Syarah Hadits Arba'in
an Nawawi
Hadits Ke-3:
"Dari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Al
Khaththab radhiyallahu 'anhu dia berkata, "Saya mendengar Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Islam dibangun diatas lima
perkara: Bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan bahwa
Nabi Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan
haji dan puasa Ramadhan."
(HR. Tirmidzi dan Muslim).
Penjelasan:
Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: "Islam dibangun di atas lima
perkara." Menerangkan tentang keagungan lima perkara ini, bahwa Islam
terbangun diatasnya. Ini merupakan penyerupaan secara maknawi dengan bangunan
yang bersifat konkrit. Sebagaimana bangunan tidak bisa tegak kecuali di atas
tiang-tiangnya, maka demikian pula Islam hanya tegak diatas lima perkara ini.
Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam hanya menyebut lima perkara ini karena
semuanya merupakan asas bagi perkara lainnya. Adapun perkara lainnya mengikuti
lima perkara ini.
An-Nawawi menyebutkan hadits ini setelah hadits Jibril yang
juga mencakup lima perkara ini, sebab hadits ini menerangkan pentingnya kelima
perkara ini. Bahwa kelima perkara ini merupakan asas yang dibangun di atasnya
Islam. Sehingga dalam hadits ini terdapat makna tambahan bagi hadits Jibril.
Kelima rukun yang menjadi pondasi Islam ini, yang pertama
adalah dua kalimat syahadat yang merupakan asas yang paling dasar. Rukun
lainnya dan perkara-perkara lainnya mengikuti rukun ini. Rukun-rukun ini dan
amal-amal lainnya tidaklah bermanfa'at jika tidak didasari oleh kedua syahadat
ini. Kedua kalimat ini saling berkaitan. Syahadat Laa ilaaha illallaah harus diikuti oleh syahadat Muhammad Rasulullah. Konseksuensi
syahadat Laa ilaaha illallaah adalah
beribadah hanya kepada Allah. Dan konsekuensi syahadat Muhammad Rasulullah adalah beribadah harus mengikuti ajaran
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Kedua asas ini harus ada dalam setiap
amal yang dikerjakan oleh seorang insan. Maka harus memurnikan keikhlasan
kepada Allah semata dan memurnikan ittiba'
kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.
Al-Hafizh berkata dalam Al-Fath
(I/50): "Jika ada yang bertanya kenapa tidak disebutkan iman kepada nabi,
malaikat dan lainnya yang dicakup oleh pertanyaan Jibril 'alaihissalaam?
Jawabannya adalah makna syahadat adalah membenarkan Rasul Shallallahu 'alaihi
wasallam dalam setiap apa yang dibawanya, sehingga mencakup semua apa yang
beliau sebutkan berupa keyakinan. Al-Isma'ili berkata yang kesimpulannya: Ini
termasuk menyebut sesuatu dengan hanya menyebut sebagiannya. Sebagaimana engkau
mengatakan: "Aku membaca Al-Hamd"
maksudmu adalah Al-Fatihah secara keseluruhan. Demikian pula engkau berkata
misalnya: "Aku mempersaksikan kerasulan Muhammad." Maksudmu semua apa
yang beliau Shallallahu 'alaihi wasallam sebutkan. Wallahu a'lam.
Rukun Islam yang paling penting setelah dua kalimat syahadat
adalah shalat. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam telah mensifatinya
sebagai tiang Islam. Sebagaimana disebutkan dalam hadits tentang wasiat beliau
Shallallahu 'alaihi wasallam kepada Mu'adz bin Jabal yang merupakan hadits
kedua puluh sembilan dari Hadits Arba'in ini. Beliau Shallallahu 'alaihi
wasallam juga memberitakan bahwa shalat merupakan perkara agama pertama yang
akan hilang. Dan perkara pertama yang akan dihitung dari seorang hamba pada
hari kiamat. Silahkan lihat As-Silsilah
ash-Shahihah karya Al-Albani (1739, 1358 dan 1748). Dengan shalat bisa
dibedakan antara seorang muslim dan kafir (Diriwayatkan oleh Muslim: 134).
Mendirikan shalat ada dua keadaan; Pertama: wajib, yaitu menunaikannya minimal sesuai dengan tata-cara
yang diwajibkan sehingga dia dianggap telah menjalankan kewajiban. Kedua: mustahab, yaitu menyempurnakannya dengan
melakukan segala hal yang dimustahabkan
di dalamnya.
Zakat adalah gandengan shalat di dalam Kitabullah dan Sunnah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sebagaimana firman Allah Subhanahu wa
Ta'ala:
"Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat,
Maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan."
(QS. At-Taubah: 5).
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat,
Maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. dan Kami menjelaskan
ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui."
(QS. At-Taubah: 11).
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah
agama yang lurus."
(QS. Al-Bayyinah: 5).
Zakat adalah ibadah yang bersifat materi yang manfa'atnya
menyebar (tidak terbatas untuk pelakunya saja). Allah telah mewajibkan zakat
pada harta orang-orang kaya dengan sifat yang menolong orang miskin namun tidak
merugikan orang kaya. Sebab zakat hanyalah sejumlah kecil dari harta yang
banyak.
Puasa Ramadhan adalah ibadah fisik. Puasa merupakan rahasia
antara seorang hamba dengan Rabbnya, tidak ada yang melihatnya melainkan Allah
Subhanahu wa Ta'ala. Sebab diantara manusia ada yang tidak berpuasa di bulan
Ramadhan namun orang lain menyangkanya puasa. Bisa jadi pula seseorang
melakukan puasa sunnah dan orang lain mengira dia tidak puasa. Karena itulah
datang dalam sebuah hadits shahih bahwa seorang insan akan diberikan balasan
aras amalnya, satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipatnya hingga tujuh
ratus kali lipat. Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Kecuali puasa. Sesungguhnya puasa adalah milik-Ku. Aku yang akan
membalasnya."
(HR. Bukhari [1894] dan Muslim [164]). Artinya (balasannya)
tanpa batas.
Semua amal adalah untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Sebagaimana firman-Nya:
"Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan
demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)."
(QS. Al-An'am:
162-163).
Namun dikhususkan puasa di dalam hadits ini sebagai milik
Allah karena tersembunyinya ibadah ini, tidak ada yang melihatnya melainkan
Allah.
Haji ke Baitullah adalah ibadah materi dan fisik. Allah
mewajibkannya sekali seumur hidup. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam telah
menjelaskan keutamaannya dalam sabdanya:
"Barangsiapa yang berhaji menuju Baitullah ini, dia tidak
melakukan rafats (jima' dan hal-hal yang mengarah padanya) dan tidak berbuat
fasik maka dia pulang seperti baru dilahirkan dari perut ibunya."
(HR. Bukhari [1820]
dan Muslim [1350]).
Demikian pula sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam:
"Umrah yang satu ke umrah yang lainnya merupakan kafarah
(penghapus) bagi dosa yang ada diantara keduanya. Dan haji yang mabrur tidak
ada balasannya kecuali syurga."
(HR. Muslim [1349]).
Hadits ini dalam redaksinya mendahulukan haji sebelum puasa.
Hadits dengan redaksi seperti ini disebutkan oleh Bukhari di awal Kitabul Iman dalam Shahihnya. Hadits ini dijadikan sebagai dasar bagi susunan kitabnya
Al-Jami' ash-Shahih. Sehingga beliau
mendahulukan Kitabul Hajj (pembahasan
tentang haji) sebelum Kitabus Shiyam
(pembahasan tentang puasa).
Telah datang dalam Shahih
Muslim [19] hadits yang mendahulukan puasa sebelum haji dan haji sebelum
puasa. Di jalur periwayatan yang pertama terdapat penegasan dari Ibnu Umar
bahwa yang dia dengar dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam adalah
penyebutan puasa terlebih dahulu sebelum haji. Berdasarkan hal ini
didahulukannya penyebutan haji sebelum puasa di sebagian riwayat termasuk
kategori perubahan yang dilakukan oleh sebagian rawi atau periwayatan secara
makna (tidak kontekstual). Redaksinya pada Shahih
Muslim dari Ibnu Umar dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam beliau
bersabda:
"Islam dibangun di atas lima perkara: Di atas tauhid (meng-esakan)
Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan haji."
Seorang lelaki berkata (Kepada Ibnu Umar): "Haji dan
puasa Ramadhan?" Beliau berkata, "Tidak, puasa Ramadhan dan haji.
Demikianlah aku mendengarnya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wasallam."
Kelima rukun ini disebutkan secara berurutan sesuai dengan
urgensinya masing-masing. Dimulai dengan dua kalimat syahadat yang merupakan
asas bagi setiap amal yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala. Kemudian shalat yang dilakukan berulang-ulang sebanyak
lima kali sehari semalam. Sehingga shalat merupakan hubungan kuat antara
seorang hamba dengan Rabbnya. Kemudian zakat yang wajib dikeluarkan dari harta
jika telah berlalu satu tahun, sebab manfa'atnya bisa menyebar. Kemudian puasa
yang wajib dalam satu bulan dalam satu tahun, merupakan ibadah fisik yang
manfa'atnya hanya bersifat pribadi. Kemudian haji yang wajib sekali seumur
hidup.
Di dalam Shahih Muslim
terdapat riwayat bahwa Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu menyampaikan hadits ini
ketika beliau ditanya seorang lelaki, dia berkata padanya: "Tidakkah
engkau berperang?" kemudian beliau menyebutkan hadits ini. Di dalamnya
terdapat isyarat bahwa jihad bukan termasuk rukun Islam. Sebab lima perkara ini
lazim dan kontinyu bagi setiap mukallaf.
Berbeda dengan jihad, yang merupakan fardhu
kifayah dan tidak setiap waktu.
Diantara kandungan
hadits ini adalah:
1. Penjelasan urgensi kelima perkara ini karena menjadi
pondasi bangunan Islam.
2. Menyerupakan sesuatu yang abstrak dengan sesuatu yang
konnkrit agar lebih mengena dalam fikiran.
3. Memulai dengan yang paling penting.
4. Dua kalimat syahadat merupakan asas pada dua kalimat itu
sendiri dan merupakan asas bagi yang lainnya. Sehingga sebuah amal tidak
diterima kecuali dibangun di atas keduanya.
Sumber:
Kitab "Fathul
Qawiyyil Matin fi Syarhil Arba'in wa Tatimmatil Khamsin Lin Nawawi wa Ibni
Rajab Rahimahumallah."
Ditulis Oleh: Syaikh
'Abdul Muhsin bin Hamd al-'Abbad al-Badr.
Diterjemahkan oleh:
Abu Habiib Sofyan
Saladin.
Dalam Judul Versi Indonesia: "Syarah Hadits Arba'in an-Nawawi" (Plus 8 Hadits Ibnu Rajab).
Penerbit: "Darul
Ilmi", Cileungsi-Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar