji yang pasti Kami tepati; sungguh, Kami akan melaksanakannya.' (QS. Al-Anbiya': 104)

Ketahuilah, bahwa makhluk yang kali pertama diberi pakaian pada hari Kiamat ialah Nabi Ibrahim 'Alaihissalaam. Ketahuilah, Nabi Ibrahim akan didatangkan dengan disertai beberapa orang dari ummatku, kemudian orang-orang itu diseret ke sebelah kiri. Lalu aku berkata, 'Ya Rabbku, mereka adalah ummatku.' Lalu dikatakan kepadaku, 'Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu.' Maka aku katakan sebagaimana yang dikatakan oleh seorang hamba yang shalih, 'Dan aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada ditengah-tengah mereka. Maka, setelah Engkau mengangkatku ke langit, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau Yang Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.' (QS. Al-Ma'idah: 117-118)

Setelah itu dikatakan kepadaku, 'Sebenarnya mereka itu tidak henti-hentinya melakukan kemurtadan semenjak engkau berpisah dengan mereka'."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (3349, 3447, 4325)].


Penjelasan hadits:


Al-Khatthabi berkata, "Di dalam hadits ini terdapat isyarat tentang sedikitnya jumlah orang yang mengalami hal tersebut. Sesungguhnya hal ini terjadi pada sebagian orang badui yang telanjang kaki dan tidak terjadi pada seorang pun dari kalangan shahabat yang terkenal."


11/166.
Dari Abu Said; Abdullah bin Mughaffal radhiyallahu 'anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melarang menggunakan ketapel. Dan beliau bersabda, 'Sesungguhnya ketapel itu tidak dapat membunuh binatang buruan, tidak dapat membunuh musuh. Dan bahwa ketapel itu hanya membutakan mata dan memecahkan gigi'."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (6220); Muslim (1954)].


Dalam riwayat lain disebutkan, "Sesungguhnya seorang kerabat Ibnu Mughaffal bermain ketapel, lalu Ibnu Mughaffal pun melarangnya dan berkata, "Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melarang menggunakan ketapel dan bersabda, 'Sesungguhnya ketapel itu tidak dapat membunuh binatang buruan.' Kemudian kerabat Ibnu Mughaffal tersebut masih mengulangi perbuatannya lagi. Lalu Ibnu Mughaffal berkata, 'Aku telah memberitahukan kepadamu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melarang menggunakan ketapel, tetapi engkau masih juga mengulangi perbuatanmu bermain ketapel. Aku tidak akan berbicara lagi padamu selamanya'."
[Shahih: Muslim (1954, 56)].


Kosakata asing:


Al-Khadzaf ialah melempar kerikil dengan telunjuk dan ibu jari atau dengan dua jari telunjuk (ketapel).


Penjelasan hadits:


Di dalam hadits ini diperbolehkan tidak mengajak bicara ahli bid'ah, orang fasik, dan penentang sunnah padahal ia telah mengetahui.


12/167.
Dari Abis bin Rabi'ah berkata, "Aku melihat Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu 'anhu mencium hajar aswad seraya berkata, 'Aku mengetahui bahwa kamu adalah batu. Kamu tidak dapat memberikan manfaat dan tidak pula dapat membahayakan. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menciummu, pastilah aku juga tidak menciummu'."
(Muttafaq 'alaih).
[Shahih: Al-Bukhari (1597, 1605, 1610); Muslim (1270)].


Penjelasan:

Intisari hadits:

1. Menyerahkan semua urusan agama kepada Pembuat syari'at (Allah 'Aza wa Jalla) dan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, dan mengikutinya dengan baik dalam hal-hal yang tidak dapat diketahui maknanya. Ini merupakan kaidah agung dalam mengikuti Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam terhadap apa yang beliau lakukan meskipun kita tidak mengetahui hikmahnya.

2. Sebagai bantahan terhadap pemahaman sebagian orang-orang bodoh bahwa hajar aswad mempunyai khasiat yang kembali pada bendanya sendiri.

3. Beberapa sunnah yang berupa ucapan dan perbuatan, dan sesungguhnya seorang pemimpin apabila merasa khawatir perbuatannya dapat menyebabkan pemahaman yang keliru bagi seseorang, maka hendaknya ia bersegera memberi penjelasan.


Allahu Ta'ala 'alam bishowab.


Sumber:

Kitab 'RIYADHUSH SHALIHIN' - Imam An-Nawawi.
Syarah: Syaikh Faishal Alu Mubarak.
Takrij: Syaikh Nasiruddin Al-Albani.
Alih bahasa: Tim Penterjemah UMMUL QURA.

Penerbit: Ummul Qura - Jkt.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar