AHLAN WA SAHLAN YA IKHWAH...
Sedikit kata untuk kita renungkan bersama...

Jumat, 18 Juli 2014

SYARAH HADITS ARBA'IN AN NAWAWI, Hadits Ke-3.

Syarah Hadits Arba'in an Nawawi



Hadits Ke-3:



"Dari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Al Khaththab radhiyallahu 'anhu dia berkata, "Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Islam dibangun diatas lima perkara: Bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji dan puasa Ramadhan."
(HR. Tirmidzi dan Muslim).



Penjelasan:



Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Islam dibangun di atas lima perkara." Menerangkan tentang keagungan lima perkara ini, bahwa Islam terbangun diatasnya. Ini merupakan penyerupaan secara maknawi dengan bangunan yang bersifat konkrit. Sebagaimana bangunan tidak bisa tegak kecuali di atas tiang-tiangnya, maka demikian pula Islam hanya tegak diatas lima perkara ini. Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam hanya menyebut lima perkara ini karena semuanya merupakan asas bagi perkara lainnya. Adapun perkara lainnya mengikuti lima perkara ini.



An-Nawawi menyebutkan hadits ini setelah hadits Jibril yang juga mencakup lima perkara ini, sebab hadits ini menerangkan pentingnya kelima perkara ini. Bahwa kelima perkara ini merupakan asas yang dibangun di atasnya Islam. Sehingga dalam hadits ini terdapat makna tambahan bagi hadits Jibril.




Kelima rukun yang menjadi pondasi Islam ini, yang pertama adalah dua kalimat syahadat yang merupakan asas yang paling dasar. Rukun lainnya dan perkara-perkara lainnya mengikuti rukun ini. Rukun-rukun ini dan amal-amal lainnya tidaklah bermanfa'at jika tidak didasari oleh kedua syahadat ini. Kedua kalimat ini saling berkaitan. Syahadat Laa ilaaha illallaah harus diikuti oleh syahadat Muhammad Rasulullah. Konseksuensi syahadat Laa ilaaha illallaah adalah beribadah hanya kepada Allah. Dan konsekuensi syahadat Muhammad Rasulullah adalah beribadah harus mengikuti ajaran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Kedua asas ini harus ada dalam setiap amal yang dikerjakan oleh seorang insan. Maka harus memurnikan keikhlasan kepada Allah semata dan memurnikan ittiba' kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.



Al-Hafizh berkata dalam Al-Fath (I/50): "Jika ada yang bertanya kenapa tidak disebutkan iman kepada nabi, malaikat dan lainnya yang dicakup oleh pertanyaan Jibril 'alaihissalaam? Jawabannya adalah makna syahadat adalah membenarkan Rasul Shallallahu 'alaihi wasallam dalam setiap apa yang dibawanya, sehingga mencakup semua apa yang beliau sebutkan berupa keyakinan. Al-Isma'ili berkata yang kesimpulannya: Ini termasuk menyebut sesuatu dengan hanya menyebut sebagiannya. Sebagaimana engkau mengatakan: "Aku membaca Al-Hamd" maksudmu adalah Al-Fatihah secara keseluruhan. Demikian pula engkau berkata misalnya: "Aku mempersaksikan kerasulan Muhammad." Maksudmu semua apa yang beliau Shallallahu 'alaihi wasallam sebutkan. Wallahu a'lam.



Rukun Islam yang paling penting setelah dua kalimat syahadat adalah shalat. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam telah mensifatinya sebagai tiang Islam. Sebagaimana disebutkan dalam hadits tentang wasiat beliau Shallallahu 'alaihi wasallam kepada Mu'adz bin Jabal yang merupakan hadits kedua puluh sembilan dari Hadits Arba'in ini. Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam juga memberitakan bahwa shalat merupakan perkara agama pertama yang akan hilang. Dan perkara pertama yang akan dihitung dari seorang hamba pada hari kiamat. Silahkan lihat As-Silsilah ash-Shahihah karya Al-Albani (1739, 1358 dan 1748). Dengan shalat bisa dibedakan antara seorang muslim dan kafir (Diriwayatkan oleh Muslim: 134).



Mendirikan shalat ada dua keadaan; Pertama: wajib, yaitu menunaikannya minimal sesuai dengan tata-cara yang diwajibkan sehingga dia dianggap telah menjalankan kewajiban. Kedua: mustahab, yaitu menyempurnakannya dengan melakukan segala hal yang dimustahabkan di dalamnya.



Zakat adalah gandengan shalat di dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:



"Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, Maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan."
(QS. At-Taubah: 5).



Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:



"Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, Maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui."
(QS. At-Taubah: 11).



Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:



"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus."
(QS. Al-Bayyinah: 5).



Zakat adalah ibadah yang bersifat materi yang manfa'atnya menyebar (tidak terbatas untuk pelakunya saja). Allah telah mewajibkan zakat pada harta orang-orang kaya dengan sifat yang menolong orang miskin namun tidak merugikan orang kaya. Sebab zakat hanyalah sejumlah kecil dari harta yang banyak.



Puasa Ramadhan adalah ibadah fisik. Puasa merupakan rahasia antara seorang hamba dengan Rabbnya, tidak ada yang melihatnya melainkan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebab diantara manusia ada yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan namun orang lain menyangkanya puasa. Bisa jadi pula seseorang melakukan puasa sunnah dan orang lain mengira dia tidak puasa. Karena itulah datang dalam sebuah hadits shahih bahwa seorang insan akan diberikan balasan aras amalnya, satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipatnya hingga tujuh ratus kali lipat. Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:



"Kecuali puasa. Sesungguhnya puasa adalah milik-Ku. Aku yang akan membalasnya."
(HR. Bukhari [1894] dan Muslim [164]). Artinya (balasannya) tanpa batas.



Semua amal adalah untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebagaimana firman-Nya:



"Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)."
(QS. Al-An'am: 162-163).



Namun dikhususkan puasa di dalam hadits ini sebagai milik Allah karena tersembunyinya ibadah ini, tidak ada yang melihatnya melainkan Allah.



Haji ke Baitullah adalah ibadah materi dan fisik. Allah mewajibkannya sekali seumur hidup. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam telah menjelaskan keutamaannya dalam sabdanya:



"Barangsiapa yang berhaji menuju Baitullah ini, dia tidak melakukan rafats (jima' dan hal-hal yang mengarah padanya) dan tidak berbuat fasik maka dia pulang seperti baru dilahirkan dari perut ibunya."
(HR. Bukhari [1820] dan Muslim [1350]).



Demikian pula sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam:



"Umrah yang satu ke umrah yang lainnya merupakan kafarah (penghapus) bagi dosa yang ada diantara keduanya. Dan haji yang mabrur tidak ada balasannya kecuali syurga."
(HR. Muslim [1349]).



Hadits ini dalam redaksinya mendahulukan haji sebelum puasa. Hadits dengan redaksi seperti ini disebutkan oleh Bukhari di awal Kitabul Iman dalam Shahihnya. Hadits ini dijadikan sebagai dasar bagi susunan kitabnya Al-Jami' ash-Shahih. Sehingga beliau mendahulukan Kitabul Hajj (pembahasan tentang haji) sebelum Kitabus Shiyam (pembahasan tentang puasa).



Telah datang dalam Shahih Muslim [19] hadits yang mendahulukan puasa sebelum haji dan haji sebelum puasa. Di jalur periwayatan yang pertama terdapat penegasan dari Ibnu Umar bahwa yang dia dengar dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam adalah penyebutan puasa terlebih dahulu sebelum haji. Berdasarkan hal ini didahulukannya penyebutan haji sebelum puasa di sebagian riwayat termasuk kategori perubahan yang dilakukan oleh sebagian rawi atau periwayatan secara makna (tidak kontekstual). Redaksinya pada Shahih Muslim dari Ibnu Umar dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda:



"Islam dibangun di atas lima perkara: Di atas tauhid (meng-esakan) Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan haji."



Seorang lelaki berkata (Kepada Ibnu Umar): "Haji dan puasa Ramadhan?" Beliau berkata, "Tidak, puasa Ramadhan dan haji. Demikianlah aku mendengarnya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam."



Kelima rukun ini disebutkan secara berurutan sesuai dengan urgensinya masing-masing. Dimulai dengan dua kalimat syahadat yang merupakan asas bagi setiap amal yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kemudian shalat yang dilakukan berulang-ulang sebanyak lima kali sehari semalam. Sehingga shalat merupakan hubungan kuat antara seorang hamba dengan Rabbnya. Kemudian zakat yang wajib dikeluarkan dari harta jika telah berlalu satu tahun, sebab manfa'atnya bisa menyebar. Kemudian puasa yang wajib dalam satu bulan dalam satu tahun, merupakan ibadah fisik yang manfa'atnya hanya bersifat pribadi. Kemudian haji yang wajib sekali seumur hidup.



Di dalam Shahih Muslim terdapat riwayat bahwa Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu menyampaikan hadits ini ketika beliau ditanya seorang lelaki, dia berkata padanya: "Tidakkah engkau berperang?" kemudian beliau menyebutkan hadits ini. Di dalamnya terdapat isyarat bahwa jihad bukan termasuk rukun Islam. Sebab lima perkara ini lazim dan kontinyu bagi setiap mukallaf. Berbeda dengan jihad, yang merupakan fardhu kifayah dan tidak setiap waktu.



Diantara kandungan hadits ini adalah:



1. Penjelasan urgensi kelima perkara ini karena menjadi pondasi bangunan Islam.



2. Menyerupakan sesuatu yang abstrak dengan sesuatu yang konnkrit agar lebih mengena dalam fikiran.



3. Memulai dengan yang paling penting.



4. Dua kalimat syahadat merupakan asas pada dua kalimat itu sendiri dan merupakan asas bagi yang lainnya. Sehingga sebuah amal tidak diterima kecuali dibangun di atas keduanya.



5. Mendahulukan shalat atas amal lainnya, karena merupakan penghubung yang kuat antara seorang hamba dengan Rabbnya.



Sumber:

Kitab "Fathul Qawiyyil Matin fi Syarhil Arba'in wa Tatimmatil Khamsin Lin Nawawi wa Ibni Rajab Rahimahumallah."
Ditulis Oleh: Syaikh 'Abdul Muhsin bin Hamd al-'Abbad al-Badr.
Diterjemahkan oleh:
Abu Habiib Sofyan Saladin.
Dalam Judul Versi Indonesia: "Syarah Hadits Arba'in an-Nawawi" (Plus 8 Hadits Ibnu Rajab).
Penerbit: "Darul Ilmi", Cileungsi-Bogor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar